”Jika dicermati secara mendalam, KTT ASEAN hanyalah alat yang digunakan Barat dan Cina untuk melanggengkan kekuasaan di kawasan ASEAN.”
Oleh. Firda Umayah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Konferensi Tingkat Tinggi ke-42 ASEAN yang akan diadakan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 9-11 Mei 2023 dikabarkan akan membahas berbagai isu, seperti penguatan kapasitas dan efektivitas kelembagaan ASEAN, penguatan arsitektur kesehatan di wilayah Asia Tenggara, serta pemulihan ekonomi pasca pandemi. Hal ini disampaikan oleh Teuku Faizasyah, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri dalam keterangan tertulis pada Sabtu 29 April 2023 (Kompas.com, 29/04/2023).
Diketahui KTT ASEAN merupakan pertemuan para pemimpin negara ASEAN yang selalu membahas isu-isu tertentu setiap kali berlangsung. Harapan dari KTT ini adalah dapat mengembangkan hubungan ekonomi dan budaya, serta menciptakan perdamaian dan kesejahteraan negara di kawasan ASEAN. Namun, hingga saat ini, harapan keberadaan KTT ASEAN sepertinya tidaklah terwujud. Kemiskinan, krisis moral, konflik dalam negeri, merupakan beberapa masalah yang masih menyelimuti negara anggota di kawasan ASEAN. Lalu, akankah KTT ke-42 membawa perubahan pada kondisi di kawasan ASEAN?
Kilas Balik KTT ASEAN
Sejak berdirinya ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, telah berlangsung 41 kali KTT resmi, 4 KTT tidak resmi, dan 1 KTT Luar Biasa. Setiap kali berlangsung KTT, pertemuan ini selalu menghasilkan konsensus bersama yang disepakati para anggota konferensi. Sayangnya, dari ke sekian konsensus yang telah ada, tidak terlihat kemajuan yang signifikan. Hal itu dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, tidak adanya implementasi konsensus lima poin yang membantu mengakhiri konflik di Myanmar pada tahun 2021. Sejak pemerintahan sipil Myanmar digulingkan oleh militer pada kudeta 1 Februari 2021, kekerasan kepada kelompok antijunta militer terus terjadi. Desakan dan kecaman para pemimpin ASEAN terhadap kekerasan junta militer terhadap warga sipil di Myanmar yang tidak dibarengi oleh aksi nyata, tidak dapat menyelesaikan konflik di Myanmar.
Kedua, hubungan kerja sama ekonomi antarnegara ASEAN yang tidak membuahkan hasil yang manis. Masuknya mayoritas negara ASEAN ke dalam 100 negara termiskin di dunia merupakan bukti bahwa kemiskinan masih menjadi salah satu problem utama di kawasan ASEAN. Indonesia, Myanmar, Vietnam, Filipina, Kamboja, Timor Leste, dan Laos merupakan negara-negara yang masuk dalam daftar tersebut hingga saat ini. Hubungan kerja sama multilateral antaranggota ASEAN tampaknya belum mampu mengeluarkan negara kawasan terlepas dari jeratan kemiskinan.
Ketiga, kemitraan asimetris ASEAN dan Cina yang merugikan negara kawasan. Dalam kesempatan KTT ASEAN-Cina pada tahun 2021 lalu, hubungan kerja sama ASEAN dan Cina yang diharapkan dapat memajukan ekonomi negara kawasan, faktanya justru sebaliknya. Presiden Filipina pernah memprotes tindakan Cina yang telah menembak kapal pemasok makanan untuk tentara Filipina. Tindakan itu dilakukan oleh kapal penjaga pantai di laut cina selatan. Di Indonesia, kapal riset Cina diduga kuat melakukan riset di ZEE (Zona Indonesia di laut Natuna yang diklaim Cina sebagai bagian dari wilayahnya. Adanya megaproyek OBOR (One Belt One Road) di kawasan wilayah negara anggota ASEAN yang menjadi jalan bagi Cina untuk meluaskan jaringan perdagangannya.
Keempat, KTT ASEAN-AS pada tahun 2022 juga hanya untuk mengamankan hegemoni AS karena kondisi ekonomi AS yang merosot tajam akibat pandemi Covid-19 dan bertepatan dengan konflik Rusia-Ukraina. Hal ini karena nilai ekonomi Indonesia dan beberapa negara ASEAN relatif masih tangguh dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan dampak perang Rusia-Ukraina. Pada saat itu, AS mencoba mempererat hubungan dengan ASEAN guna mengimbangi pengaruh Cina yang semakin meluas.
Alat Kepentingan Asing dan Aseng
Jika dicermati secara mendalam, KTT ASEAN hanyalah alat yang digunakan Barat dan Cina untuk melanggengkan kekuasaan di kawasan ASEAN. Isu utama yang membahas persoalan ekonomi selalu hadir dalam pertemuan KTT. Barat yang diwakili oleh AS, sebagai negara dengan gejolak inflasi yang besar akibat dampak pandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina selalu berusaha mengikat perjanjian dengan ASEAN dan juga negara-negara di Asia untuk memperkuat pengaruhnya. AS melakukan kesepakatan dengan memperdalam aliansi dengan negara-negara di kawasan tersebut. AS terus memantau dan mengintensifkan Indo-Pasifik sebagai penjaga kepentingannya. Tindakan AS ini bukanlah yang pertama kali dilakukan, mengingat hubungan kerja sama yang dilakukan AS dengan negara-negara lain sudah lebih dari empat dekade.
Tak hanya Barat, Cina yang sempat memimpin KTT peringatan 30 tahun kemitraan dialog Cina dengan ASEAN juga memiliki ambisi yang sama. Cina memandang bahwa kawasan ASEAN merupakan mitra dagang terbesar yang sangat dinamis, strategis, dan substansial. Cina juga memprioritaskan kerja sama pada kawasan Indo-Pasifik dalam hal kemaritiman, konektivitas, perdagangan dan investasi, serta pencapaian sasaran pembangunan berkelanjutan (SDGs). Cina juga menjadikan kawasan tersebut sebagai peta jalan dan panduan untuk masyarakat yang memiliki keamanan politik, sosial, dan ekonomi sesuai dengan arahan Cina.
Dari sini, maka jelaslah bahwa KTT ASEAN yang diharapkan dapat memajukan dan menciptakan kesejahteraan negara di kawasan ASEAN hanyalah mimpi semata. Sebab, kepentingan kapitalistik dan imperialisme sangat kental di dalam kemitraan komprehensif yang dilakukan. Para pemangku kepentingan dan kebijakan kapitalisme hanya memanfaatkan hubungan kerja sama ini untuk meluaskan jaringan dan mempertahankan hegemoni penjajahannya.
Oleh karena itu, umat Islam sebagai masyarakat yang merupakan penduduk terbesar di kawasan ASEAN harus menyadari bahaya setiap agenda global yang dilakukan bersama para pemangku kapitalisme. Sebab, tak ada makan siang gratis di dalam konsep mereka. Tak ada musuh yang abadi begitu juga dengan kawan abadi. Semua dilakukan berdasarkan manfaat yang terdapat di dalamnya. Karena inilah dasar dan tujuan para negara kapitalis dalam melakukan hubungan kerja sama.
Kesejahteraan dalam Naungan Daulah Islam
KTT ASEAN dan konferensi internasional lainnya sejatinya hanyalah upaya untuk melegalisasi penjajahan dalam bentuk kerja sama. Konferensi ini dijadikan sebagai mediasi antara negara pemangku kapitalisme dengan negara-negara lain yang menjadi sasaran atas ideologi kapitalisme. Proyek global yang diberikan hanya akan membuat negara-negara ASEAN sulit terlepas dari penjajahan politik, ekonomi, sosial-budaya, dan yang lainnya. Semua itu dilakukan dengan jalur pemikiran agar masyarakat mau menerima upaya penjajahan tersebut. Para pemangku kapitalisme nyatanya juga selalu mengincar kekayaan alam yang ada di kawasan ASEAN untuk dieksploitasi dan diambil untuk kepentingan mereka.
Dalam pandangan Islam, umat Islam haram hukumnya menjadikan orang-orang kafir sebagai teman atau orang kepercayaan mereka. Allah Swt. telah mengingatkan bahaya ini di dalam surah Ali Imran ayat 118.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْا بِطَانَةً مِّنْ دُوْنِكُمْ لَا يَأْلُوْنَكُمْ خَبَالًاۗ وَدُّوْا مَا عَنِتُّمْۚ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاۤءُ مِنْ اَفْوَاهِهِمْۖ وَمَا تُخْفِيْ صُدُوْرُهُمْ اَكْبَرُ ۗ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْاٰيٰتِ اِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُوْنَ
"Hai, orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan teman orang-orang di luar kalangan kamu sebagai teman kepercayaan kamu, mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuran kamu. Sungguh telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami terangkan kepada kamu ayat-ayat Kami, jika kamu mengerti."
Kesejahteraan yang menjadi impian semua negara termasuk negara-negara ASEAN sejatinya hanya ada di dalam sistem pemerintahan Islam. Islam, sebagai sistem yang manusiawi merupakan sistem yang sesuai dengan fitrah manusia yang berasal dari pencipta alam semesta yakni Allah Swt. Allah sebagai Zat Yang Maha Pengatur dan Penyayang telah menyiapkan seperangkat aturan untuk kebaikan umat manusia. Islam hadir sebagai solusi atas semua permasalahan hidup manusia termasuk dalam masalah kenegaraan. Karena Islam merupakan agama sekaligus ideologi hidup yang benar yang akan mampu membawa hidup manusia kepada keamanan, kesejahteraan, ketenteraman, dan ketenangan hidup.
Allah Swt. berfirman, "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (TQS. Ar-Rum : 30).
Kesejahteraan, kebahagiaan, dan kemuliaan hidup manusia hanya akan dapat diraih jika umat Islam bersatu untuk menerapkan syariat Islam secara keseluruhan. Karena Islam, baik dalam konsep dan penerapan telah mampu membawa manusia pada derajat kemuliaan hidup selama lebih dari 13 abad lamanya. Ini dapat dilihat dari adanya institusi negara Islam yang didirikan oleh Rasulullah saw. sejak hijrahnya beliau saw. ke Madinah yang dilanjutkan dengan kepemimpinan para Khulafaur Rasyidin dan khalifah setelahnya.
Keadilan dan kesejahteraan yang diwujudkan dalam naungan Daulah Islam juga diberikan kepada semua warga negara tanpa terkecuali. Hingga seorang sejarawan Kristen dan orientalis yang bernama T.W. Arnold menulis sebuah buku tentang dakwah Islam yang berjudul The Preaching of Islam. Ia menuliskan bahwa perlakuan pemerintahan Khilafah Turki Utsmani terhadap warga Kristen selama lebih dua abad setelah penaklukan Yunani, telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa.
Itulah sedikit gambaran ketika Daulah Islam tegak. Sebuah negara yang mampu menyatukan umat manusia dari berbagai latar agama, bahasa, dan wilayah tempat tinggal dengan aturan yang satu yakni aturan Islam yang mampu menjadi rahmat bagi semesta. Tidak seperti aturan dalam sistem kapitalisme yang hanya membawa kerusakan dan kesengsaraan bagi hidup manusia.
Wallahu a'lam bishawab.[]