Minimalisme Bertentangan dengan Islam?

"Dampak negatif tersembunyi dari ide minimalis ini adalah pengaruhnya untuk menggeser hukum syara’ yang awalnya halal menjadi haram, yang tadinya mubah menjadi sunah atau bahkan menjadi wajib, bukan sekadar masalah konsumtif atau tidak konsumtif, tetapi tentang potensinya untuk menabrak dan mengubah syariat. Benarkah itu?"


(Oleh: Muthi Nidaul Fitriyah)

NarasiPost.Com-Gaya hidup minimalis sedang rama-ramainya diopinikan, ditularkan khususnya oleh para influecer, artis hijrah dan para selebgram, sebagai gaya hidup yang postif. Menata ulang barang-barang, tidak menumpuk-numpuk, tidak membeli bahkan mengeluarkan barang-barang yang tidak benar-benar dipakai dan dibutuhkan. Bukan tentang seberapa banyak, tapi seberapa besar kegunaan atas barang tersebut.

Memiliki kesan hidup sederhana, menghindarkan diri dari gaya hidup konsumtif dan boros, dengan asumsi untuk bisa lebih menyukuri apa yang dimiliki. Tapi, bukan kampanye gaya hidup miskin juga ya, sebab para penganutnya masih mungkin untuk membeli dan memiliki barang-barang mewah, barang-barang mahal jika memang menurut mereka manfaat dari barang tersebut benar-benar mereka butuhkan dan digunakan secara rutin.

Ada hal yang perlu kita pahami, bahwa minimalisme ini adalah sebuah isme, gerakan dan budaya (gaya hidup) yang pasti memiliki akar, landasan yang berangkat dari akidah tertentu. Sebagaimana halnya pluralisme (paham tentang semua agama sama), sekularisme (paham tentang memisahkan agama dari kehidupan), liberalisme (paham tentang kebebasan), feminisme (paham tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan), setiap konsep yang lahir di dalamnya tidak akan keluar dari landasan akidahnya. Untuk minimalisme ini memang terlihat ‘tidak terlalu salah kaprah’.

Pada awalnya minimalisme adalah aliran seni lukis dan pahat sejak tahun 1960-an. Cenderung pada pengurangan bentuk artistik atas dasar pertimbangan logika dan kesederhanaan. (wikipeda.org) Kemudian terus berkembang menjadi gaya hidup. Minimalisme juga muncul atas keresahan pada gaya hidup konsumtif yang diaruskan ideologi kapitalime hari ini. Minimalisme mulai populer di Amerika serikat setelah krisis ekonomi global di tahun 2008. Lebih dari 5,5 juta penduduk AS kehilangan pekerjaan dan rata-rata kepala keluarga (KK) kehilangan pemasukan hingga $5.800. Saat itu minimalisme banyak di praktikan sebagai cara untuk bertahan hidup. (imasndra.com, 7/4/2019)

Sebagai seorang muslim, tentu kita meyakini dan memahami bahwa Islam adalah satu-satunya aturan yang komprahensif dalam mengatur kehidupan. Untuk setiap permasalahan, Islam pasti punya solusinya.

Banyak pendapat dan upaya mencari relasi antara minimalisme dengan Islam. Ada yang menyebutkan sebenarnya minimalisme banyak beririsan dengan syariat Islam atau Islam memang dari jauh-jah hari sudah punya konsep minimalisme bahkan jauh lebih baik dari minimalisme itu sendiri, seperti zuhud dan qana'ah, namun terminologinya terkadang tidak modern sehingga tidak populer dan tidak mendapat perhatian khusus. Akhirnya sebagian dari umat Islam itu sampai pada kesimpulan boleh untuk menganut minimalisme.

Namun, jika tidak berhati-hati dan memahami akar dari berbagai pemikiran yang ada, kita akan cenderung mudah terpengaruh. Seperti misalnya, kita sering mendengar demokasi adalah bagian dari Islam sebab keduanya sama-sama memiliki unsur musyawarah. Pertanyaannya, benarkah sebagai seorang muslim boleh mengambil sistem demokrasi untuk megatur kehidupanya? Tentu saja jawabannya tidak, bahkan dengan menggali akar di balik demokrasi akan kita dapati pertentangan yang sangat kuat antara sistem politik Islam dan sistem politik demokrasi.

Dampak negatif tersembunyi dari ide minimalis ini adalah pengaruhnya untuk menggeser hukum syara’ yang awalnya halal menjadi haram, yang tadinya mubah menjadi sunah atau bahkan menjadi wajib, bukan sekadar masalah konsumtif atau tidak konsumtif, tetapi tentang potensinya untuk menabrak dan mengubah syariat. Sebab minimalisme ini dilandaskan pada asas kemanfaatan yang berhenti di asumsi masing-masing individu, yang sejatinya tidak memiliki nilai-nilai moral, rohani dan kemanusiaan kecuali nilai-nilai materi dan manfaat saja.

Pada faktanya para aktivis minimalisme muslim yang ada, umumnya tidak bergerak ke ranah kritik, dan tidak menampakan bahkan tidak mengajak pengikutnya untuk bersama-sama menolak sistem ekonomi kapitalisme yang sebenarnya menjadi akar budaya hidup konsumtif, liberalis, hedonis dan eksploitatif. Jadi keberadaan gerakan minimalisme ini tidak benar-benar mampu memberikan solusi besar untuk umat kecuali berhenti di individu aktivisnya saja.

Sebagai seorang muslim, apalagi jika ia adalah aktivis dakwah, maka kampanye kita itu adalah Islam. Hal pertama yang harus tertanam dalam benak adalah bangga dan percaya diri dengan Islam yang kita imani ini, tidak perlu khawatir dengan terminologi Islam yang tidak populer, justru inilah tantangan dakwah kita di tengah hegemoni sekularisme. Kita yakin Islam punya konsep-konsep yang jauh lebih keren dari konsep-konsep yang dimilki oleh peradaban asing hari ini. Hanya saja mungkin kitanya yang belum tahu atau belum benar-benar memaknainya, sehingga masih ada perasaan silau dengan konsep-konsep hidup yang ditawarkan asing.

Perubahan besar umat untuk keluar dari segala problematika hidup, baik skala individu atau negara, atau khususnya untuk keluar dari perilaku konsumtif, hidup boros, eksploitatif adalah dengan mengubah pradigma umat terlebih dahulu tentang kehidupan dengan pemahaman Islam kafah yang dikaji secara intensif, sehingga secara pemahaman (aqliyah) dan prilakunya (nafsiyah) berasaskan pada Islam dan akan terwujud sosok-sosok manusia yang berkepribadian Islam. Akhirnya mereka akan menjadikan halal-haram dan kesadaran bahwa apapun yang dilakukan, apapun yang dimilikinya selama hidup di dunia akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah, kemudian menjadikan rida Allah Swt sebagai satu-satunya pertimbangan dalam berpikir dan bertingkah laku.

Terkhusus hal-hal yang berkaitan dengan pemahaman, sebagai seorang muslim dilarang untuk mengambil pemahaman di luar pemahaman Islam. Sebaliknya jika dalam ranah sains dan teknologi misalnya, justru kita harus selalu update bahkan turut menciptakan dan manfaatkannya untuk kemudahan hidup dan kemajuan dakwah Islam.

Dalam setiap isme (pemahaman), kita tidak cukup berangkat dari definisi atau siapa aktivisnya, akan tetapi kita perlu menggali lebih dalam akar dan landasan di balik setiap isme-isme tersebut. Wallahu alam bi shawab.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Tes Wawasan Kebangsaan KPK, Siapa yang Diuntungkan?
Next
Wisuda Corona
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram