Adanya kebijakan otonomi kampus menjadikan beban pemerintah hilang dalam mendanai pendidikan, hasilnya Uang Kuliah Tunggal melejit.
Oleh. Ni’mah Fadeli
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-"Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia karena dengan pendidikan anda dapat mengubah dunia.” (Nelson Mandela)
Hampir setiap orang pasti setuju dengan pernyataan tersebut. Peran pendidikan dalam kehidupan memang sangatlah penting. Pendidikan akan memengaruhi pola pikir, pola sikap, dan dapat mengubah pandangan seseorang terhadap sesuatu. Karenanya mendapat pendidikan yang baik dan setinggi-tingginya menjadi kebutuhan setiap manusia. Pendidikan menjadi tanggung jawab bersama yang harus dioptimalkan baik oleh orang tua, pengajar, masyarakat, dan tentu saja negara. Negara berkewajiban menjamin ketersediaan pendidikan berkualitas dengan biaya yang minim atau bahkan gratis agar semua rakyat dapat merasakan pendidikan yang sama.
Namun, apa daya hingga saat ini pendidikan berkualitas dengan harga terjangkau masihlah sebatas angan-angan. Seperti yang terjadi saat ini di mana terjadi kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) hingga berkali-kali lipat sehingga menuai protes di berbagai kalangan masyarakat. Menanggapi hal ini, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, menyatakan bahwa pendidikan tinggi/kuliah di Indonesia belum bisa gratis seperti negara lain karena bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) belum bisa menutup semua kebutuhan operasional. Menurutnya pendidikan tinggi merupakan kebutuhan tersier yang bersifat pilihan sehingga tak seluruh lulusan SLTA dan SMK wajib masuk ke perguruan tinggi, maka fokus pemerintah adalah pendanaan pada pendidikan wajib 12 tahun. (cnnindonesia.com,18/05/202)
Beban Tinggi Rakyat untuk Mendapat Pendidikan Tinggi
Pandangan pemerintah terhadap pendidikan tinggi tersebut tentu sangat disayangkan. Bukankah dengan pendidikan tinggi yang merata maka kemajuan bangsa juga akan lebih mudah diraih? Kebijakan negara semestinya mengusahakan semaksimal mungkin agar setiap rakyat mendapat pendidikan setinggi-tingginya dengan biaya serendah-rendahnya atau bahkan gratis. Namun, dengan kebijakan otonomi kampus berupa Badan Hukum Pendidikan (BHP) dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) maka menjadikan tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi menjadi berkurang bahkan hilang dan membebankannya pada rakyat dengan dampak naiknya biaya pendidikan.
Dengan kebijakan tersebut, maka berbagai upaya ditempuh perguruan tinggi negeri demi berlangsungnya pemasukan keuangan agar proses belajar mengajar tetap berjalan, seperti membangun hotel, menyewakan gedung, membangun SPBU, dan tentu saja menaikkan biaya pendidikan. Esensi pendidikan pun pada akhirnya berjalan dengan beraneka macam strategi bisnis.
Begitulah yang terjadi dalam sistem kapitalisme, tak ada bidang kehidupan yang terlepas dari faktor untung rugi secara materi. Tak terkecuali naiknya uang kuliah tunggal pada saat ini. Peran negara dalam kelangsungan kehidupan rakyat sangatlah minim. Pendidikan, kesehatan, pembangunan fasilitas umum dan seterusnya mengandalkan dana dari rakyat melalui pajak. Sumber daya alam yang ada bukan dikelola negara untuk kemaslahatan rakyat namun justru diserahkan swasta dan asing. Penguasa berlomba-lomba melanggengkan kekuasaan demi kepentingan pribadinya dan abai pada rakyat yang dipimpinnya. Betapa nestapa tak terhingga harus ditanggung rakyat yang hidup dalam sistem kapitalisme ini.
https://narasipost.com/opini/08/2022/biaya-kuliah-melejit-pendidikan-kian-sulit/
Islam Melindungi Bukan Membebani
Selama berabad lamanya, sistem Islam pernah berjaya sebelum diruntuhkan pada tahun 1924. Islam memang sebuah sistem, bukan hanya agama yang berisi ritual ibadah. Islam berasal dari Allah pencipta dunia dan segala isinya. Sebagai pencipta, maka Allah telah memberi panduan kepada manusia dalam mengarungi kehidupan yaitu berupa Al-Qur’an dan hadis Rasul sebagai utusan Allah. Juga terdapat ijma’ atau kesepakatan para ulama dan qiyas atau analogi suatu kasus. Hal ini menggambarkan betapa syariat Islam sangat lengkap memberi panduan baik untuk diri pribadi, masyarakat maupun kehidupan bernegara.
Titik berat sistem Islam tentu sangat jauh dengan sistem kapitalisme. Bukan untung rugi materi yang menjadi tujuan namun hanyalah rida Allah sebagai bentuk penghambaan manusia kepada Sang Pencipta. Begitu pun dalam bidang pendidikan, Islam memandang bahwa mencari ilmu adalah sebuah kewajiban. Maka negara dengan sistem Islam akan mengoptimalkan penyediaan fasilitas pendidikan kepada seluruh rakyat. Kebijakan yang dibuat negara terkait kurikulum maupun biaya pendidikan adalah semata-mata untuk memudahkan rakyat dalam mendapatkan ilmu.
Negara bertanggungjawab penuh dalam kebutuhan dasar rakyat seperti ketersediaan bahan makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, fasilitas umum dan tentunya pendidikan. Negara tidak akan melimpahkan tanggung jawab kepada pihak lain. Pengelolaan sumber daya alam akan dilakukan secara maksimal oleh negara tanpa melibatkan swasta apalagi asing sehingga hasilnya akan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Pemimpin dalam Islam juga akan memiliki pola pikir dan kepribadian Islam yang kuat sehingga tidak akan mengambil kebijakan yang di dunia tampak menguntungkan namun akan pedih hisabnya di akhirat.
Wallahu a’lam bishawab []
Gimana rakyat negeri ini mau cerdas jika pendidikan yang merupakan kebutuhan dasar saja sulit dijangkau. Tanpa pendidikan berkualitas, kebodohan sistemis akan menghantui negeri ini.
Hanya 6% yang bisa menikmati pendidikan tinggi. Angka bisa makin menurun dengan adanya kenaikan UKT. PT juga serba salah. Dituntut murah berkualitas, tetapi minim kucuran dana dari pemerintah.