”Yang mestinya diambil Indonesia adalah kekayaan alamnya yang terdiri dari tanah, tambang emas, tembaga, dan sebagainya, bukan malah membeli sahamnya dan memperpanjang kontrak. Sebab, hal ini merupakan pengkhianatan terhadap rakyat.”
Oleh. Erdiya Indrarini
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Publik)
NarasiPost.Com-Sungguh ironi, tanahnya milik kita. Hartanya terkandung dalam tanah kita. Namun semua dikuasai mereka. Kita hanya bisa menatap saja. Inilah Indonesia, potret sebuah negeri kaya yang cacat kelola. Lantas, harusnya bagaimana?
Dilansir dari cnnindonesia.com (29/4/2023), Presiden Joko Widodo berencana memperpanjang kontrak atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI) setelah tahun 2041. Rencana ini disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia di Kementerian Investasi, Jumat (28/4). Bahlil mengatakan bahwa perpanjangan itu disertai syarat, yakni penambahan 10 persen lagi saham Indonesia di Freeport. Sehingga, jumlah saham Indonesia menjadi 61 persen. Perpanjangan kontrak dilakukan karena pendapatan perusahaan yang semakin baik. Sementara masih digodok berapa lama perpanjangan ditetapkan.
Hal ini disambut baik oleh VP Corporate Communication PTFI, Katri Krisnati sebagaimana disampaikan kepada CNNIndonesia.com. Katri menjelaskan bahwa Freeport adalah aset penting pemerintah. Karena menurutnya, perusahaan ini berpotensi memberikan manfaat signifikan bagi ekonomi Indonesia dan khususnya bagi rakyat Papua, juga keberlanjutan lapangan pekerjaan setelah 2041. Katri pun menjelaskan bahwa kebijakan tersebut diambil demi kepentingan bangsa, negara, dan seluruh pemangku kepentingan.
Perusahaan Freeport
PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah anak perusahaan Freeport-McMoRan Copper and Gold Inc., yaitu sebuah perusahaan tambang raksasa milik Amerika yang mengelola tambang emas di Grasberg, Papua. Grasberg merupakan tambang emas terbesar di dunia. Di awal eksploitasi, tambang Grasberg diperkirakan memiliki kandungan emas dan tembaga hingga mencapai 3,8 miliar ton. Freeport menguasai tambang Grasberg sejak tahun 1967 setelah mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari Indonesia.
Izin usaha tersebut berlaku 30 tahun sejak mulai beroperasi tahun 1973. Kemudian diperpanjang 30 tahun lagi. Walaupun sudah beroperasi lebih setengah abad lamanya mengeruk kekayaan alam milik Indonesia, namun PT Freeport Indonesia tak banyak memberikan kontribusi bagi rakyat Indonesia. PTFI mengaku memberikan 60 persen hasil penambangan di Grasberg kepada Indonesia. Namun nyatanya, mantan menteri ESDM, Ignasius Jonan pernah mengatakan bahwa penerimaan Negara dari Freeport hanya 8 triliun rupiah saja per tahun. Jumlah itu pun hanya dinikmati oleh segelintir golongan saja.
Menjadi ironis ketika izin penguasaan PTFI terhadap tambang Grasberg ini malah akan diperpanjang lagi, bahkan hingga sekian puluh tahun lamanya. Selain itu, membeli saham PTFI dengan harga mahal, bahkan dengan cara utang merupakan kebodohan. Menurut seorang guru besar ekonomi, yang mestinya diambil Indonesia adalah kekayaan alamnya yang terdiri dari tanah, tambang emas, tembaga, dan sebagainya, bukan malah membeli sahamnya dan memperpanjang kontrak. Sebab, hal ini merupakan pengkhianatan terhadap rakyat.
Perpanjangan Kontrak Freeport Adalah Kezaliman
Walaupun operasi perusahaan Freeport menghasilkan pendapatan bagi Indonesia, namun hal ini bentuk dari penjajahan gaya baru negara adidaya Amerika. Barat yang dikomandoi Amerika adalah pengusung ideologi kapitalisme. Dalam kapitalisme, sistem pengelolaan harta dan Sumber Daya Alam (SDA) tidak dibatasi jumlah kepemilikannya alias bebas. Selama ada dana atau kapital dan kekuasaan, siapa pun termasuk asing bisa mengeruk SDA.
Tak heran, Barat terus menerus mengampanyekan sistem ideologi kapitalisme di setiap negara, terutama pada negeri-negeri muslim seperti Indonesia. Nahasnya, Indonesia yang mengaku berideologi Pancasila pun bertekuk lutut, bersedia menerapkan sistem pemerintahan dari ideologi kapitalisme buatan Barat yang notabene adalah negara penjajah.
Padahal, ideologi kapitalisme mengharuskan adanya demokrasi yang meniscayakan adanya kongkalikong antara penguasa dan pengusaha. Sekularisme dengan jargonnya “jangan bawa-bawa agama dalam setiap kebijakan/permasalahan”. Juga mengharuskan adanya paham liberalisme, yaitu kebebasan berkehendak. Dengan adanya liberalisme itu, akibatnya SDA yang merupakan harta milik rakyat Indonesia bisa dengan mudah dikuasai asing sebagaimana pertambangan Grasberg Papua yang dieksploitasi dan dikeruk PT Freeport.
Di samping itu, supaya eksistensi kekuasaannya terus berlanjut. Maka Barat dengan sistem kapitalismenya akan melakukan berbagai cara untuk melanggengkan hegemoni mereka. Mereka tak akan berhenti mengeluarkan narasi sesat yang membodohi rakyat seperti Indonesia tidak mampu mengelola sumber tambang sendiri, atau pertambangan Freeport masih mendatangkan income miliaran bagi negara. Juga iming-iming lainnya.
Padahal, jika Indonesia mengelola semua SDA termasuk mengelola hasil tambangnya secara mandiri sesuai syariat, tentu negeri ini akan berdaulat. Keuntungannya yang didapat akan jauh lebih besar daripada dikontrak oleh asing. Dampaknya, kesejahteraan rakyat akan terangkat. Pendidikan, kesehatan, maupun semua kebutuhan primer individu rakyat akan mudah didapat. Bahkan, negeri ini akan disegani di dunia internasional. Maka ketika tambang Grasberg Papua dikontrakkan dan waktunya terus diperpanjang, itu sebuah kezaliman terhadap rakyat, khususnya warga Papua.
Bagaimana Harusnya Mengelola Sumber Daya Alam?
Dalam Islam, SDA adalah harta terbesar bagi negara. Karena akan memberi kemaslahatan yang luar biasa kepada rakyat dan negara. Hal itu karena dalam sistem pemerintahan Islam, SDA adalah harta milik rakyat secara umum. Sehingga, haram hukumnya diprivatisasi baik oleh individu, swasta, apalagi oleh asing. Hal ini mengacu pada sabda Rasulullah saw. yang artinya :
“Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli yakni air, rumput, dan api.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa ketika Abyard bin Hammal meminta kepada Rasulullah saw. untuk dapat mengelola tambang garam, beliau meluluskan. Namun, seorang sahabat mengingatkan, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh, Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir.”
Kemudian Rasul saw. bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR. At-Tirmidzi)
Dari hadis ini menjelaskan bahwa ketika Nabi teringat akan sunah Rasulullah saw. tentang padang, api, dan air, sedangkan semua manusia bersekutu dalam masalah tersebut, maka Nabi mencabut pemberian beliau. Karenanya, beliau melarang siapa pun untuk memilikinya, sedangkan yang lain terhalang.
Oleh karena itu, jika negeri ini menerapkan sistem pemerintahan Islam, maka semua SDA yang jumlah depositnya besar seperti air, emas, batu bara, migas, garam, dan sejenisnya, maka masuk dalam harta milik umum. Sehingga tidak boleh dikuasai oleh individu, swasta, apalagi oleh asing.
Namun, SDA itu akan dikelola oleh negara dengan mengoptimalkan tenaga ahli dari rakyat dan generasi bangsanya. Untuk itu, negara akan mengerahkan segala upaya guna melakukan eksplorasi, eksploitasi, serta pengelolaan SDA secara mandiri. Hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat secara langsung melalui berbagai subsidi dan pelayanan publik seperti energi listrik, jasa transportasi umum, jasa telekomunikasi, dan sebagainya. Juga diberikan kepada rakyat secara tidak langsung. Yaitu dengan menggratiskan kebutuhan pokok yang sifatnya umum seperti pendidikan, kesehatan, juga keamanan.
Dengan demikian, untuk menangani masalah Freeport, negara yang menerapkan sistem Islam akan mengambil kebijakan baru. Pertama, PT Freeport harus meninggalkan Grasberg maupun kawasan sekitarnya. Sementara, negara akan membeli semua peralatan milik Freeport. Kedua, negara memperbarui akad. Yaitu dengan memindahkan hak guna atau manfaat terhadap semua barang. Freeport boleh tetap berada di tambang Grasberg tapi hanya sebagai pegawai.
Begitulah cara sistem pemerintahan Islam mengelola SDA. Bukan hanya memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Tapi juga menjadikan negara berdaulat dan berwibawa di mata internasional. Di samping itu, keberkahan pun akan hadir seiring dengan ketakwaan negara kepada syariat dalam memperlakukan sumber daya alam. Allah Swt. telah menjanjikan keberkahan itu sebagaimana dalam firman-Nya :
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS. Al-A’raf : 96)
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]