"Miris, menyaksikan generasi muda menjadikan idol K-pop sebagai inspirasi dan panutan dalam setiap tingkah lakunya. Padahal, gaya hidup serba bebas, pola pikir materialis serta budaya konsumtif idol tersebut sangat jauh dari budaya ketimuran apalagi tuntunan Islam"
Oleh. Renita (Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-“Ih, apaan sih bungkusnya sampe dihias-hias gitu? “Yaelah ngapain sih dibeli, isinya cuma nugget doang juga? Mendingan nasi padang, 11k paket komplit, kenyang, murah lagi.”
Seperti itulah ciutan netizen pasca melihat antusiasme para Army (sebutan fans BTS) yang membeli BTS Meal, pada Rabu (9/6) pukul 11.00 WIB. Sesaat setelah peluncuran produk kolaborasi McDonalds dan band K-pop, Bangtans Boys (BTS) ini dijual di outlet-outlet McDonald’s, antrean pembeli melalui drive thru dan driver ojol pun mengular. Akibatnya, banyak outlet McDonald's di berbagai kota ditutup lantaran dianggap menimbulkan kerumunan di tengah pandemi.
Seperti dikutip dari detik.com, pada Rabu (9/6) pukul 11.00 WIB terjadi kepadatan lalu lintas akibat antrean para pengendara dan driver ojol di depan gerai McD Gambir Jakarta. Kepadatan tersebut terjadi karena adanya peluncuran produk BTS Meal, yakni paket makanan kolaborasi antara McD dan BTS. Para Army pun langsung memburu BTS Meal tersebut dengan memesan melalui online. Tak pelak, kerumunan pun terjadi disebabkan membludaknya driver ojol yang membuat gerai tersebut akhirnya ditutup sementara. (detik.com, 9/6/2021)
Tampaknya gelombang K-Pop masih mewabah di kalangan generasi muda Indonesia. Terlihat dari fenomena BTS Meal yang disambut dengan animo yang luar biasa dari fans “garis keras” BTS. BTS memang menjadi icon tersendiri dalam dunia K-pop. Sebab, kepopulerannya tidak hanya terlihat di Asia, tetapi juga dikenal di seluruh dunia. Bahkan, boy band yang memulai debut sejak 2013 ini sudah malang melintang dalam Award Internasional dan lagu-lagunya pun selalu merajai chart musik dunia. Pertanyaannya, apa yang membuat mereka berlomba-lomba mendapatkan BTS Meal? Mengapa mereka begitu fanatik terhadap idolanya?
Fenomena BTS, Bukti Kesuksesan Invasi Budaya Korea
Magnet idol Korea memang begitu memikat generasi muda. Penampilannya yang good looking, attitude yang bagus, jiwa sosial yang tinggi, ketekunan, serta etos kerja yang tinggi, membuat para idol Korea ini mudah untuk mendapat simpati dari penggemar. Berbicara terkait BTS, selain dari faktor di atas ada faktor lain yang membuat BTS demikian familiar seantero dunia, yakni lagu-lagunya yang lebih banyak mengangkat tema tentang kesehatan mental, bullying, dan self love. Sementara penyanyi lainnya lebih banyak membahas tentang percintaan. Hal inilah yang membuat BTS terkesan dekat dan merangkul penggemarnya, sebab apa yang dirasakan fans ‘terwakili’ oleh idolanya. Wajar, BTS pun memiliki banyak penggemar yang begitu loyal tersebar di seluruh dunia.
Selain itu, fenomena BTS ini merupakan bukti kesuksesan hallyu atau Korean wave yang menjadi kebijakan nasional Korsel dalam dua dekade terakhir. Bahkan Presiden Korsel, Kim Dae Jung pada tahun 2001 menyebut hallyu merupakan strategi industri tanpa cerobong asap Korsel agar dapat bersaing dalam panggung ekonomi global. Dalam hal ini, BTS dapat dikatakan sebagai pencetus K-pop paling sukses serta berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional Korsel.
Hyundai Research Institute (HRI) pada 2018 menyebut bahwa BTS berkontribusi sebesar 4 triliun won (3,54 dolar AS) per tahun bagi ekonomi Korsel. Tak hanya melalui penjualan album, merchandise, dan tiket konser, BTS effect juga berdampak besar pada sektor pariwisata Korea. Pada 2017, diperkirakan sekitar 800 ribu wisatawan yang mengunjungi Korsel atau sekitar 7 persen dari total wisatawan, terdorong mengunjungi negara tersebut karena ketertarikannya pada BTS.
Menurut analisis politik Joseph Nye, Korsel melalui K-pop dan BTS telah menjadikan hallyu sebagai soft power (kekuatan lunak) yang berpengaruh terhadap ekonomi dan politik global melalui celah invasi budaya. Kekuatan K-wave memang ditopang oleh kolaborasi dinamis antara pemerintah Korea dan diplomasi ‘people to people’ yang terbangun dalam fanbase BTS Army. Dalam hal ini, strategi yang digunakan Korsel yaitu memperkuat kepekaan emosional yang dapat menghadirkan solidaritas dan rasa memiliki (sense of belonging) di antara para penggemar. Sehingga, penggemar mencintai idolanya secara berlebihan.
Hal ini dapat dilihat dari antusiasme fans dalam memburu merchandise orisinal para idol K-pop pujaannya. Seperti diketahui merchandise asli idol K-pop memang dibanderol dengan harga yang cukup fantastis. Sebut saja, album BTS yang dijual dengan harga sekitar Rp780 ribuan, belum lagi merchandise lainnya seperti, light stick dan kaus yang dibanderol seharga Rp500 ribuan. Semua itu belum termasuk ongkos kirim yang bisa mencapai Rp150ribuan. Tak heran, banyak fans yang rela menabung bertahun-tahun demi memiliki barang-barang tersebut.
Maka, ketika BTS dan McDonald's berkolaborasi meluncurkan paket BTS Meal dengan harga Rp51 ribuan, para ARMY menyambutnya dengan senang hati karena harganya yang cukup terjangkau. Bagi Army, bungkus kemasan BTS Meal adalah merchandise orisinal dari idola mereka yang patut untuk dikoleksi. Alhasil, mereka pun berjuang mati-matian untuk mendapatkannya. Apalagi, produk ini hanya dipasarkan dalam waktu yang singkat.
Inilah bukti kesuksean hallyu dalam mengekploitasi potensi generasi muda menjadi generasi duplikat, generasi peniru dan pembebek pada budaya mereka atas nama kekaguman yang sudah sangat overdosis.
Generasi Muda Makin Hedonis, Akibat Sistem Kapitalis
Membludaknya antrean penjualan BTS meal menunjukan potret hedonisme generasi muda Indonesia. Bagaimana tidak, seorang fans rela merogoh kocek begitu fantastis hanya untuk membeli produk-produk yang ‘berbaju’ idola mereka. Atas nama rasa suka, mereka seolah sudah terjerumus begitu dalam oleh pesona sang idol. Segala hal yang berbau K-pop akan diburu, meskipun tak sepadan dengan manfaat yang didapatkan.
Memang benar, para idol tersebut tidak hanya menularkan budaya hedonis dan konsumtif, ada juga hal yang dapat ditiru dari mereka, seperti halnya BTS yang terkenal memiliki jiwa sosial yang tinggi. Hal ini pula yang diikuti oleh penggemarnya yang beberapa waktu lalu melakukan penggalangan dana untuk Palestina atas nama BTS Army Team Indonesia. Termasuk, saat promo BTS Meal ini berlangsung, penggalangan dana juga dilakukan BTS Army untuk para driver ojol. Sayangnya, efek negatif yang mengintai jauh lebih berbahaya ketimbang efek positif, ketika seseorang menjadikan K-pop sebagai candu.
Faktanya, idola yang mereka elukan itu merupakan pion-pion yang sengaja dijajakan sistem kapitalis untuk meracuni generasi muda dengan budaya hidup hedonis, liberalis nan permisif. Para kapitalis sengaja mempromosikan produk dengan menggandeng idol K-pop demi menarik fans mereka agar membeli produk tersebut. Terbukti di tengah kelesuan ekonomi yang mendera berbagai ritel di Indonesia akibat pandemi yang berkepanjangan, strategi McD dengan BTS Mealnya terbukti ampuh menarik konsumen untuk memboyong produk mereka, tentu dengan target pasar pejuang militan BTS, yakni para Army. Alhasil, produk mereka pun semakin laris manis diburu. Dapat dipastikan pundi-pundi rupiah mereka kantongi dari penjualan BTS Meal ini.
Selain itu, demam BTS Meal ini juga dimanfaatkan oleh oknum penjual online untuk mendulang cuan dengan menjual kembali kemasan BTS Meal di marketplace dengan harga fantastis. Jangan tanya siapa yang bakal membeli kemasan tersebut, tentu saja para Army yang tempat tinggalnya berada di kota-kota yang tidak tersedia gerai McD. Bagi seorang fans ”garis keras”, memiliki semua merchandise orisinal sang idola merupakan sebuah prestise. Sebab hal itu membuktikan loyalitas mereka sebagai fandom sejati. Inilah bentuk cinta yang kebablasan dari seorang fandom terhadap idolanya. Mereka seolah tak lagi melihat standar lain dalam meniru dan memilih idola, kecuali hanya berdasarkan kesenangan semu belaka.
Sungguh, penerapan kapitalis hari telah membawa generasi ke dalam jurang hedonisme yang semakin dalam. Berbagai kesenangan semu ditawarkan kepada generasi muda yang membuat mereka berlomba-lomba untuk meraihnya. Mereka terjebak dalam jeratan kapitalis yang menghendaki untuk hidup konsumtif impulsif. Nyatalah, kapitalis telah secara vulgar mengeksploitasi keinginan manusia sesuai pola yang mereka jalankan guna mempertahankan hegemoninya.
Sungguh miris, ketika melihat fakta bahwa generasi muda saat ini telah menjadikan idol K-pop sebagai inspirasi dan panutan dalam setiap tingkah lakunya. Padahal, gaya hidup serba bebas, pola pikir materialis serta budaya konsumtif idol tersebut sangat jauh dari budaya ketimuran apalagi tuntunan Islam. Budaya hedonis, liberal nan permisif yang dipromosikan di dalamnya telah membuat generasi semakin terjerembab dalam gemerlapnya dunia serta tak memiliki tujuan hidup yang jelas.
Para idol tersebut juga seringkali mengekspor perilaku mental illness yang kerap mereka alami akibat beratnya tuntutan hidup. Fenomena bunuh diri pun menjadi sebuah kewajaran bagi mereka dan bukan tidak mungkin ini juga dikuti oleh sang penggemar. Bukankah ini adalah sebuah tragedi yang lambat-laun akan menggerogoti keimanan generasi muda? Sehingga menyebabkan iman mereka kian keropos serta tak lagi punya roadmap yang jelas tentang kehidupan. Bisa jadi, anggapan hidup hanya sebatas untuk meraih kesenangan bahkan dapat diakhiri kapan saja sesuai keinginan, akhirnya terpola dalam benak generasi muda. Ironis!
Sudah sangat jelas bahwa Korean wave telah menderaskan budaya kerusakan yang nyata ke seluruh dunia. Gambaran generasi muda yang harusnya menjadi ujung tombak perubahan masa depan bangsa, justru terlucuti jati dirinya oleh gempuran gelombang hallyu. Lantas, siapakah yang harus menjadi idola generasi muda saat ini? Bagaimanakah Islam memberi tuntunan untuk memilih seorang idola dalam kehidupan?
Memilih Idola dengan Benar
Sudah menjadi bagian dari sunnatullah dalam sebuah peradaban, pemimpin peradaban adalah seorang yang diikuti. Yang menang akan diikuti sementara yang kalah akan mengikuti. Ketika peradaban Islam sudah raib tak terlihat riaknya seperti saat ini, maka otomatis peradaban asinglah yang bakal menghegemoni dunia, termasuk ketika melihat sihir para idol K-pop yang begitu membius generasi muda Islam. Di saat generasi muslim tak lagi menjadi pelopor kebangkitan, maka mudah sekali mengidolakan dan meniru setiap tingkah lakunya. Padahal, generasi muda adalah miniatur mayoritas umat, tokoh hari esok serta ibu generasi masa depan. Seharusnya generasi muda menjadi perisai umat yang siap melindunginya dari hantaman budaya asing yang rusak dan merusak. Fase pemuda merupakan fase menghimpun potensi dengan kesadaran yang dilandaskan pada akidah Islam, bukan malah terjerumus ke dalam cinta semu para idol, rela melakukan apa pun demi mereka. Karena, kita sebagai seorang muslim sudah memiliki panduan khusus bagaimana memilih idola serta mengelola rasa cinta sesuai dengan tuntunan syariat.
Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya setiap aktivitas yang dilakukan di dunia ini dalam rangka meraih keridaan-Nya. Dalam hal ini, ada dua syarat yang perlu diperhatikan, yakni niat karena Allah Swt dan dilakukan sesuai dengan syariat-Nya. Sayangnya, saat ini banyak generasi muslim yang sudah semakin terkikis akidahnya oleh paham sekuler kapitalis, sehingga agama sudah tak lagi dijadikan standar terkait boleh tidaknya sebuah perbuatan dilakukan. Pun dalam memilih idola hanya mengikuti keinginan dan hawa nafsu semata.
Bukankah seorang muslim sudah memiliki teladan yang lebih layak untuk diikuti? Siapa lagi kalau bukan Rasulullah Saw. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran, “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. ” (QS Al-Ahzab : 21)
Maka, tak ada idola yang lebih layak dan pantas kita kagumi selain Rasulullah Muhammad Saw. Beliau merupakan manusia pilihan Allah pembawa risalah Islam. Semua perilaku, ucapan bahkan diamnya menjadi syariat untuk kita. Jelas, Rasulullah adalah teladan terbaik sepanjang masa. Bukankah kita ingin menjadi bagian dari umatnya yang mendapat syafa’at di akhirat kelak? Maka jadilah generasi follower Rasulullah. Selain itu, bagi seorang muslim, cinta bukan hanya masalah perasaan semata yang bisa disalurkan dengan jalan apa pun sekehendak hatinya. Lebih dari itu, cinta bisa berujung di neraka atau surga.
Berbicara masalah cinta ini, Rasulullah mengabarkan bahwa di akhirat kelak seseorang akan dikumpulkan dengan orang yang dicintainya. “Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum melainkan dia akan dikumpulkan bersama mereka pada Hari Kiamat nanti.” (HR.Thabrani)
Maka, jika kita menginginkan untuk berkumpul bersama Rasulullah, diakui sebagai umatnya, sudah selayaknya kita mengidolakan Rasulullah Saw. Caranya, dengan menjalankan seluruh risalah yang dibawanya, menjadi muslim taat yang kesehariannya diisi dengan berbagai amalan salih yang akan mengantarkan pada rida-Nya, menghindarkan diri dari perbuatan sia-sia yang bisa menjerumuskan pada kemaksiatan serta siap menyebarluaskan pemahaman Islam dengan seluruh peradaban dan tsaqofahnya ke seluruh penjuru dunia. Wallahu A’lam bisshowwab[]
Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]