"Pandemi berumur panjang akibat solusi merujuk pada arahan Barat, berputar-putar pada masalah ekonomi yang sejatinya tak kunjung membaik. Segala kebijakan ekonomi bertumpu pada permintaan para pemegang kapital, hingga pada akhirnya rakyat lah satu-satunya pihak yang menjadi tumbal kekejaman sistem ini."
Oleh. Sarah Mulyani
NarasiPost.Com-Sudah setahun lebih pandemi Covid-19 berlangsung, termasuk di Indonesia. Lockdown sebagai solusi menangani wabah untuk memutus mata rantai penyebaran virus, sejak awal diabaikan begitu saja oleh pemerintah. Alih-alih bergerak cepat menangani wabah dengan cara yang efektif, yakni lockdown, pemerintah justru melakukan banyak hal yang katanya dalam upaya menangani wabah ini. Sektor ekonomi menjadi satu-satunya fokus pemerintah dalam menangani wabah ini, tidak melakukan lockdown karena dikhawatirkan perekonomian akan terpuruk. Padahal jauh sebelum wabah pun ekonomi Indonesia tidak ada pada titik baik-baik saja.
Sektor ekonomi selalu menjadi pertimbangan pemerintah dalam memberlakukan kebijakan, seperti halnya baru-baru ini, mengemuka wacana pemerintah akan mewajibkan 25 persen aparatur negeri sipil (ASN) di tujuh kementrian/lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk bekerja dari Bali (work from Bali/WFB). Hal ini rencananya akan direalisasikan pada kuartal III 2021.
Kepala Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Vinsensius Jemadu mengatakan, kuota ASN yang diwajibkan untuk bekerja di Bali akan mempertimbangkan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Lalu, kebijakan ini juga akan mempertimbangkan aturan Work From Office (WFO) bagi ASN yang hanya 50 persen. (www.cnnindonesia.com)
Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves, Odo R.M. Manuhutu, mengungkapkan kondisi perekonomian Bali yang masih tertekan menjadi salah satu alasan utama menggulirkan rencana Work From Bali. Program ini akan diimplementasikan di Kemenko Marves yang dipimpin oleh Luhut Binsar Pandjaitan dan kementerian di bawah koordinasinya. (www.liputan6.com)
Permasalahan ekonomi yang kian sulit adalah salah satu dampak adanya wabah virus Covid-19. Apabila hendak memulihkannya, maka tidak cukup hanya menyorot sektor ekonomi saja, melainkan harus menuntaskan terlebih dahulu penanganan wabah. Seperti halnya atap rumah bocor, maka tidak akan selesai hanya dengan mengepel lantai yang terkena tetesan air akibat atap bocor, lantai akan berhenti terkena tetesan air apabila atap diperbaiki terlebih dahulu.
Kebijakan WFB dinilai tidak efektif menyentuh akar permasalahan, seperti disampaikan peneliti INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara, kebijakan itu tak akan berdampak signifikan untuk mendorong pemulihan ekonomi di Bali. (cnnindonesia.com, 23/5/2021)
Pasalnya, ekonomi Bali bergantung pada kunjungan wisatawan mancanegara yang kini menurun, tercantum jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali pada Januari 2020 sebanyak 536.611 orang, namun hanya 9 orang saja pada April 2021. (data dari bali.bps.go.id)
Sudah sangat jelas dari data tersebut menunjukkan penurunan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali melebihi minus 100 persen, hal ini tentu sangat berdampak pada kondisi perekonomian di Bali. Bergantungnya ekonomi Bali pada kunjungan wisatawan mancanegara tidak dapat digantikan oleh 25% ASN dari tujuh Kementrian yang bekerja di Bali. Karena solusi efektif permasalahan ekonomi Bali khususnya dan ekonomi Indonesia umumnya adalah dengan penanganan tuntas Covid-19 terlebih dahulu, sehingga langkah-langkah selanjutnya untuk menyelesaikan sektor-sektor lain yang terdampak Covid-19 bisa lebih mudah.
Kebijakan ini, selain dinilai tidak menyentuh akar permasalahan, juga dinilai boros APBN dan berpotensi besar penularan Covid-19. Wacana pemerintah untuk mengirimkan 25 persen ASN bekerja di Bali dinilai tidak akan efektif. Alih-alih menguntungkan dan memulihkan pariwisata Bali, rencana itu justru dinilai akan lebih memboroskan anggaran.
"Ketika membuat kebijakan, ada teori cost dan benefit. Ini biaya dan risikonya besar, karena perkara kesehatan," ujar pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (22/5).
Trubus juga mengungkapkan, negara memiliki banyak kebutuhan yang seharusnya diutamakan ketimbang memberangkatkan ASN ke Bali menggunakan anggaran.
Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmidzi, mengatakan bahwa vaksinasi bukan jaminan aman. Vaksin Sinovac misalnya, hanya memberikan kekebalan sekitar 60-70 % saja. Artinya, seseorang yang sudah divaksin masih bisa tertular covid-19, sekaligus menjadi spreader (penyebar). (senayan.post.com, 5/5/2021)
Mengingat acara pemerintah setidaknya dilaksanakan di hotel bintang tiga ke atas, sementara hotel yang didominasi UMKM adalah hotel yang tidak berbintang. Selain itu, hotel yang rencananya bekerjasama dengan pemerintah untuk penyediaan akomodasi dan fasilitas adalah hotel yang berada di kawasan The Nusa Dua mayoritas dikuasai pengusaha asing.
Jika wacana ini benar-benar terlaksana, maka omong kosong saja bila disebutkan untuk memulihkan perekonomian masyarakat Bali. APBN yang digelontorkan akhirnya hanya mengalir pada kantong-kantong pengusaha asing, masyarakat Bali yang notabene hanya sebagai pekerja hanya akan menerima tetesan kecil saja. Itu artinya, pendapatan negara yang sebagian besar bersumber dari pajak yang dipungut dari masyarakat, akhirnya digunakan untuk ‘menafkahi’ korporasi dan rakyat hanya bisa gigit jari.
Inilah akibat diabaikannya hukum Allah Swt., akibat pengurusan tata kelola negara dilimpahkan pada aturan buatan manusia. Kekacauan, kerusakan, dan ketidakadilan akan terus terjadi.
Pandemi berumur panjang akibat solusi merujuk pada arahan Barat, berputar-putar pada masalah ekonomi yang sejatinya tak kunjung membaik. Segala kebijakan ekonomi bertumpu pada permintaan para pemegang kapital, hingga pada akhirnya rakyat lah satu-satunya pihak yang menjadi tumbal kekejaman sistem ini. Permasalahan pandemi, ekonomi, pendidikan, sosial, dan lainnya hanya akan tuntas apabila solusi dikembalikan pada pandangan Islam. Solusi yang sesuai dengan fitrah manusia karena bersumber dari Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur. Solusi-solusi yang ditawarkan Islam tidak akan mampu diterapkan pada sistem demokrasi, hanya dengan sistem Islam pulalah solusi-solusi tersebut dapat ditunaikan.
Oleh karena itu, tidak ada jalan lain bagi kita semua apabila mengharapkan keberkahan hidup dan jalan keluar tuntas dari segala permasalahan ini adalah kembali pada aturan Islam yang diterapkan di bawah institusi negara yang disebut dengan Khilafah. wallahu’alam[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]