”Padahal, dalam kondisi mobilisasi masa tinggi diperlukan ketegasan negara dalam menangani melonjaknya penyebaran virus. Bukan sekadar peringatan kewaspadaan, tapi lebih jauhnya kesiapan menangani berjangkitnya wabah semakin meluas. “
Oleh. Ummi Nissa
(Kontributor NarasiPost.Com, Penulis, dan Member Komunitas Rindu Surga)
NarasiPost.Com-Di tengah perayaan Idulfitri 1444 H saat ini, masyarakat Indonesia semestinya tetap waspada terhadap penularan virus Covid-19 varian baru yang dikhawatirkan penyebarannya semakin cepat. Dikabarkan melalui laman cnbcindonesia.com (23 April 2023), bahwa Covid-19 varian baru (Arcturus) menjadi kekhawatiran Indonesia. Pasalnya momen lebaran bisa menjadi peluang penyebaran varian tersebut semakin cepat.
Covid-19 varian baru tersebut dipastikan telah masuk ke Indonesia. Tujuh kasus Covid-19 subvarian Omicron XBB 1.16 (Arcturus) terjadi di tanah air. Lonjakan kasus terlihat jelas dalam sepekan terakhir. Pada pekan tersebut (15-22 April 2023), kasus Covid-19 bertambah 7.015 atau naik 18% dibandingkan pekan sebelumnya (5.938). Jumlah kasus sepekan terakhir juga dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan pada pekan terakhir Maret 2023 yang tercatat 3.660.
Pentingnya Kesiapan Negara dalam Menangani Lonjakan Kasus Covid-19
Meskipun fakta telah menunjukkan adanya peningkatan kembali kasus Covid-19 subvarian Arcturus, tapi tak menyurutkan masyarakat untuk melakukan mobilisasi dengan aktivitas mudik. Sayangnya, tak sedikit dari mereka yang abai dengan protokol kesehatan, salah satunya tidak menggunakan masker. Padahal, mobilisasi dan berkumpulnya banyak orang dapat menjadi peluang besar bagi terjadinya penyebaran virus.
Kondisi tersebut tak lepas dari kebijakan pemerintah yang telah mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Hingga penggunaan masker tidak diwajibkan di tempat umum. Padahal, dalam kondisi mobilisasi masa tinggi diperlukan ketegasan negara dalam menangani melonjaknya penyebaran virus. Bukan sekadar peringatan kewaspadaan, tapi lebih jauhnya kesiapan menangani berjangkitnya wabah semakin meluas.
Kapitalisme Sekuler Penyebab Kurangnya Kesiapan Negara
Abainya negara terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat ini sebagai akibat dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Dalam aturan tersebut keuntungan materi merupakan standar dalam setiap kebijakan. Negara tidak berperan melindungi dan mengurusi rakyat, sebaliknya negara ibarat produsen dengan menjadikan rakyat sebagai konsumen yang dapat memberi keuntungan.
Mobilisasi masyarakat pada saat arus mudik lebaran tentu turut meningkatkan pendapatan negara. Penjualan tiket transportasi seperti bis, kereta, pesawat yang pengelolaannya di bawah BUMN, serta penggunaan fasilitas umum seperti jalan tol yang berbayar tentu akan menambah pendapatan negara. Di sisi lain, penguasa tidak memberi jaminan sepenuhnya dalam melindungi rakyat dari ancaman penularan virus subvarian (Arcturus). Bahkan negara seakan tidak ada kesiapan dalam menangani lonjakan kasus Covid-19 tersebut.
Hal ini tampak dari lonjakan penularan kasus Covid-19 subvarian baru yang terus meningkat. Hingga kini tercatat dari data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 yang dirilis Rabu 19 April 2023, kasus virus corona bertambah 1.242 dalam sehari. Sehingga, total kasus Covid-19 sejak awal pandemi di Indonesia, 2 Maret 2020, hingga saat ini berjumlah 6.760.755 kasus.
Inilah salah satu permasalahan kesehatan dari sekian masalah yang terjadi di negeri ini. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah solusi yang tepat agar terjadi perubahan kehidupan yang lebih baik. Hingga rakyat mendapat jaminan penuh baik dalam layanan kesehatan dan jaminan keselamatan, juga kebutuhan pokok lainnya. Sistem tersebut tidak lain hanyalah syariat Islam.
Syariat Islam Mengutamakan Kesehatan dan Keselamatan Masyarakat
Berbeda dengan sistem kapitalisme sekuler, syariat Islam mendorong penguasa untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok individu rakyat. Selain sandang, pangan, dan papan, juga terjaminnya pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Negara dalam Islam berfungsi sebagai junnah (pelindung) masyarakat dari berbagai ancaman, termasuk bahaya penularan virus Covid-19.
Syariat Islam telah mengatur cara yang khas untuk memutuskan penularan wabah di suatu negeri. Rasulullah saw. bersabda: "Jika kalian mendengar adanya tha’un (wabah) di suatu wilayah, maka jangan memasuki wilayah tersebut; dan ketika kalian berada di dalamnya (wilayah yang terkena wabah), maka jangan keluar dari wilayah tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain itu, seorang ulama asal Granada, Ibnu al-Khatib merekomendasikan beberapa pengobatan juga menekankan bahwa tha’un adalah penyakit menular sehingga dapat dicegah penyebarannya melalui tindakan isolasi atau karantina.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan negara dalam mencegah penularan wabah. Pertama: negara harus melakukan Test-Tracing-Treatment (3T) demi memisahkan orang sehat dari orang sakit. Bagi mereka yang sakit, negara akan mengurus pengobatannya hingga sembuh.
Kedua: negara harus menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup dan memadai bagi rakyat. Bahkan, jika diperlukan vaksinasi sebagai salah satu cara mencegah penularan virus, maka negara harus menyediakan layanan secara gratis.
Ketiga: negara harus tetap mengedukasi masyarakat agar tidak menyepelekan wabah. Terlebih dalam suasana lebaran seperti saat ini. Masyarakat yang melakukan perjalanan mudik, kumpul bareng keluarga agar tetap menjaga protokol kesehatan seperti menggunakan masker, menjaga jarak, sering mencuci tangan, dan lain sebagainya.
Demikian tanggung jawab negara dalam menjamin kebutuhan rakyat, khususnya jaminan kesehatan dan keselamatan jiwa dari ancaman wabah. Upaya pencegahan dan penangan wabah tentu harus ditopang oleh sistem keuangan yang kokoh. Oleh karenanya semua tanggung jawab negara tersebut akan sempurna dilaksanakan jika aturan Islam diterapkan secara menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan. Hingga rakyat pun akan terjamin kesehatannya dengan merasakan nyaman, tenang beribadah, serta dapat bersilaturahim selama mudik lebaran tanpa dikhawatirkan terpapar virus berbahaya.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab.[]