Perlu sikap hati-hati dan mewaspadai agenda kalangan sekuler dan feminis yang ingin menghapus sisa-sisa hukum Islam dengan dalih pembelaan hak-hak perempuan melalui jalur legislasi.
Oleh. Isty Da'iyah
NarasiPost.Com-Allah Swt. telah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah(2) ayat 187 yang artinya : "Mereka (para istri) adalah pakaian bagi kalian (para suami), dan kalian adalah pakaian bagi mereka."
Dari arti ayat di atas, kita bisa membayangkan jika suami istri adalah bagaikan pakaian, berarti hubungan mereka sangat dekat, tak berbatas, seperti pakaian yang melindungi tubuh. Dan sebagaimana fungsi pakaian adalah menjaga aib dan melindungi tubuh. Begitu pulalah fungsi dari ikatan antara suami dan istri. Namun saat ini, ayat yang sudah disebutkan di atas seakan tidak berlaku bagi orang-orang tertentu.
Karena RUU KUHP kembali menjadi pembicaraan di tengah-tengah publik atas perluasan definisi perkosaan, salah satunya perkosaan suami terhadap istrinya. Istri bisa melaporkan suaminya jika suami melakukan tindakan yang dituduhkan.
Seperti dilansir dari detikNews.com (14/6/21) yang mewartakan bahwa perkosaan dalam perkawinan atau marital rape sudah masuk dalam UU no 23 tahun 2004, tentang masalah penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yang dirumuskan dalam pasal 479 RKUHP. Dalam pasal 479 RKUHP dijelaskan bahwa pelaku pemerkosaan dalam rumah tangga dapat dihukum pidana penjara maksimal 12 tahun. (CNNIndonesia 18/06/21)
Menurut Komnas perempuan, Theresia Iswarini, laporan terkait pemerkosaan terhadap istri selama tahun 2020 ada sekitar 100 kasus, dan tahun 2019 ada 192 kasus yang dilaporkan. Jika ada keberanian melaporkan kasus perkosaan dalam perkawinan, itu merupakan kesadaran dari korban bahwa ada pemaksaan hubungan badan di dalam perkawinannya dan perlu ditindaklanjuti. (detik.News.com, 14/06/21)
Secara terpisah, Wakil Komnas Perempuan berpendapat bahwa marital rape itu ada dalam kehidupan rumah tangga, namun masyarakat tidak paham tentang konsep ini, karena pengaruh budaya dan hukum perkawinan di Indonesia, yang menganggap suami sebagai pencari nafkah dan istri sebagai seorang yang harus melayani suami termasuk dalam hal berhubungan badan. (CNNIndonesia 18/6/21).
Perlindungan untuk Siapa?
Adalah fakta, jika kekerasan rumah tangga semakin meningkat kasusnya, hal itu bisa disebabkan karena banyak faktor, di antaranya adalah faktor ekonomi dan faktor pendidikan suami istri dalam rumah tangga tersebut. Selain itu, bisa juga terjadi karena peran negara dalam memenuhi tanggung jawabnya atas ketersediaan lapangan kerja belum bisa terlaksana.
Terlebih keadaan saat ini, beban dan tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga semakin berat, yang membuat orang akan mudah stress dan tersulut emosi. Ruhiyah yang kering juga menjadi faktor utamanya.
Ditambah dengan keadaan masyarakat yang semakin individualis menambah semakin lemahnya kontrol masyarakat terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.
Namun alasan ini, tidak lantas menjadi pembenaran untuk melegalisasi suatu undang-undang yang justru akan menimbulkan kontradiksi di tengah masyarakat.
Marital rape, istilah yang terus digaungkan kalangan sekuler dan feminisme untuk menyerang hukum-hukum Islam, tentang hak dan kewajiban suami istri dan melemahkan lembaga perkawinan Islam. Mereka menganggap kekerasan seksual terjadi karena ketimpangan relasi kuasa. Tuduhan ini hampir selalu mengarah pada syariat Islam yang mereka anggap menomorsatukan laki-laki.
Konsep marital rape sendiri adalah produk pemikiran feminisme yang lahir dari sistem sekularisme liberalisme, yakni suatu pemahaman yang memisahkan agama dari segala lini kehidupan dan menganut sistem kebebasan dalam segala hal. Hal ini harus diwaspadai karena pemikiran-pemikiran ini berasal dari pemikiran asing yang diadopsi oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan pegiat hak asasi manusia.
Paham ini tidak pernah lelah menyerang syariat Islam dengan tuduhan membelenggu kebebasan perempuan, dan seolah-olah menjadikan perempuan sebagai pihak yang tertindas. Sehingga mereka beranggapan perlunya sebuah undang-undang untuk melindungi kaum perempuan dalam sebuah rumah tangga. Padahal dalam fiqh Islam, tidak pernah dikenal istilah perkosaan dalam perkawinan atau marital rape.
Bila RKUHP ini dianggap sebagai pencegahan dan pemenuhan hak korban, hingga pemulihannya, maka akan mustahil bisa berhasil. Karena pemerkosaan adalah istilah yang tidak bisa diterapkan dalam kasus kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga, tersebab fakta dan solusi hukumnya berbeda. Perlu sikap hati-hati dan mewaspadai agenda kalangan sekuler dan feminis yang ingin menghapus sisa-sisa hukum Islam dengan dalih pembelaan hak-hak perempuan melalui jalur legislasi.
Padahal kemalangan yang menimpa perempuan dan masalah yang menyertainya justru timbul karena tipu daya feminisme dan kesetaraan gender yang mereka usung. Solusi yang mereka tawarkan justru semakin menambah berat beban perempuan.
Seandainya istri mengadukan suaminya, sehingga suaminya akhirnya dipenjara selama 12 tahun, siapa yang akan memberi nafkah kepada keluarga dan anak-anak mereka, lagi-lagi istri yang harus banting tulang sendiri. Apakah ini solusi?
Dengan dalih kekerasan dalam rumah tangga yang terus meningkat, apakah melegalisasi undang-undang ini bisa menjadi solusi? Alih-alih solusi yang yang di dapatkan justru hal ini akan menambah beban bagi perempuan.
Dengan Syariat Islam Keluarga Bahagia
Allah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling melengkapi, saling bekerja sama agar tercipta suasana yang menenangkan di antara mereka. Hal ini termaktub dalam Al-Quran surat Ar-Ruum/30 ayat 21 yang artinya:"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran-Nya), Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. "
Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur segala urusan manusia agar bisa selamat dunia dan akhiratnya. Islam menempatkan pernikahan sebagai sesuatu yang agung dan mulia. Menikah adalah ibadah yang ditandai dengan sebuah akad. Di dalam Al-Quran disebut sebagai perjanjian yang berat (Mitsaqan Ghalizhan). Seperti yang termaktub dalam Al-Quran surat an-Nisa/4 ayat :21 yang berbunyi :"Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. "
Islam telah mengatur hak dan kewajiban antara suami dan istri, syariat Islam mewajibkan suami berbuat baik kepada istrinya. Hal ini akan mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Seperti yang terdapat dalam surat an-Nissa/4 ayat 19 yang artinya :" …dan bergaullah dengan mereka secara baik (makruf)."
Dalam sebuah kitab yang berjudul An-Nidzaam Al-ijtimaa'iyi fi al Islam, yang ditulis oleh Syekh Taqiyudin an-Nabhani menjelaskan bahwa, pergaulan di antara suami istri adalah pergaulan persahabatan. Oleh sebab itu, istri punya hak dan kewajiban yang sama dengan suami dalam konteks hubungan suami istri. Hal ini juga termaktub dalam Al-Quran surat al-Baqarah/2 ayat 228 yang artinya : "Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. "
Demikianlah Islam mempunyai hukum dan aturan yang jelas dalam membina kehidupan berumah tangga. Islam dengan aturan yang terperinci dan sempurna akan mengantarkan pada kebahagian bagi setiap manusia yang mau menerapkannya. Kekerasan dalam rumah tangga tidak akan terjadi ketika landasan rumah tangga berdasarkan Islam. Yang tidak kalah penting adalah peran negara dalam melindungi rumah tangga bisa berjalan dalam tatanan syariat Islam. Supaya suami istri bisa menjalankan perannya masing-masing dengan baik, sesuai dengan tuntunan syariah. Negara bertanggung jawab atas kehidupan suami istri dengan menyediakan fasilitas yang bisa mengantarkannya kepada ketaatan.
Sehingga solusinya bukan dengan menghapus hukum-hukum Islam, tapi justru dengan menjadikan Islam sebagai landasan berkeluarga dan bernegara. Penerapan Islam dalam rumah tangga dan negara dipastikan akan mencegah segala bentuk kekerasan, baik di dalam rumah tangga maupun di luar rumah tangga. Karena semua interaksi yang berbasis hukum syara akan memberi rasa aman untuk semua. Dalam keluarga akan tegak mu'asyarah bil ma'ruf, dengan jaminan sistem yang dikokohkan oleh negara. Jadi, umat tidak perlu undang-undang buatan manusia yang justru akan menjerumuskannya. Oleh sebab itu, sudah saatnya umat menyadari betapa pentingnya penerapan Islam secara kafah dalam segala lini kehidupan, agar terwujud kehidupan berumah tangga, bermasyarakat dan bernegara yang diridai Allah Swt. Sebuah sistem yang keberadaanya bisa mendatangkan rahmat ke seluruh alam.
Wallahu'alam bishawab.[]
photo : google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]