"Realitas para lansia, perempuan, dan anak-anak yang terjebak dalam kemiskinan dan kelaparan ini tentu menampar sistem kapitalisme secara keras. Dalam hitungan global saja, kemiskinan mewujud dalam jumlah yang besar, apalagi jika ditelisik satu per satu individu, realitasnya akan makin mengerikan. Kemiskinan ekstrem nyata adanya dan makin meningkat."
Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Krisis ekonomi global masih terjadi dan dampaknya menerjang berbagai kalangan. Lapisan masyarakat menengah terjun menjadi miskin, sedangkan kalangan miskin makin fakir. Di tengah masyarakat, makin banyak kalangan rentan yang mencoba bertahan hidup meski dalam kondisi kelaparan.
Liputan BBC Indonesia yang dipublikasikan pada 29 April 2023 menggambarkan imbas inflasi global pada golongan rentan. Mereka adalah para lansia, kaum perempuan, dan anak-anak.
Para lansia di berbagai penjuru dunia sangat terpukul oleh kondisi ekonomi yang memburuk. Harga barang-barang meroket tanpa kendali, sedangkan para lansia ini sudah tidak produktif secara ekonomi. Mereka hanya bisa menggantungkan hidupnya pada pemberian anaknya. Sementara itu, anak mereka juga kesulitan ekonomi dan harus menanggung kebutuhan ekonomi keluarga sehingga tidak bisa banyak membantu.
Meseret Addis, salah seorang lansia yang diwawancarai oleh BBC Indonesia menceritakan bahwa dirinya hanya makan sehari sekali dan tidak setiap hari. Dia harus menyisihkan sedikit makanan yang ada untuk cucu-cucunya. Kondisi tubuhnya sudah renta dan sakit-sakitan sehingga tidak memungkinkan untuk bekerja. Sementara itu, obat yang selama ini ia konsumsi terpaksa dihentikan karena tidak ada uang untuk membelinya. Di tengah perut yang melilit karena lapar, dia juga harus menahan sakit tanpa obat.
Kisah lansia ini merupakan potret yang mewakili wajah para lansia di berbagai penjuru dunia. Mereka kelaparan dan sakit-sakitan, tetapi tidak ada makanan dan obat-obatan yang dimiliki. Bahkan yang punya pekerjaan ataupun dana pensiun pun terpaksa menggantungkan diri pada bank makanan untuk makan sehari-hari. Hal ini karena gaji atau dana pensiun yang diperoleh tidak mampu mengimbangi kenaikan harga barang-barang yang terus melangit.
Kalangan Rentan yang Tertekan
Selama ini, lara para lansia ini tidak tampak di atas kertas, tenggelam di antara data-data ekonomi makro. "Data mengenai warga lansia benar-benar tidak ada. Mereka ditinggalkan dalam upaya mendukung sistem karena mereka tidak kasat mata," ungkap Claudia Mahler, ahli independen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait hak asasi warga lansia.
Sama dengan para lansia, kondisi perempuan dan anak-anak juga tertekan oleh krisis global. Meski para perempuan tersebut bekerja, gaji mereka tidak sebanding dengan kenaikan harga barang yang terjadi. Sedangkan anak-anak yang seharusnya tercukupi gizinya untuk tumbuh kembang, kini tidak bisa mendapatkan makanan sebagaimana seharusnya.
Jika ada program makan gratis di sekolah, mereka termasuk beruntung. Jika tidak ada program tersebut, mereka terpaksa melewati hari-hari dalam kelaparan. Bahkan ada anak-anak yang sengaja lewat dekat sebuah restoran, semata demi bisa mencium aroma ayam goreng sambil membayangkan rasanya. Sungguh menyedihkan.
Kelompok rentan ini tidak sedikit jumlahnya. Berdasarkan data Program Pangan Dunia PBB, jumlah orang yang menghadapi kerawanan pangan akut pada 2019 sebanyak 135 juta, tetapi kemudian melonjak hingga mencapai 345 juta orang pada 2022. Penyebabnya saling tumpang tindih. Mulai dari pandemi Covid-19, perang Rusia-Ukraina hingga krisis ekonomi global yang mengakibatkan disrupsi rantai pasok pangan dan lonjakan inflasi.
Akibat Sistem Kapitalisme
Realitas para lansia, perempuan, dan anak-anak yang terjebak dalam kemiskinan dan kelaparan ini tentu menampar sistem kapitalisme secara keras. Betapa tidak, selama ini kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang mendominasi dunia. Namun, nyatanya kapitalisme gagal dalam menyejahterakan manusia. Dalam hitungan global saja, kemiskinan mewujud dalam jumlah yang besar, apalagi jika ditelisik satu per satu individu, realitasnya akan makin mengerikan. Kemiskinan ekstrem nyata adanya dan makin meningkat.
Kondisi para lansia yang memprihatinkan ini bukan hanya terjadi di negeri-negeri yang jauh semisal di Afrika. Namun, fakta ini juga ada dan tampak nyata di negara kita. Meski pemerintah mengeklaim bahwa ekonomi Indonesia telah pulih dari imbas pandemi, nyatanya data BPS yang dipublikasikan pada 16-1-2023 mengungkap bahwa lebih dari 26 juta penduduk Indonesia terperangkap dalam kemiskinan. Sementara itu, lebih dari 10 juta penduduk mengalami kemiskinan ekstrem.
Padahal garis kemiskinan di Indonesia cukup rendah, tidak sama dengan standar internasional. Jika garis kemiskinannya disamakan dengan Bank Dunia, jumlah penduduk miskin akan makin banyak. Di dalamnya ada golongan rentan, yaitu lansia, perempuan, dan anak-anak. Dalam keseharian, kita menemukan mereka ada di sekitar kita.
Islam Menjamin Kesejahteraan Orang per Orang
Kegagalan kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan sudah terbukti secara kasat mata. Oleh karenanya, tidak ada alasan untuk tetap mempertahankan sistem ini. Sistem kapitalisme harus diganti dengan sistem lain, yaitu Islam. Mengapa harus Islam? Karena Islam adalah satu-satunya sistem yang memperhatikan kesejahteraan manusia orang perorang.
Sistem Islam mewujudkan kesejahteraan yang merata pada semua rakyat. Standar sejahtera dalam Islam bukan angka nominal tertentu sebagai batas kemiskinan. Namun, standar sejahtera dalam Islam adalah terpenuhinya sandang, pangan, papan, pendidikan kesehatan, dan keamanan. Sabda Rasulullah saw.,
مَنْ أصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا في سربِهِ، مُعَافَىً في جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا
"Siapa di antara kalian yang berada pada waktu pagi dalam keadaan aman di tempat tinggalnya, sehat jasmaninya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan seluruh dunia ini telah diberikan kepadanya."
Untuk mewujudkan kesejahteraan yang merata, sistem Islam mendasarkan pengaturannya pada syariat Islam. Islam memiliki pandangan bahwa bumi dengan segala kekayaannya tersebut cukup untuk menghidupi seluruh manusia. Oleh karenanya, yang dibutuhkan adalah pengaturan yang adil agar setiap orang mendapatkan haknya.
Sayangnya, keadilan ini tidak terwujud dalam kapitalisme. Kekayaan bumi dikuasai segelintir korporasi, sedangkan miliaran manusia lainnya harus memperebutkan remah-remah saja. Akibatnya adalah kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.
Sungguh berbeda dengan Islam yang membagi kekayaan bumi menjadi tiga, yaitu kepemilikan negara, kepemilikan umum, dan kepemilikan individu. Dengan demikian, tidak ada pihak yang mendominasi ekonomi dunia. Dengan distribusi kekayaan yang adil tersebut, setiap manusia akan merasakan kesejahteraan.
Khalifah tidak akan berpuas diri dengan laporan yang bersifat global. Khalifah akan memastikan bahwa setiap rakyatnya kenyang. Inilah yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab melalui patroli. Beliau berjalan ke seluruh penjuru negeri untuk memastikan bahwa rakyatnya tidak kelaparan. Dengan demikian, beliau bisa mengawasi kondisi rakyatnya secara langsung. Inilah indahnya sistem Islam. Dengan Islam, kesejahteraan terwujud nyata. Wallahu a'lam bishawab.[]