Pabrik "Hantu" Menggusur Lahan Produktif

”Namun, sungguh sangat disayangkan karena faktanya yang menjadi lahan pabrik adalah lahan-lahan pertanian yang sebenarnya masih produktif untuk mendukung upaya cadangan pangan menuju swasembada pangan nasional.”

Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Tujuan utama dari kawasan industri adalah menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perusahaan untuk beroperasi dan berkembang, fokus pada efisiensi produksi, aksesibilitas dan dukungan infrastruktur yang memadai.

Salah satu kawasan industri yang kini banyak eksodus ke daerah adalah Kawasan Berikat Nusantara (KBN) yang ada di Jakarta. Kondisi pabrik-pabriknya seperti diwartakan CNBC Indonesia (26/5/2023) bagaikan pabrik "hantu" karena memang tidak lagi berproduksi, sepi aktivitas manusia dan suara mesin.

Sebenarnya pemerintah dalam menentukan suatu wilayah menjadi kawasan industri, mempunyai banyak aspek seperti salah satunya pertimbangan lokasi yang strategis, dekat dengan pelabuhan, bandara, jaringan transportasi, dan pusat-pusat konsumen. Hal ini untuk memudahkan perusahaan dalam mendistribusikan produk mereka dan mengakses bahan baku dengan lebih efisien.

Selain itu, kawasan industri biasanya dibagi menjadi zona-zona yang sesuai dengan jenis kegiatan industri tertentu. Misalnya, terdapat zona untuk industri berat, industri ringan, dan industri berbasis teknologi. Zonasi ini membantu dalam mengatur dan mengelola ruang serta memastikan kompatibilitas antara perusahaan dalam kawasan industri.

Infrastruktur juga harus mendukung, dalam hal ini pemerintah dan pengembang kawasan industri bertanggung jawab untuk menyediakan infrastruktur yang mendukung, seperti jalan raya, sistem transportasi publik, air bersih, sistem pengolahan limbah, dan sambungan listrik yang andal. Infrastruktur yang memadai penting untuk memfasilitasi operasional perusahaan dan memenuhi kebutuhan logistik.

Eksodus ke Lahan Pertanian Produktif

Berkaitan dengan banyaknya eksodus pabrik-pabrik dari kota besar Jakarta ke daerah seperti di Majalengka. Ada puluhan pabrik kini menjamur di daerah yang semula dikenal dengan sebutan "Kota Angin" tersebut. Masih rendahnya upah pekerja dan biaya hidup di Majalengka menjadi alasan para investor mengalihkan usahanya di kawasan yang kini disebut kawasan industri baru di Jawa Barat, yaitu Kawasan Metropolitan Rebana (Cirebon, Petimban, dan Kertajati). Hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2021.

Selain upah pekerja dan biaya hidup yang masih murah, pemerintah setempat juga memberikan insentif dan fasilitas peraturan yang mendukung bagi perusahaan yang ingin beroperasi di kawasan industri. Ini dapat mencakup insentif pajak, kelonggaran perizinan, perlindungan hukum, dan dukungan kebijakan lainnya untuk mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi di kawasan industri.

Namun, yang harus terus dicermati kawasan industri yang baru tersebut kadang tidak memerhatikan aspek lingkungan hidup. Dalam beberapa tahun terakhir, perlindungan lingkungan telah menjadi perhatian utama dalam konsep kawasan industri.

Upaya pemerintah telah dilakukan untuk memastikan bahwa perusahaan yang beroperasi di kawasan industri mematuhi standar lingkungan yang ketat, termasuk pengelolaan limbah yang aman, penghematan energi, dan penerapan praktik ramah lingkungan.

Namun, sungguh sangat disayangkan karena faktanya yang menjadi lahan pabrik adalah lahan-lahan pertanian yang sebenarnya masih produktif untuk mendukung upaya cadangan pangan menuju swasembada pangan nasional.

UU Ciptaker Biang Keroknya

Disinyalir penyebab longgarnya investasi asing di negeri ini karena hadirnya Undang-undang Cipta Kerja yang diteken pemerintah dengan tujuan untuk mendorong investasi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan daya saing ekonomi. Dalam konteks sistem upah, Undang-undang Cipta Kerja mencakup beberapa perubahan yang signifikan. Banyak pihak yang menduga UU Ciptaker adalah pesanan oligarki untuk memuluskan ekspansi usahanya untuk merambah lahan-lahan produktif yang bernilai ekonomi tinggi.

Konsep kawasan industri harusnya selaras dengan konsep hilirisasi yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan suatu negara terhadap ekspor bahan mentah dan meningkatkan nilai tambah dalam negeri dengan mengolah bahan baku tersebut menjadi produk jadi yang lebih kompleks dan bernilai tinggi. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang dimiliki suatu negara, meningkatkan kapasitas industri, serta memperluas basis industri.

Tahap ini melibatkan konversi bahan mentah menjadi produk jadi melalui proses pengolahan dan manufaktur. Misalnya, dalam sektor pertanian, bahan mentah seperti biji kakao dapat diolah menjadi cokelat, atau dalam sektor pertambangan, bijih besi dapat diolah menjadi baja.

Hilirisasi juga melibatkan kegiatan riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas, efisiensi, dan inovasi produk. Melalui riset dan pengembangan, produk dapat ditingkatkan nilai tambahnya, menciptakan produk dengan keunggulan kompetitif, dan meningkatkan daya saing di pasar global.

Sangat disayangkan kalau upaya hilirisasi ini merambah lahan produktif pertanian yang menjadi tumpuan pemerintah dalam meningkatkan nilai swasembada pangan, mengurangi ketergantungan terhadap impor, meningkatkan daya saing industri, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Sudut Pandang Syariat Islam

Syariat Islam memandang bahwa aktivitas industri merupakan perkara yang dibolehkan sebagai upaya untuk mendapatkan harta kekayaan, selain dari pertanian dan aktivitas perdagangan.

Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab Nidzam Iqtishadi fii Al Islam menjelaskan, bahwa tanah pertanian yang masih produktif tidak boleh dialihfungsikan. Status tanah pertanian sendiri harus digarap, tidak boleh disewakan, sebagaimana makna hadis, "Nabi saw. telah melarang sewa lahan pertanian." (HR. Al Bukhari)

Untuk lahan industri harus disiapkan lahan yang nonpertanian, terutama lahan-lahan yang telah lama terlantar karena jika selama tiga tahun tanah tersebut tidak produktif, negara berhak mengambil alihnya.

Dalam kegiatan industri juga terikat dengan aturan syarak menyangkut akad muamalah (syirkah) dalam permodalan, jenis produk apa yang dihasilkannya dan hukum jual beli ketika sudah menjadi produk yang diperdagangkan. Dalam hal produk yang dihasilkan tidak boleh produk yang diharamkan dan berlaku fikih jual beli yang telah ditentukan secara rinci termasuk berbagai macam larangannya, seperti haramnya menimbun barang dan praktik kecurangan lainnya.

Demikian pula berkaitan dengan lahan yang digunakan untuk pabrik tidak boleh pada lahan yang merugikan kepentingan rakyat, apalagi jika sampai merampas harta kekayaan yang menjadi milik umum.
Wallahu'alam bish Shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Maman El Hakiem Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Selaksa Sukma
Next
Pemuda Cerdas Politik
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram