"Jika amanah telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi. Ada seorang sahabat bertanya, bagaimana maksud amanah disia-siakan? Nabi menjawab, jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu. " (HR. Al-Bukhari)
Oleh. Ummu Talita (Member Aktif Menulis)
NarasiPost.Com-Belakangan, jagad perpolitikan Indonesia tengah diramaikan oleh pengangkatan 13 komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal yang paling ramai diperbincangkan adalah pengangkatan seorang musisi, yaitu Abdi Negara atau lebih dikenal sebagai Abdee Slank sebagai Komisaris PT. Telkom.
Abdee diangkat menjadi komisaris, pada rapat umum pemegang saham tahunan PT.Telkom, Jumat (28/05/2021). Banyak yang mengkaitkan jabatan yang diterima Abdee sebagai komisaris PT.Telkom dengan kontribusi besarnya sebagai pendukung Jokowi pada pilpres 2014 dan pilpres 2019. Salah satu kontribusinya adalah saat dirinya ikut menginisiasi “Konser Akbar Salam 2 Jari” di Gelora Bung Karno, Jakarta 5 Juli 2014 silam. (kompas.com, 29/05/2021).
Namun, Abdee Slank diketahui publik sebagai musisi dan tidak punya latar belakang profesi yang sesuai dengan jabatannya. Ketua DPP PKS Bukhori Yusuf sendiri menyebut penempatan Abdee Slank sebagai komisaris hanya akan merugikan Telkom karena latar belakang profesi yang tidak sesuai. Menurutnya, hal ini jelas merugikan Telkom, karena tidak sesuai dengan profesi yang dijabatnya sebagai komisaris dan jika Telkom dirugikan, negara yang akan dirugikan. (news.detik.com, 30/05/2021).
Pengangkatan Abdee menambah panjang daftar pendukung Jokowi yang menjadi komisaris BMUN. Sebelumnya ada Ahmad Erani Mustika, Staff Khusus (stafsus) Jokowi diangkat menjadi komisaris PT.Waskita Karya, Dini Shanti Purwono, seorang stafsus juga menjadi komisaris di PT.Perusahaan Gas Negara , Bambang Brodjonegoro (PT.Telkom), Budiman Sudjatmiko (PT.Perekebunan Nusantara), Said Aqil (PT.Kereta Api Indonesia), Wishnutama (PT.Telkom), Eko Sulistyo (PT.PLN), Diyah Kartika Rini (PT.Jasaraharja), Gatot Edy Pramono (PT.Pindad), Fadjroel Rachman (PT.Waskita Karya), Kristia Budiyarto, dan Zuhairi Misrawi (PT.Yodya Karya). (cnnindonesia.com, 29/05/2021)
Sudah menjadi hal yang lumrah dalam sistem kapitalisme adanya pembagian kekuasaan dan jabatan berdasarkan balas budi tanpa menimbang kompetensi. Kelak, akibat buruk dari pengelolaan pemerintahan yang tidak sesuai dapat merugikan negara. Dan tingkat korupsi akan semakin tinggi, sebagai akibat sebuah institusi diserahkan kepada orang-orang yang tidak berkompeten.
BUMN sesungguhnya memiliki peran sebagai pengelola sumber daya alam potensial milik negara, terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak agar semua masyarakat dapat menikmati kekayaan alam negaranya. Kehadiran BUMN juga berperan sebagai stabilitator perekonomian.
Namun, karena adanya praktik oligarki yang menempatkan orang-orang yang “bersahabat” dengan penguasa sebagai pengelola BUMN, akhirnya masyarakat tidak mendapatkan pejabat yang sesuai dan kompeten serta adil dalam mengelola perusahaan-perusahaan milik negara tersebut. Meningkatnya utang dan kasus korupsi tak bisa dielakkan lagi. Sementara diketahui bahwa gaji dan tunjangan para direksi dan jajaran di bawahnya begitu tinggi. Ketika terjadi resesi, maka utang luar negeri yang menjadi solusi. Akibatnya, rakyat yang menanggung beban dengan menikmati kenaikan harga kebutuhan umum seperti, TDL, BBM, dan berbagai jenis kebutuhan lainnya.
Untuk menutupi utang tersebut, beban diserahkan kepada rakyat dengan kenaikan harga kebutuhan umum, juga pajak. Sementara itu, pejabat BUMN masih menikmati gaji dan tunjangan yang tinggi. Begitulah sistem Kapitalisme dalam mengelola perusahaan negara. Kemaslahatan rakyat tak lagi diperhatikan. BUMN yang tadinya merupakan perusahaan milik negara, kini seolah-olah menjadi perusahaan milik penguasa dan golongan tertentu saja.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, "Jika amanah telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi. Ada seorang sahabat bertanya, bagaimana maksud amanah disia-siakan? Nabi menjawab, jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu. " (HR. Al-Bukhari)
Tatkala Islam masih diterapkan dalam bingkai negara, pengangkatan pejabat benar-benar untuk kemaslahatan umlmat. Sebagai contoh, pada pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, beliau mempraktikkan kaidah-kaidah dasar dalam pengangkatan seorang pejabat. Kaidah yang pertama adalah mengangkat pejabat yang memiliki fisik yang kuat. Kedua, mendahulukan orang yang berilmu dan menguasai pekerjaan. Ketiga, belas kasihan kepada rakyat.
Dari ketiga kaidah ini, dapat dilihat bahwa pejabat yang diangkat adalah orang yang kuat, amanah, memiliki kapabilitas dan berakhlak mulia. Ketiga kaidah tersebut sangat diperhatikan di dalam negara Islam. Karena, kekuasaan/jabatan hanyalah untuk menunaikan hak rakyat, sehingga menentukan pejabat yang memenuhi ketiga kaidah tadi merupakan langkah awal untuk menjalankan tugasnya sebagai pelayan dan pengurus rakyat.
Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, “Imam itu adalah penggembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakan)”. (HR. Imam Bukhari dan imam Ahmad)
Wallahu'alam bisshowwaab.[]