QS Ali Imran ayat 97 Allah Swt menyatakan, "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah."
Oleh. Ummu Ainyssa
NarasiPost.Com-Bulan Syawal telah berlalu. Sebentar lagi bulan Dzulhijjah akan berganti menyapa. Salah satu bulan yang menjadi kebahagiaan yang ditunggu-tunggu, khususnya bagi kaum muslimin yang hendak menunaikan ibadah haji.
Namun sayang, tahun ini kebahagiaan untuk berangkat melaksanakan ibadah haji tersebut kembali harus sirna dalam diri kaum muslimin di Indonesia, setelah menunggu dalam penantian dan antrean yang tidak singkat, bahkan bisa sampai dalam hitungan puluhan tahun.
Hal ini disebabkan karena pemerintah telah resmi membatalkan keberangkatan haji tahun 2021. Keputusan ini merupakan keputusan final yang diambil dengan alasan demi mempertimbangkan keselamatan jemaah haji dan juga mencermati aspek teknis persiapan dan kebijakan otoritas Arab Saudi.
Seperti yang disampaikan oleh Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas dalam konferensi pers secara virtual pada Kamis (3/6/2021) bahwa pemerintah telah menerbitkan keputusan Menteri Agama Nomor 660 Tahun 2021 perihal Pembatalan Keberangkatan Haji tersebut. (CNBC Indonesia, 6/6/2021)
Keputusan ini pun mendapat dukungan dari Komisi VIII DPR RI dalam rapat kerja masa persidangan kelima tahun sidang 2020/2021 pada Juni 2021 lalu, pihak DPR RI menyatakan menghormati keputusan pemerintah yang akan diambil terkait penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442H/2021M.
Dengan adanya larangan ini, maka calon jemaah haji di Indonesia batal berangkat untuk kedua kalinya setelah larangan pertama pada tahun 2020 lalu. Tidak dipungkiri bahwa pandemi Covid-19 yang sudah hampir dua tahun melanda negeri ini sungguh menguji kesabaran bagi kita semua, baik dalam masalah ekonomi yang menyebabkan banyaknya pengangguran karena terjadinya PHK di mana-mana, masalah pendidikan yang sampai saat ini masih berlangsung secara daring atau online, yang tidak sedikit membuat siswa dan juga para orangtua stres karena kendala kuota, sinyal, dan lain-lain, juga dalam masalah mengatur ibadah haji ini.
Ibadah haji merupakan ibadah puncak bagi kaum muslimin. Allah Swt telah menetapkannya sebagai fardhu 'ain bagi kaum muslim yang telah memenuhi syarat dan mampu. Seperti di dalam QS Ali Imran ayat 97 Allah Swt menyatakan, "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah."
Mengenai syarat wajibnya, Ibnu Qudamah menyebutkan ada lima yaitu, Islam, berakal, baligh, merdeka, dan mampu. Sedangkan mampu itu sendiri telah dijelaskan oleh Nabi Saw dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dari Jabir, Aisyah, Anas, Abdullah, meliputi dua hal yaitu az-zad (bekal) dan ar-rahilah (kendaraan). (Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, hal. 650)
Sehingga bagi seluruh muslim yang telah memenuhi syarat dan kemampuan untuk menunaikannya, maka kewajiban tersebut telah jatuh pada mereka, saat itu juga mereka wajib berazam untuk menunaikan haji. Namun demikian, kewajiban tersebut tidak bisa begitu saja dilakukan oleh Individu dengan begitu mudahnya. Harus ada peran negara dalam mengatur pelaksanaannya. Selain masalah hukum syara yang berkaitan dengan syarat, wajib, dan rukun haji, dalam pelaksanaan ibadah haji juga ada masalah hukum ijra'i.
Hukum ijra'i adalah hukum yang terkait dengan teknis dan administrasi, termasuk uslub dan wasilah. Dalam hal ini tentu sangat dibutuhkan pengaturan yang baik oleh negara. Negara harus menerapkan prinsip dasar dalam masalah pengaturannya secara sederhana, cepat, dan juga ditangani oleh orang yang profesional.
Menurut cendekiawan muslim, KH Hafidz Abdurrahman, dalam penyelenggaraan ibadah haji negara bisa menempuh beberapa kebijakan, di antaranya:
1.Negara akan membentuk departemen khusus yang mengurusi haji dan umrah mulai dari pusat hingga ke daerah. Departemen ini akan bekerjasama dengan departemen kesehatan dan perhubungan dalam mengurusi masalah persiapan, bimbingan pelaksanaan hingga pemulangan jemaah ke daerah asal.
2.Penghapusan visa haji dan umrah. Negara Islam merupakan negara kesatuan wilayah yang berada dalam satu negara. Seluruh jamaah haji bebas keluar masuk Mekah-Madinah tanpa harus ada visa. Mereka hanya perlu menunjukkan kartu identitas seperti KTP atau paspor saja. Sementara visa hanya berlaku bagi kaum muslim yang tinggal di negara kafir, baik kafir harbi hukman maupun fi'lan.
- Jika negara harus menetapkan ONH (Ongkos Naik Haji), maka besar dan kecilnya harus disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan para jemaah haji berdasarkan jarak wilayah mereka ke Tanah Haram, serta akomodasi yang dibutuhkan selama pergi dan kembali dari tanah suci. Paradigma yang digunakan oleh negara pun harus ri'ayatu su'un al hujjaj wa al ummar (mengurus masalah haji dan umrah), bukan paradigma bisnis dalam takaran untung dan rugi.
- Pengaturan kuota haji dan umrah. Pemimpin negara Islam atau khalifah berhak untuk mengatur masalah ini, sehingga keterbatasan tempat tidak lagi menjadi kendala bagi para calon jemaah untuk berangkat. Dalam hal ini khalifah akan memperhatikan bahwa kewajiban haji dan umrah hanya berlaku sekali seumur hidup, dan kewajiban ini berlaku bagi mereka yang sudah memenuhi syarat dan kemampuan. Sehingga jika ada calon jemaah yang belum pernah berangkat, sementara mereka sudah memenuhi syarat dan kemampuan, maka mereka akan diprioritaskan. Pengaturan ini akan terlaksana dengan baik jika negara mempunyai database seluruh rakyat di wilayahnya.
- Pembangunan infrastruktur Mekah-Madinah.
Pembangunan ini telah dilakukan terus menerus sejak zaman Khilafah Islam, mulai dari perluasan Masjidil Haram, Masjid Nabawi, hingga pembangunan transportasi massal dan penyediaan logistik. Namun pembangunan ini tidak boleh menghilangkan situs-situs bersejarah yang akan membangkitkan kembali memori jamaah haji tentang perjalanan hidup Rasulullah Saw dalam membangun peradaban Islam, sehingga menjadi motivasi bagi mereka.
Selain masalah hukum ijra'i tersebut, negara juga akan memperhatikan masalah pelaksanaan manasiknya. Sekalipun negara tidak akan mengadopsi tata cara tertentu dalam pelaksanaan manasik, akan tetapi negara akan menyiapkan para pembimbing dan pendamping jemaah haji dalam jumlah yang memadai bagi yang membutuhkannya.
Kemudian yang menarik juga bahwa khalifah secara khusus akan menyampaikan khutbah 'Arafah di Masjid Namirah dan memimpin wukuf para jemaah. Di sini negara akan memasang fasilitas sound system yang memadai, termasuk layar raksasa di beberapa titik, sehingga seluruh jemaah haji bisa menyaksikan dan mendengarkan khutbah tersebut dan menjadikan khutbah khalifah ini sebagai pesan yang sangat penting yang nantinya akan mereka bawa ke negeri mereka masing-masing.
Demikianlah pengaturan pelaksanaan ibadah haji di dalam sistem Islam. Tentu harapan kita semoga negara yg akan menerapkan sistem Islam secara kafah ini segerakan terwujud, sehingga kaum muslimin di seluruh penjuru dunia mendapatkan kemudahan dalam menjalankan ibadah haji.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]