"Harusnya pemerintah belajar dari kegagalan berangkat ibadah haji tahun 2020 akibat pandemin Covid-19 sehingga tidak ada lagi kegagalan berangkat ibadah haji tahun 2021.
Oleh: NS. Rahayu
(Pengamat Masalah Sosial)
NarasiPost.Com-“Dan kewajiban manusia kepada Allah yaitu melaksanakan haji ke Baitullah, bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.” (TQS. Al Imran : 97)
Ibadah haji adalah salah satu perintah yang diwajibkan Allah Swt kepada umat muslim. Namun perintah ini memiliki kekhususan, karena kewajiban ini hanya diperuntukan bagi orang yang mampu.
Mampu dalam hal ini bukan berarti hanya untuk orang kaya saja, bisa jadi secara materi kaya, tapi ternyata secara fisik atau mental tidak mampu. Di sisi lain ternyata ada seorang tukang becak karena keuletannya dan tekad kuat untuk melaksanakan kewajibannya justru bisa menunaikan ibadah haji.
Perintah wajib melakukan haji merupakan bagian keimanan dalam menaati aturan Allah Swt. Dorongan keimanan ini telah membuat umat muslim di seluruh belahan dunia berbondong-bondong menyambut seruan-Nya dengan kerinduan yang menggebu, sehingga rela menunggu waiting list dalam waktu yang lama.
Namun kembali lagi terjadi, kekecewaan peserta haji yang kembali tidak bisa berangkat haji di tahun 2021. Penyelenggaraan keberangkatan haji tahun 2021 resmi dibatalkan. Keputusan pembatalan ibadah haji 2021 ini dituangkan dalam Keputusan Menag No 660 Tahun 2021. Keputusan ini merupakan keputusan final setelah mempertimbangkan keselamatan haji dan mencermati aspek teknis persiapan dan kebijakan otoritas Arab Saudi. (Detik.com (5/6/2021).
Bahkan dalam rapat kerja sama persidangan kelima tahun sidang 2020/2021 pada 2 Juni 2021, komisi VIII DPR RI juga telah memberi dukungannya dengan alasan menghormati keputusan pemerintah terkait pembatalan ibadah haji tahun 2021.
Keputusan pembatalan haji ini telah menuai kontroversi di tengah masyarakat. Ragam isu negatif bergulir bak bola api yang jika dibiarkan bisa merambah ke mana-mana. Jadi memang sebaiknya masyarakat mempertanyakan secara legal kepastian keberangkatan mereka.
Mempertanyakan Tanggung Jawab Negara
Jelas pembatalan haji ini telah membuat kecewa masyarakat, khususnya mereka yang telah mengupayakan pendanaan, mempersiapkan fisik dan mental agar bisa segera menunaikan perintah Allah Swt untuk berhaji.
Apalagi di tahun 2020 ibadah haji juga telah dibatalkan, penantian dan harap masyarakat bisa berangkat tahun ini sangat besar. Sehingga hal yang wajar jika masyarakat mempertanyakan tanggung jawab penuh negara dalam memfasilitasi kewajiban agama setiap orang. Karena semua masih bisa diupayakan agar tetap bisa memberangkatkan para calon peserta haji.
Pengalaman tahun sebelumnya bisa dijadikan pelajaran atas kendala-kendala batalnya ibadah haji dan antisipasi yang seharusnya diambil pemerintah agar tidak terulang lagi di tahun 2021. Dan ironisnya ternyata waiting list ibadah haji yang mengular hingga di atas tahun 2060 (data Kemenag.go.id), harus mengubur hasrat menunaikan keimanannya di tahun 2021 ini.
Ketika Islam Menangani Jemaah Haji
Dalam sistem Islam negara akan sepenuhnya mengurusi kebutuhan seluruh rakyatnya. Termasuk akan menjaga betul pelaksanaan syariat Islam tiap warga negaranya. Apalagi ibadah haji adalah bagian dari rukun Islam, tentu akan menjadi prioritas yang akan dijaga oleh negara dalam pelaksanannya.
Ketika ada kendala terkait pemberangkatan jemaah haji, negara akan berusaha menghilangkan kendala yang ada tersebut. Pemenuhan ini wajib dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab kepemimpinan terhadap rakyatnya.
Dalam Islam tanggung jawab mengurusi hajat hidup rakyat adalah amanah dan kewajian besar, baik pemenuhan dari pangan, sandang, papan, dan termasuk keperluan haji. Karena keimannya menuntunnya bahwa kelak amanahnya akan dihisab oleh Allah Swt di hari kiamat.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Imam adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Pada masa negara Khilafah Islamiah, khilafah membentuk departemen khusus yang menangani ibadah haji dan segala keperluan yang dibutuhkan, bahkan membangun sarana prasarana transportasi, baik melalui jalur darat, laut, dan udara. Semua dilakukan agar sempurna kewajiban haji warga negaranya.
Pada masa Khalifah Sultan Abdul Hamid II, pernah dibangun sarana transportasi massal dari Istanbul hingga Madinah sebagai tranportasi termudah bagi jemaah haji.
Bagi warna negara khilafah tidak ada visa haji, sehingga seluruh jemaah haji dari berbagai negeri muslim dalam wilayah pemerintahan Islam bisa keluar masuk Makkah-Madinah tanpa keribetan visa.
Kebutuhan visa hanya dipergunakan bagi warga negara kafir hukman yaitu negara yang terikat perjanjian dengan khilafah dan kafir harbi fi’lan yaitu negara yang terang-terangan memusuhi khilafah.
Khilafah lebih memprioritaskan jemaah yang memang sudah memenuhi syarat dan mampu untuk berhaji dan umrah.
Dalam pengaturan yang rapi dan di bawah tanggung jawab negara, selama kurun waktu kekhilafahan, ibadah haji dapat terlaksana setiap tahunnya. Wallahua'lam bisawab[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]