"Kasus Pinangki membuktikan betapa lemahnya sanksi hukum dalam sistem kapitalis. Hal inilah penyebab sulitnya memberantas korupsi. Pemberantasan korupsi hanya slogan semata.Hukum dipermainkan. Tajam ke bawah dan tumpul ke atas."
Oleh. Etti Budiyanti
(Member AMK dan Komunitas Muslimah Rindu Jannah)
NarasiPost.Com-Karut-marut penegakkan hukum di negeri ini sungguh memprihatinkan. Seiring pandemi yang tak tahu kapan berakhir, begitu pun kasus-kasus korupsi di negeri ini. Tak ada tanda sedikit pun akan berakhir. Semua akibat hukuman yang tidak memberi efek jera. Kasus Jaksa Pinangki contohnya.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) telah memutuskan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta bagi Jaksa Pinangki. Hal itu karena Jaksa Pinangki telah terbukti melakukan 3 tindak pidana, yaitu :
Pertama, menerima uang suap 500.000 dolar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra terkait kepengurusan fatwa di MA, yang merupakan upaya agar terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali ini dapat kembali ke Indonesia, tanpa harus menjalani hukuman 2 tahun.
Kedua, terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total 375.229 dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp5,25 miliar.
Ketiga, Jaksa Pinangki dinyatakan terbukti melakukan permufakatan jahat bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking untuk menjanjikan uang 10 juta dolar Amerika Serikat kepada pejabat Kejagung dan MA demi mendapatkan fatwa.
Melihat kasus yang dilakukan Jaksa Pinangki amat berat, hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp600 juta tidaklah sebanding. Tapi, alih-alih memperberat hukuman, Pengadilan Negeri Jakarta justru memberi diskon vonis. Jaksa Pinangki hanya mendapatkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Sungguh menyakitkan. Keadilan hukum benar-benar tercederai. Kasus ini benar-benar mengindikasikan kuatnya mafia peradilan di Indonesia.
Diskon vonis ini menurut hakim yang memutuskan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta karena Jaksa Pinangki telah mengakui kesalahannya dan bersedia dipecat sebagai jaksa. Selain itu karena dia adalah seorang ibu dan memiliki balita 4 tahun. Apakah hakim lupa kalau semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum, tanpa memandang apakah laki-laki atau perempuan? Keputusan hakim ini sungguh membuktikan betapa lemahnya sanksi hukum dalam sistem kapitalis. Hal inilah penyebab sulitnya memberantas korupsi. Pemberantasan korupsi hanya slogan semata.
Kapitalis Sistem Bobrok
Tak dapat dipungkiri, akibat penerapan sistem kapitalis, manusia tidak mau diatur dengan hukum dari Allah Swt, banyak kemudaratan yang dialami negeri ini. Karut-marut penegakkan hukum semakin menyadarkan bahwa sistem politik dan hukum sekuler kapitalis nyata-nyata gagal mewujudkan kemaslahatan. Akibat manusia diberi hak membuat hukum, maka hukum justru dijadikan alat demi kepentingan kelompok penguasa. Sungguh, sistem hukum buatan manusia mengandung banyak kelemahan serta rentan dipermainkan. Tak bisa diharapkan bisa mencegah kejahatan apalagi menciptakan rasa keadilan.
Penegakkan Hukum dalam Sistem Islam
Islam menjamin keberhasilan penegakkan hukum apabila terlaksananya 6 aturan yaitu:
- Semua produk hukum harus bersumber dari wahyu.
Seluruh konstitusi dan perundang-undangan yang diberlakukan harus bersumber dari wahyu. Hal ini karena netralitas hukum hanya bisa diwujudkan tatkala penetapan hukum tidak berada di tangan manusia, tetapi di tangan Allah Swt.
Dalam sistem Islam, sekuat apapun upaya mengintervensi hukum pasti gagal karena hukum Allah Swt. selamanya tidak akan dapat berubah dan diubah. Khalifah dan aparat negara hanya diberi hak berijtihad dan bertugas menjalankan hukum, serta tidak berwenang membuat atau mengubah hukum.
- Kesetaraan di depan hukum. Di mata hukum Islam, semua orang memiliki kedudukan yang sama, baik ia muslim, nonmuslim, pria maupun wanita. Tidak ada diskriminasi, kekebalan hukum, atau hak istimewa. Hukuman bagi pelaku tindak kriminal (jarimah) sesuai dengan jenis pelanggarannya. Bisa ringan, bisa berat hingga hukuman mati. Dikisahkan dalam sebuah riwayat sahih, ada seorang wanita bangsawan Makhzum melakukan pencurian. Para pembesar mereka kemudian memohon Usamah bin Zaid untuk membujuk Rasulullah Saw. guna memperingan hukuman. Rasulullah Saw. murka dan bersabda:
"Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah tatkala ada orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan; jika orang lemah yang mencuri, mereka menegakkan had atas dirinya. Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya." (HR. al-Bukhari) - Mekanisme pengadilan dalam sistem Islam yang efektif dan efisien
Ini bisa dilihat dari:
Pertama, keputusan hakim di majelis pengadilan bersifat mengikat dan tidak bisa dianulir oleh keputusan pengadilan mana pun. Keputusan hakim hanya bisa dianulir jika keputusan tersebut menyalahi nash syariah atau bertentangan dengan fakta. Keputusan hakim harus diterima dengan kerelaan. Itulah sebabnya, pengadilan Islam tidak mengenal istilah keberatan (i'tiradh), naik banding (al-istinaf), dan kasasi (at-tamyiiz). Dengan begitu penanganan semua perkara tidak berlarut-larut serta bertele-tele.
Kedua, adanya mekanisme pengadilan dalam majelis pengadilan yang mudah dan efisien. Jika seorang pendakwa tidak memiliki cukup bukti atas sangkaannya, maka qadhi akan meminta terdakwa untuk bersumpah. Apabila terdakwa bersumpah, maka ia dibebaskan dari tuntutan dan dakwaan pendakwa. Namun, jika ia tidak mau bersumpah, maka terdakwa akan dihukum berdasarkan tuntutan dan dakwaan pendakwa. Sumpah (qasam) bisa dijadikan sebagai alat bukti penyelesaian sengketa. Penghapusan sumpah sebagai salah satu alat bukti (bayyinah) dalam sistem hukum sekuler kapitalis menjadikan proses pengadilan menjadi rumit dan bertele-tele.
Ketiga, kasus-kasus yang sudah kadaluarsa dipetieskan, dan tidak diungkit kembali, kecuali yang berkaitan dengan hak-hak harta. Pertimbangannya kasus lama yang diajukan ke sidang pengadilan kebanyakan bermotif balas dendam.
Keempat, ketentuan persaksian memudahkan qadhi memutuskan sengketa, di antaranya adalah:
(1) Sahnya kesaksian seseorang atas suatu perkara adalah jika ia menyaksikan sendiri, bukan karena pemberitahuan dari orang lain;
(2) Syariah menetapkan orang yang tidak boleh bersaksi adalah orang yang tidak adil, orang yang dikenai had dalam kasus qadzaf, laki-laki maupun wanita pengkhianat, kesaksian dari orang yang memiliki rasa permusuhan, pelayan yang setia pada tuannya, kesaksian anak terhadap bapaknya, atau kesaksian seorang wanita terhadap suaminya, atau kesaksian suami terhadap istrinya;
(3) Ditetapkannya batas atas nishab kesaksian, memudahkan qadhi dalam menangani perkara.
Kelima, seorang qadhi diberi hak memutuskan berdasarkan ijtihadnya dalam kasus ta'zir.
- Hukum merupakan bagian integral dari keyakinan
Wajibnya seorang muslim untuk sadar syariah, membawa dampak mudahnya penegakkan hukum. Hal ini disebabkan seorang muslim baik penguasa maupun rakyat dituntut oleh agamanya untuk memahami hukum syariah sebagai wujud keimanan dan ketaatannya kepada Allah Swt. dan rasul-Nya. Berbeda dengan hukum sekuler kapitalis yang acapkali bertentangan dengan keyakinan penduduknya. - Lembaga peradilan tidak tumpang tindih. Qadhi diangkat oleh khalifah atau struktur yang diberi kewenangan oleh khalifah. Qadhi secara umum dibagi tiga, yaitu qadhi khushumat, qadhi hisbah dan qadhi mazhalim. Qadhi khushumat memiliki tugas menyelesaikan persengketaan yang menyangkut kasus 'uqubat dan mu'amalah. Sedangkan qadhi hisbah bertugas menyelesaikan penyimpangan yang merugikan kepentingan umum. Adapun qadhi mazhalim tugasnya menyelesaikan persengketaan rakyat dengan negara, baik pegawai, pejabat pemerintahan maupun khalifah. Ketiga lembaga tersebut memiliki kewenangan dan tugas yang tidak memungkinkan terjadinya tumpang tindih.
- Setiap keputusan hukum ditetapkan dalam majelis peradilan. Keputusan qadhi bersifat mengikat apabila dijatuhkan dalam majelis persidangan. Pembuktiannya akan diakui apabila diajukan di depan majelis persidangan. Atas dasar itu, keberadaan majelis persidangan merupakan syarat sahnya keputusan seorang qadhi, dalam hal ini qadhi khushumat.
Sedangkan bagi qadhi hisbah dan qadhi mazhalim tidak membutuhkan majelis persidangan khusus karena bisa memutuskan perkara di lokasi kejadian, atau tatkala terjadi tindak pelanggaran.
Sistem Islam Solusi Penegakkan Hukum
Sistem Islam menjamin penegakkan hukum berjalan efektif dan efisien karena semua kebijakan hukum dan politik berdasarkan wahyu, sehingga bebas kepentingan. Selain itu, tidak adanya pembagian kekuasaan atau trias politika, menutup celah konflik kelembagaan. Tak akan terjadi aksi saling menyandera antara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Konflik antarlembaga itu sejatinya merupakan biang kerok dikorbankannya kepentingan rakyat.
Dalam sistem Islam, khalifah merupakan pemegang kewenangan tertinggi dalam mengurus rakyat. Kepemimpinan tunggal inilah yang membawa dampak mudahnya penyelesaian setiap sengketa.
Sistem Islam pun mewajibkan kaum muslim untuk beramar makruf nahi mungkar, baik secara individu, kelompok bahkan negara, sehingga mampu memberikan tekanan bagi siapa saja yang bermaksud merobohkan sendi-sendi hukum.
Sedangkan penegakkan hukum dalam sistem kapitalis sejatinya hanyalah jargon semata. Dari hulu hingga hilir bermasalah. Berharap padanya tentu merupakan kesalahan besar. Diskon vonis kasus Jaksa Pinangki ini bukti bobroknya sistem kapitalis.
Wallahu a'lam bishshawab.[]
Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]