"Haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349)
Oleh: Rita Handayani
(Opinion Maker dan Pemerhati Publik)
NarasiPost.Com-Rela menjual tanah demi bisa menyentuh tanah suci, seorang jemaah haji berusia senja, 75 tahun bernama Aniyah kembali harus menelan pil pahit kekecewaan. Karena mimpinya untuk naik haji kembali gagal setelah pemerintah RI memutuskan untuk membatalkan pemberangkatan haji tahun ini. Anaknya (Muhammad Gazali Salim, 34 tahun) yang juga masuk dalam antrean sejak tahun 2013 mengatakan, "Naik haji adalah hal yang ditunggu-tunggu Ibu, sekarang Ibu mulai kurang sehat karena usia semakin tua." (bbc.com, 3/6/2021)
Rasa kecewa Aniyah dan Gazali adalah satu ungkapan psikologis dari ratusan ribu jemaah yang gagal beribadah haji tahun ini. Akibat dari ketetapan pemerintah melalui Kemenag, yang menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji, pada Pemberangkatan Ibadah Haji 1442 H/2021 M. (cnbcindonesia.com, 6/6/2021)
Alasan dari keputusan tersebut, adalah pertama, pandemi Covid-19 yang dapat mengancam keselamatan, kesehatan, dan keamanan jemaah haji. Kedua, Indonesia belum diundang Kerajaan Arab Saudi, untuk menandatangani nota kesepahaman persiapan penyelenggaraan ibadah haji 2021. Ketiga, pemerintah Indonesia memerlukan waktu untuk melakukan persiapan pelayanan jemaah haji. Keempat, keputusan ini hasil dari diskusi dengan berbagai pihak salah satunya komisi VIII DPR RI.
Dari ketetapan kebijakan dan alasan yang dipaparkan. Wajar akhirnya berkembang banyak spekulasi negatif ditujukan kepada pemerintah Indonesia. Baik dari masyarakat umum sampai para ahli. Mulai dari spekulasi dana hingga ketidakseriusan negara melobi Saudi Arabia. Salah satunya pengamat haji, Dadi Darmaji menyatakan "kok, sesuatu yang penting bagi umat Islam tidak diperjuangkan sampai akhir? padahal masih ada peluang Indonesia dapat kuota karena Saudi belum memutuskan. Sedangkan Indonesia sebagai negara yang jumlah kaum muslimnya terbesar di dunia dan mendapatkan kuota haji paling banyak. Memiliki posisi tawar untuk memperjuangkan kuota tersebut." (bbc.com, 3/6/2021)
Sementara itu, persiapan para jemaah haji yang akan diberangkatkan tahun ini sudah final. Mereka sudah siap berangkat. Seperti yang disampaikan salah satu penyelenggara haji di Situbondo, yang rencananya akan memberangkatkan 648 CJH (Calon Jemaah Haji). Selain itu juga, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengatakan bahwa dana haji siap turun untuk kegiatan jemaah haji di tanah haram Makkah-Madinah.
Ini menjelaskan bahwa kesiapan pemberangkatan haji sudah tercapai di atas 50 persen. Hanya tinggal pihak pemerintah harus gesit dalam penyiapan keberangkatannya. Dan terkait isu pandemi itu sudah menjadi tanggung jawab Saudi Arab untuk menanganinya. Lantas apa sebabnya pemerintah Indonesia tidak berupaya maksimal dalam melobi pihak Arab Saudi agar Indonesia mendapatkan kuota jemaah haji? padahal ini akan berdampak antrean ibadah haji semakin panjang.
Perpaduan Hak dan Batil dalam Sekularisme
Dalam tayangan video youtube Helmi Yahya Bicara. Anggota Dewan Pengawas BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji), Dr. Muhammad Akhyar Adnan, MBA, CA, Ak menyampaikan "sampai saat ini sudah ada 5.011.597 orang yang mengantre untuk berangkat ke tanah suci dengan pertambahan 1.302 orang yang mendaftar setiap harinya. Dan ada sekitar 151 triliun dana yang dikelola oleh BPKH saat ini, dengan memasukkan ke bank-bank syariah dan diinvestasikan dengan investasi syariah." Paparnya.
"Hasil pengembangan dana iuran haji yang dikelola oleh BPKH itu dikembalikan lagi kepada para jemaah haji dalam bentuk subsidi Ongkos Naik Haji (ONH). Di mana jika tidak disubsidi jemaah haji harus membayar 70 juta untuk bisa menunaikan Ibadah haji. Setelah disubsidi jemaah hanya mengeluarkan 35 juta untuk bisa berangkat haji." Tambahnya. (Sumber: youtube.com/c/HelmyYahyaBicara)
Ibadah haji merupakan aktivitas ibadah puncak dalam Islam. Syariat Islam menyatakan haji hanya wajib dilakukan sekali seumur hidup. Dan menjadi pembuka pintu surga sebagaimana Rasulullah Saw bersabda: "Haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349)
Tentu ibadah haji menjadi mimpi besar bagi muslim yang jauh jaraknya dari tanah haram Makkah-Madinah, seperti halnya Indonesia. Sehingga, muslim Indonesia menjadi begitu semangat dan komitmen untuk bisa meraih ibadah haji ini. Namun sayangnya hal tersebut tidak diimbangi dengan periayahan negara demokrasi yang sekuler kapitalistik dengan baik. Seperti halnya saat ini dua tahun tidak memberangkatkan jemaah haji sangat membahayakan syiar Islam. Padahal ibadah haji yang merupakan syiar Allah ini wajib ditegakkan, tidak hanya oleh individu namun juga oleh negara.
Demikan juga negara tidak sepatutnya melakukan pelanggaran syariat. Meskipun dengan alasan demi menutupi kebutuhan penyelenggaraan haji yang katanya berbiaya tinggi. Dengan cara mensubsidi ONH (Ongkos Naik Haji), dari hasil pengembangan setoran para jemaah haji, yang disimpan di bank-bank syariah dan berbagai investasi syariah. Karena, meskipun labelnya syariah, namun tetap berpusat pada konvensional yang ribawi. Ini menjadi kerancuan dan pencampuradukan antara hak dan kebatilan. Membuat Haji mabrur seolah menjadi mimpi di negeri demokrasi. Akibat dari sekularisme yang melandasi, yakni memisahkan syariat Islam dari regulasi negara dan kehidupan.
Juga ketidakbolehan dalam mengembangkan dana setoran haji adalah karena akad antara jemaah dan pemerintah adalah titipan dana haji, yang dalam hukum Islam barang titipan itu haram untuk dikelola atau dikembangkan. Kalau pun mau untuk dikelola harus diganti akadnya, menjadi mudharabah.
Namun demikianlah ketidakjelasan dan kerusakan dalam sistem kapitalisme telah memberikan pengaruh besar bagi kehidupan negeri ini. Segala sesuatu dianggap baik jika menghasilkan keuntungan materi. Sehingga setiap celah kesempatan diupayakan agar berdaya secara ekonomi, hingga ke ranah dana-dana dalam Ibadah salah satunya dana haji ini.
Solusi Haji di Negeri Islami
Peraihan predikat haji mabrur bagi para jemaah haji tentu menjadi tanggung jawab bersama antara individu muslim dan negara. Karena negara menjadi penanggungjawab atas kebutuhan umat, termasuk dalam permasalahan ibadah. Ini mengharuskan segala bentuk regulasi terkait haji tidak boleh melanggar aturan syariat. Dan itu hanya bisa dilakukan di bawah negara yang tunduk terhadap hukum Allah Swt. Yakni negara yang menerapkan hukum Islam secara kafah.
Negara yang berpedoman pada hukum Islam, mempunyai mekanisme dalam memecahkan masalah terkait pengaturan. Yakin, dengan cara sistem yang sederhana, eksekusi yang cepat, dan ditangani oleh orang yang profesional. Sehingga kebijakan yang akan ditetapkan negara adalah:
Pertama. Mendirikan departemen khusus yang mengurusi haji dan umrah dari pusat hingga daerah. Departemen ini yang akan mengurusi terkait pendaftaran, bimbingan, pemberangkatan, pelaksanaan, hingga pemulangannya kembali ke daerah asal.
Kedua. Penetapan Ongkos Naik Haji (ONH) yang disesuaikan dengan kebutuhan jemaah haji sesuai dengan jaraknya terhadap tanah haram Makkah dan Madinah.
ONH ini bukan berdasarkan untung rugi. Apalagi untuk bisnis, investasi dan sejenisnya. Karena paradigma yang harus tertanam adalah negara sebagai pengurus urusan umat. Sehingga negara akan memudahkan umat untuk melaksanakan ibadah haji. Misalnya dengan meringankan biaya haji, sehingga jemaah yang sudah membayar tidak perlu menunggu lama. Juga, tidak diperlukan pengembangan dana haji. Apalagi dengan cara pelanggaran syariat, meski dengan tujuan untuk mensubsidi ongkos naik haji.
Ketiga. Tidak adanya visa haji dan umrah dalam negara kesatuan Islam kecuali muslim yang tinggal di negara kafir. Kesulitan dalam birokrasi saat ini, salah satunya adalah akibat dari negeri-negeri kaum muslim yang tersekat-sekat oleh nasionalisme.
Keempat. Pengaturan kuota haji. Ini bisa disandarkan terhadap dalil bahwa haji hanya sekali seumur hidup sehingga bisa diprioritaskan bagi yang belum berhaji untuk lebih didahulukan. Dan dalil haji bagi yang mampu, sehingga bagi yang belum mampu tidak memaksakan diri. Ini akan menjadikan antrean pemberangkatan haji tidak sampai puluhan tahun.
Kelima. Tidak diperbolehkan membangun infrastruktur Makkah-Madinah sampai menghilangkan situs-situs bersejarah. Karena dengan situs-situs tersebut bisa membangkitkan memory bagi jemaah haji dalam metafakuri perjuangan Nabi membangun peradaban Islam hingga meningkatkan motivasi dalam berislam.
Demikianlah yang pernah dilakukan oleh para khalifah. Seperti pada masa Khalifah Sultan Abdul Hamid II, untuk mengangkut jemaah haji. Membangun sarana transportasi massal dari Istanbul, Damaskus, hingga Madinah. Sehingga jemaah haji dari berbagai pelosok dapat dengan mudah melaksanakan ibadah haji.
Juga Khalifah Harun ar-Rasyid, yang membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah—Madinah). Di setiap titiknya, dibangun pos pelayanan umum untuk penyediaan logistik, termasuk di dalamnya penyaluran dana zakat bagi yang kehabisan bekal.
Itulah segenap upaya serius yang dilakukan negara dan pemimpin yang tunduk pada aturan penciptanya. Mereka bersungguh-sungguh dalam mengatur urusan rakyatnya hingga ke taraf individu dan ibadah.
Maka, ketahuilah wahai kaum muslimin. Terjadinya polemik dalam kepengurusan dan pemberangkatan haji saat ini. Adalah risiko dari pengelolaan berpola sekuler. Yang tidak pernah serius dalam mengurusi urusan umat apalagi permasalahan ibadah.
Sungguh, kaum Muslim akan bisa beribadah dengan tenang, aman, dan nyaman. Termasuk kemudahan dalam ibadah haji dan peraihan haji mabrur, jika seluruh komponen kehidupan kita diatur oleh hukum syariah yang hanya bisa diterapkan dalam konstitusi khilafah.
Wallahu a'lam bishshawab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]