KTT WWF : Solusi bagi Permasalahan Air Dunia?

KTT-WWF Solusi bagi permasalahan Air Dunia

Krisis air global sebenarnya tidak terselesaikan dengan WWF karena forum ini justru hanya akan menambah beban negara.

Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pada tanggal 18–24 Mei tahun 2024 ini, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) World Water Forum (WWF) yang ke-10. Upacara pembukaannya diselenggarakan di Bali International Convention Center (BICC). Presiden Joko Widodo telah meresmikan pembukaannya pada Senin, 20 Mei 2024.

Sebanyak 46 ribu orang diperkirakan akan mengikuti KTT ini. Di antara mereka ada beberapa kepala negara, yaitu dari Fiji, Hungaria, Maroko, Sri Lanka, Tajikistan, Timor Leste, dan Indonesia. Selain itu, KTT ini juga akan diikuti oleh 105 menteri dari 132 negara serta peserta dari organisasi internasional. (liputan6.com, 19-05-2024)

Sekilas World Water Forum (WWF)

Manusia sangat membutuhkan air dalam hidup mereka. Sayangnya, tidak setiap orang dapat dengan mudah mendapatkannya. Data dari PBB menunjukkan bahwa ada 2,2 miliar orang tidak dapat mengakses layanan air minum yang aman. Selain itu, sebanyak 4,2 miliar orang tidak mempunyai fasilitas sanitasi yang memadai. (kompas.com, 13-05-2024)

Fakta inilah yang mendasari diadakannya WWF. WWF adalah pertemuan internasional yang diselenggarakan oleh World Water Council (WWC) atau Dewan Air Dunia dan negara yang menjadi tuan rumah. WWF merupakan forum internasional terbesar yang membahas masalah air.

Forum ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mengatasi krisis air, baik dari kalangan individu, akademisi, masyarakat umum, serta organisasi dari sektor swasta. Dari sini diharapkan adanya solusi konkret berupa inisiatif, proyek, serta aksi bersama. Forum ini diharapkan dapat memperkuat kerja sama serta kemitraan global untuk mencari solusi dan mengatasi masalah air dan sanitasi.

WWF berawal dari usulan Komisi Brundtland (Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan) tentang “pembangunan yang berkelanjutan” pada 1987. Pentingnya air pun dicantumkan dalam Sustainable Development Goals (SDG’s) nomor enam, yaitu air bersih dan sanitasi untuk semua. Kemudian, pada tahun 1996 berdirilah World Water Council (WWC) dan Global Water Partnership (GWP). WWC merupakan wadah pemikir yang didirikan oleh para akademisi, ahli air, dan organisasi internasional. Sedangkan GWP adalah organisasi yang didukung oleh lembaga pendanaan internasional untuk mengelola sumber daya air terpadu di negara-negara berkembang.

Forum yang digelar tiga tahun sekali ini diadakan pertama kali pada 1997 di Marrakesh, Maroko. Tujuan diadakannya forum ini adalah untuk mengatasi krisis air global. Sebanyak 400 orang pesertanya saat itu menghasilkan Deklarasi Marrakesh yang bertujuan untuk mengembangkan “Visi Air Dunia”.

Water for Shared Prosperity

Dalam WWF yang ke-10 ini, tema yang diangkat adalah “Water for Shared Prosperity” atau “Air untuk Kesejahteraan Bersama”. Berdasarkan tema ini, forum ini membahas empat hal, yaitu water conservation (konservasi air), clean water and sanitation (air bersih dan sanitasi), food and energy security (ketahanan pangan dan energi), serta mitigation of natural disasters (mitigasi bencana alam). Melalui forum ini diharapkan dapat terwujud hasil konkret mengenai pengelolaan air terpadu untuk pulau-pulau kecil, pembentukan pusat keunggulan atau praktik terbaik untuk ketahanan air dan iklim, penggalangan proyek air, serta penetapan Hari Danau Sedunia.

Dalam laman worldwaterforum.org, disebutkan bahwa melalui forum ini, masyarakat diharapkan mendapatkan kesejahteraan bersama melalui penyelesaian dan pemahaman tentang masalah air. Oleh karena itu, harus ada kerja sama yang baik antara para pemangku kepentingan. Mereka yang termasuk sebagai pemangku kepentingan dalam pengelolaan air adalah masyarakat, negara, serta pihak swasta. Kerja sama yang baik antara ketiga pihak dalam pengelolaan air itulah yang dapat mewujudkan kesejahteraan bersama.

Ketiga pihak ini saling berhubungan. Masyarakat membutuhkan pemerintah untuk mendapatkan layanan air dengan biaya murah. Pemerintah membutuhkan masyarakat sebagai sumber pendapatan, sekaligus sebagai lahan mendapatkan pengaruh politik. Di samping itu, pemerintah juga membutuhkan pihak swasta untuk membantu menyediakan air bagi masyarakat. Sedangkan pihak swasta membutuhkan masyarakat sebagai konsumen dari bisnis yang mereka kelola serta pemerintah sebagai penentu kebijakan mengenai hak dan pengaturan atas air.

WWF: Swastanisasi Air

Dalam WWF ke-10 ini, pemerintah menunjukkan komitmennya dalam mendukung kemajuan dalam sektor air dan sanitasi. Indonesia menyerukan dibentuknya Global Water Fund atau pendanaan air dunia untuk mencapai ketahanan air secara global. Menurut Menkeu Sri Mulyani, pendanaan global ini dibutuhkan karena terbatasnya dana untuk menyelesaikan krisis ini.

Banyak negara berkembang yang sulit mendanai proyek air dan sanitasi karena proyek ini membutuhkan biaya besar. Salah satunya adalah Indonesia. Negeri ini telah mengalokasikan 3,4% APBN untuk kebutuhan mitigasi, termasuk ketahanan air. Jumlah ini belum cukup untuk mendandani seluruh proyek air dan sanitasi di Indonesia.

Proyek yang membutuhkan dana yang besar ini ternyata juga memiliki risiko tinggi. Tingkat pengembalian investasinya dianggap dianggap kurang menjanjikan. Akibatnya, pihak swasta kurang tertarik untuk berinvestasi di sektor ini.

Selama ini, beberapa lembaga pendanaan internasional telah terlibat dalam proyek air ini. Salah satunya adalah Asian Development Bank (ADB). Pada tahun 2023, lembaga ini telah mengguyurkan dananya sebesar USD2.830 juta.

Dari sini jelaslah bahwa ada upaya untuk melakukan swastanisasi dalam menyediakan fasilitas air dan sanitasi. Swasta yang terlibat pun menggunakan konsep bisnis dalam sistem kapitalisme, yaitu mendapatkan keuntungan yang besar dengan modal sekecil mungkin. Masyarakat pasti sangat dirugikan dengan hal ini.

Dengan demikian, masalah krisis air global sebenarnya tidak terselesaikan dengan diselenggarakannya WWF. Forum ini justru hanya akan menambah beban negara dan rakyat. Pembiayaan dari lembaga pendanaan akan menambah utang yang akhirnya harus dibayar rakyat melalui pajak.

Konservasi Air dalam Islam

Air merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang. Air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia. Mereka membutuhkan air untuk minum, memasak, mandi, mencuci, menyiram tanaman, memberi minum ternak, dan sebagainya.

Oleh karena itu, air harus dikelola dengan baik agar semua dapat mengaksesnya. Itulah sebabnya, air tidak boleh dikuasai oleh individu atau sekelompok orang. Penguasaan terhadap air dapat menghalangi orang lain untuk ikut memanfaatkannya. Hal ini dapat menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat.

Dalam Islam, air termasuk kepemilikan umum. Dalam hadis riwayat Ibnu Majah disebutkan bahwa Rasulullah saw. menyatakan,

ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ

Artinya: “Tidak terlarang penggunaan tiga hal, yaitu air, api, dan padang rumput.”

Berdasarkan hadis ini, air tidak boleh dikuasai oleh individu atau sekelompok orang. Namun, di wilayah yang mudah ditemukan air dan sumbernya kecil, bisa saja air menjadi milik individu. Sebaliknya, jika air sulit didapatkan atau sumber airnya sangat besar, seperti danau, sungai, dan semacamnya, tidak boleh dikuasai oleh individu.

Untuk mencegah terjadinya konflik di tengah masyarakat, negara yang harus melakukan pengelolaan. Negara yang akan menyediakan air bersih bagi masyarakat, mulai dari mengeluarkan air, mengalirkan, dan menyalurkannya hingga ke rumah-rumah. Dalam hal ini, negara dapat memberikannya secara cuma-cuma atau membebankan biaya operasional saja ke masyarakat. Negara tidak akan mengambil keuntungan dari proyek ini.

Di samping itu, negara harus tetap menjaga kelestarian alam. Negara akan menjaga ketersediaan sumber-sumber air dengan menjaga hutan. Negara juga menjaga sungai, danau, dan semacamnya dari berbagai pencemaran. Negara juga dapat membangun bendungan untuk menampung air hujan. Dengan demikian, air akan terus tersedia bagi masyarakat.

Demikianlah, Islam telah memberikan solusi bagi persoalan air ini. Dengan menggunakan aturan Islam, masyarakat dapat memanfaatkan air untuk memenuhi kebutuhan mereka. Selain itu, alam akan terjaga kelestariannya karena pemanfaatan air dilakukan tanpa merusak lingkungan.

Wallaahu a’lam bi ash-shawaab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Menelisik Turunnya Kemiskinan Ekstrem di Indonesia
Next
Anak Pelaku Kriminal, Peran Keluarga Mandul?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

5 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sartinah
Sartinah
5 months ago

Seharunya dunia sadar, sebanyak apa pun konferensi dibuat untuk mengatasi krisis air, kalau industri-industri kapitalis masih melakukan pembangunan secara ugal-ugalan yang menyebabkan berkurangnya ketersediaan air, niscaya krisis air akan terus terjadi.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Sartinah
5 months ago

Betul

Novianti
Novianti
5 months ago

UUD, ujung-ujungnya duit . Dalam sistem kapitalis, musibah bisa dijadikan peluang meraup keuntungan. Sumber dana dilembagakan, lalu negara-negara pinjam tentunya dengan bunga. Padahal, di tempat perhelatan akbar tsb, ada desa-desa kekeringan.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Novianti
5 months ago

Ya, begitulah. Namanya juga kapitalisme

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram