Anak Pelaku Kriminal, Peran Keluarga Mandul?

Anak Pelaku Kriminal

Tren kriminal pelajar merupakan gambaran betapa buruknya output sistem pendidikan kapitalisme. Sistem ini gagal membentuk generasi beradab.

Oleh. Ani Ritanti
(Kontributor NarasiPost.Com & Pemerhati Remaja)

NarasiPost.Com-Beberapa waktu yang lalu, seorang bocah SD (6 tahun) di Sukabumi dibunuh oleh remaja SMP (14 tahun). Mirisnya, korban juga disodomi oleh pelaku kemudian jasad korban dibuang di perkebunan dekat rumah nenek korban di wilayah Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi. Kini pelaku yang notabene masih pelajar diamankan oleh pihak berwenang untuk menjalani proses hukum. Beberapa waktu sebelumnya kasus serupa juga terjadi di beberapa daerah, bahkan di ponpes sekalipun di mana anak-anak lebih banyak dibekali ilmu agama (Detik.com, 5/5/2024).

Anak Pelaku Kriminal

Tren anak berurusan dengan hukum kini memang makin marak menjadi. Pada periode 2020 hingga 2023 terjadi tren peningkatan anak yang berkonflik dengan hukum. Hal ini disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Bahkan, per 26 Agustus 2023, hampir mencapai 2.000 anak berkonflik dengan hukum. Sebanyak 1.467 anak masih berstatus tahanan dan masih menjalani proses peradilan, sementara 526 anak sedang menjalani hukuman sebagai narapidana.

Tren kriminal pelajar merupakan gambaran betapa buruknya output sistem pendidikan kapitalisme. Sekolah hanya berorientasi pada tercapainya nilai akademik semata. Akibatnya tidak sedikit siswa yang menghalalkan segala cara misalnya melakukan kecurangan demi mendapatkan nilai yang memuaskan di mata guru dan ortu. Siswa kering akan iman dan takwa sehingga tak tahu mana yang hak dan batil. Gak punya prinsip dan suka ikut-ikutan. Saat berinteraksi di masyarakat atau di sosial media sangat rentan terpengaruh dan terjerumus pada hal-hal yang merugikan diri sendiri bahkan orang lain.

Lemahnya Pengawasan Orang Tua

Di samping itu, mahalnya kebutuhan pokok serta biaya pendidikan membuat para orang tua memosisikan diri hanya sebagai pemberi materi bagi anak-anak mereka. Bahkan, ibu pun turut andil menjadi tulang punggung untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Belum lagi produksi besar-besaran di sistem kapitalis membuat tak mampu lagi membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Bahkan, sebagian besar hanya bersifat keinginan. Sehingga para ortu merasa sempurna sebagai saat mampu memenuhi apa pun yang diminta anak. Betapa banyak orangtua yang akhirnya hanya fokus bekerja siang malam demi memenuhi kebutuhan materi tak sempat memperhatikan perubahan perilaku anak-anaknya. Alhasil, anak-anak kurang kasih sayang dan perhatian dari orangtua. Hal ini lah juga menyebabkan anak-anak rentan berbuat kriminal. Melakukan pelecehan seksual, penganiayaan, bullying berujung pembunuhan kerap dilakukan oleh anak didik.

Pelaku Kriminal Tak Jera

Sementara itu, sanksi bagi pelaku kriminal hanya penjara yang jelas tak membuat jera. Apalagi pelakunya masih di bawah 18 tahun, tidak akan bisa dijerat hukum. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 bahwa kelompok usia yang digolongkan sebagai anak dalam ranah perkara hukum yaitu berusia 12-17 tahun. Padahal, usia itu sudah tergolong mumayiz bahkan balig. Anak sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Hal ini tentu juga menjadi faktor tren kriminalitas di kalangan pelajar.

Pandangan Islam

Beberapa faktor pemicu kriminal pelajar ini membutuhkan solusi. Solusi yang berasal dari pencipta manusia yaitu Allah Swt. Sebagai Zat yang paling mengerti apa yang baik dan buruk bagi ciptaan-Nya yaitu manusia. Allah sudah menyiapkan panduan yaitu Islam untuk dijadikan manusia sebagai jalan hidup, standar perbuatan, dan juga solusi segala persoalan. Islam memiliki solusi preventif hingga kuratifnya serta mekanisme pelaksanaannya. Untuk mencegah kriminalitas di kalangan anak-anak, Islam menjadikan sistem pendidikan tidak berorientasi nilai melainkan berorientasi pada akidah Islam. Sekolah menjadi tempat anak-anak memahami batasan-batasan mana yg hak dan batil. Anak-anak ditempa menjadi generasi yang berkepribadian Islam. Beriman dan bertakwa serta menyalurkan potensinya di jalan yang diridai Allah Swt. bahkan bermanfaat bagi umat.

Di sisi lain, pendidikan dalam sistem Islam, dianggap sebagai kebutuhan asasi (pokok). Sehingga biaya sekolah maupun kesehatan bisa terjangkau bahkan gratis, tetapi tetap berkualitas. Dengan sistem ekonomi Islam pengelolaan SDA secara mandiri dan maksimal, negara akan mampu memberikan fasilitas pendidikan gratis dan berkualitas bagi anak-anak. Kebutuhan pokok pun juga terjangkau dan stabil harganya.

Selain itu, Islam telah menetapkan peran laki-laki dan perempuan tidaklah sama. Laki-laki sebagai qawwam, ia wajib bekerja. Sedangkan perempuan memiliki peran strategis yaitu sebagai ummun wa rabbatul bayt (ibu dan pengatur urusan rumah tangga). Ibu adalah sekolah pertama dan pendidik pertama. Hal ini telah dipahamkan sejak duduk di bangku sekolah. Sehingga tak akan ada lagi ortu yang mengabaikan peran strategis nya ini. Selain itu negara akan menyiapkan lapangan kerja yang memadai bagi para lelaki. Menjamin kesejahteraan setiap individu. Sehingga tak akan terjadi ortu yang hanya fokus bekerja tapi abai dalam mendidik anaknya.

Kriminalitas (jarimah) dalam Islam memiliki batasan yang jelas, yaitu setiap perilaku yang melanggar ketentuan Allah Swt. Jika pelakunya sudah balig (perempuan ditandai haid, laki-laki ihtilam) maka akan di berikan sanksi sesuai ketetapan hukum syarak. Jika pelakunya belum balig (anak-anak), tetap disanksi selama dilakukan dengan sadar. Sanksi dalam Islam bersifat tegas, bisa membuat jera bagi pelaku dan mencegah orang lain untuk berbuat kriminal. Misalnya saja sanksi berupa qishas. Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ اَلْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْاُنْثٰى بِالْاُنْثٰىۗ فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَي فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍ ۗ ذٰلِكَ تَخْفِيْفٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗفَمَنِ اعْتَدٰى بَعْدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qishas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barang siapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barang siapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih." (QS. Al Baqarah: 178)

Masyaallah, hanya Islam yang mampu menyelesaikan perilaku kriminal pada anak. Semua itu hanya bisa terwujud jika ada negara yang menerapkan Islam yaitu sistem Khilafah. Sudah saatnya umat Islam bahu membahu, menyuarakan dengan lantang agar Islam kembali diterapkan, sehingga keridaan dan keberkahan dari Allah bisa kita dapatkan.

Wallahu a'lam bish-shawaab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ani Ritanti Kontributor NarasiPost.Com
Previous
KTT WWF : Solusi bagi Permasalahan Air Dunia?
Next
Covid-19 Merebak Lagi, Waspadalah!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram