Hari Buruh Diperingati, Sejahtera Masih Menjadi Mimpi

”Persoalan buruh sejak kapitalisme muncul di dunia, terus berkembang hingga saat ini. Buruh diupah sangat rendah, padahal tenaga mereka dieksploitasi.”

Oleh. Isti Da’iyah
(Kontributor NarasiPost.Com dan Mutiara Umat Institute)

NarasiPost.Com-Setiap tanggal 1 Mei selalu diperingati sebagai Hari Buruh Internasional. Hal ini dilatarbelakangi karena banyaknya peristiwa yang terjadi terhadap nasib buruh yang sering terjadi pada bulan Mei. Sejarah mencatat, di antara peristiwa yang terkenal adalah kejadian yang menimpa para buruh pada bulan Mei tahun 1886 di Amerika Serikat. Pada saat itu, para buruh yang sedang melakukan unjuk rasa untuk menuntut pemangkasan jam kerja. Namun, terjadilah sebuah kerusuhan dan terjadi ledakan bom di Chicago, Amerika Serikat, yang menimbulkan banyak korban. Disusul beberapa tahun berikutnya di Paris, pada Mei 1894 juga terjadi tuntutan dari kalangan buruh dalam menuntut kesejahteraan. Sehingga, kalangan sosialis menetapkan May Day sebagai hari libur yang menghormati hak-hak para pekerja.

Di Indonesia sendiri setiap 1 Mei, hari buruh diperingati dengan turunnya para buruh ke jalan untuk melakukan demo. Aksi hari buruh atau May Day biasanya akan dilakukan secara serempak di 38 provinsi di Indonesia. Sedangkan menurut Presiden Partai Buruh Said Iqbal, aksi buruh di Jakarta akan dihadiri sekitar 50 ribu orang. (Detik.news, 1/5/2023).

Dalam aksi May Day tahun ini, buruh membawa tujuh tuntutan yang mereka sampaikan di antaranya: Pertama, pencabutan Omnibus Law UU Nomor 6 Tahun 2023, tentang Cipta kerja. Kedua, mengenai pencabutan ambang batas parlemen 4 persen. Ketiga, mendesak pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau PPRT. Keempat, menolak RUU Kesehatan. Kelima, reformasi agraria dan kedaulatan pangan. Keenam, buruh hanya mendukung presiden yang proburuh. Ketujuh, penghapusan tenaga outsourcing dan tolak upah murah. (CNNIndonesia 29/4/2023).

Hal ini dilakukan para buruh sebagai bentuk tuntutan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Namun, faktanya gaung tuntutan yang disuarakan berulang dari tahun ke tahun tak kunjung membuat sejahtera. Hari buruh diperingati, namun sejahtera masih menjadi mimpi.

Kapitalisme Sekuler Menjauhkan Buruh dari Kondisi Sejahtera

Selama hampir ratusan tahun hari buruh diperingati di seluruh dunia. Namun, faktanya May Day hanyalah seremoni di bulan Mei. Kehidupan buruh tetap dalam kubangan derita, akibat minimnya upah yang mereka terima.

Persoalan buruh sejak kapitalisme muncul di dunia, terus berkembang hingga saat ini. Buruh diupah sangat rendah, padahal tenaga mereka dieksploitasi. Buruh hingga saat ini hidup dalam kesulitan akibat upah mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kenyataannya pemodal semakin kaya, sementara buruh tetap melarat.

Sistem kapitalisme yang mengukur sesuatu dari keuntungan materi yang sebesar-besarnya, mengharuskan buruh mendapatkan upah dari sisa setelah biaya produksi. Sebagaimana ide para ekonom yang beraliran kapitalisme mendorong menjadikan adanya upah minimum. Yakni buruh dibayar berdasarkan biaya paling rendah dari kebutuhan hidup seorang buruh. Dengan demikian menurut anggapan para kapitalis, para buruh tidak akan jatuh pada kemiskinan absolut.

Namun, pada kenyataannya tidaklah demikian. Karena seorang pekerja terkadang harus menanggung beberapa anggota keluarganya yang tidak memiliki penghasilan. Lebih mirisnya lagi para pekerja diwajibkan untuk membayar iuran jaminan sosial di antaranya jaminan kesehatan, pensiun, kecelakaan, dan kematian yang dipotong dari gaji mereka.

Tidak jauh berbeda dengan kondisi buruh di dunia, buruh dalam negeri juga menghadapi permasalahan yang sama. Kehidupan buruh yang jauh dari kata sejahtera, terlebih dengan adanya UU Cipta Kerja. Menurut pemerintah undang-undang ini untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan perlindungan terhadap tenaga kerja. Namun, banyak pihak menilai undang-undang tersebut justru dianggap mengurangi hak-hak pekerja yang selama ini didapatkannya. Sehingga hak-hak pekerja makin sedikit.

Dalam undang-undang tersebut juga terdapat beberapa pasal yang memperbolehkan perusahaan merekrut tenaga asing secara mudah. Selain itu ada beberapa pasal yang mempermudah masuknya barang impor pangan yang bisa mengancam nasib pekerja di sektor pertanian sehingga akan mengancam ketahanan pangan yang ada di dalam negeri.

Dengan alasan di atas maka muncullah penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja tersebut yang masuk dalam 7 tuntutan aksi unjuk rasa yang mewarnai hari buruh pada tanggal 1 Mei tahun ini. Padahal, jika dicermati rata-rata upah buruh di Indonesia relatif lebih rendah dibanding dengan negara-negara di Asia. Terlebih kenaikan upah pekerja selama ini hanya merupakan langkah untuk menyesuaikan dengan kenaikan biaya hidup yang terus meningkat dari hari ke hari. Kenaikan tarif listrik, kenaikan tarif air PDAM, dan harga-harga sembako. Karena itu upah riil buruh di Indonesia secara statistik stagnan sepanjang tahun, meskipun secara nominal jumlah upah mereka meningkat. Hal ini berarti dari tahun ke tahun daya beli pekerja atau buruh tidak meningkat. Sehingga, kemampuan mereka hanya terbatas untuk membiayai kehidupan mereka, yakni untuk membiayai kehidupan pokok saja. Bahkan, sebagian buruh tidak bisa mempunyai rumah yang layak.

Namun, inilah konsekuensi nasib para buruh dalam sistem kapitalis sekuler. Karena setiap kebijakan yang dihasilkan dari undang-undang akan selalu berpihak kepada mereka yang kuat secara politik dan finansial. Peraturan itu hanya menguntungkan kelompok-kelompok tertentu di masyarakat, yakni para pemegang kekuasaan dan pemilik modal besar dalam maupun luar negeri.

Sistem kapitalisme tak ubahnya seperti sebuah perusahaan yang hanya memikirkan keuntungan. Rakyat diposisikan layaknya sebagai konsumen dan negara sebagai penjual. Bahkan, aset-aset negara yang sejatinya milik rakyat pun dijual. Inilah negara korporasi yang tidak bisa dilepaskan dari sistem pemerintahannya yakni demokrasi.

Dalam sistem ini pemerintah haus investasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Berusaha membuat regulasi agar pekerja tidak mengganggu iklim investasi. Pemerintah menggandeng pengusaha untuk menyusun rancangan undang-undang yang bertujuan untuk mempermudah investasi. Meskipun di dalamnya ada hak-hak tenaga kerja atau buruh yang dikurangi. Meskipun tidak dapat dimungkiri, kadang kala pemerintah ikut memberikan kontribusi terhadap para buruh, namun nilainya relatif lebih kecil dibanding yang dibutuhkan.

Jaminan Ketenagakerjaan dalam Sistem Islam

Berbeda dengan sistem Islam dalam memberi jaminan terhadap para pekerja, aturan Islam sangat jelas dalam mengaturnya. Karena paradigma Islam dalam pemenuhan kebutuhan dasar rakyat sangat khas. Pangan, sandang, perumahan merupakan tanggung jawab negara, artinya kebutuhan tersebut harus dapat dinikmati oleh setiap individu rakyat di dalam negara Islam, baik melalui usahanya sendiri, dari harta waris, ataupun dari santunan negara.

Negara juga wajib menyediakan kebutuhan dasar lainnya seperti pendidikan kesehatan keamanan. Negara juga berkewajiban memberikan lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki yang mampu untuk bekerja, sehingga setiap keluarga akan bisa terpenuhi segala kebutuhannya.

Sedangkan upah bagi pekerja, berdasarkan syariat Islam adalah kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja dalam waktu tertentu. Kedua belah pihak dapat melakukan transaksi atau negosiasi perubahan upah sebagaimana yang ditetapkan oleh yang bersangkutan.

Penetapan upah dalam sistem Islam didasarkan pada nilai manfaat yang diberikan pekerja kepada pemberi kerja, baik upah itu mencukupi kebutuhan atau pun tidak. Dengan demikian upah pekerja atau buruh antarsektor dan antarprofesi akan berbeda-beda. Demikian juga dengan penetapan upah tidak boleh didasarkan pada harga barang dan jasa yang dalam jangka pendek dapat berubah-ubah, akibat keseimbangan yang ada. Upah pekerja tidak boleh didasarkan pada nilai kebutuhan dasar pekerja, atau yang dikenal dengan istilah upah minimum, baik provinsi, kabupaten, atau kota. Alasannya sebagaimana yang tersebut di atas bahwa pemenuhan kebutuhan dasar merupakan tanggung jawab negara atas rakyatnya, bukan tanggung jawab pengusaha karena hal ini merupakan bentuk kezaliman. Sebab, manfaat yang diberikan oleh pekerja bisa jadi lebih rendah dibanding kebutuhan hidupnya, sehingga upah yang berdasarkan jumlah minimum kebutuhan dapat merugikan pemberi kerja. Sebaliknya jika manfaat yang diberikan pekerja jauh lebih besar daripada kebutuhan hidup dasarnya, maka akan cenderung merugikan pekerja.

Dalam Islam upah yang sudah disepakati oleh kedua pihak wajib dibayarkan oleh pemberi kerja sebagaimana dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Al Bukhari, Ahmad, dan Ibnu Majah yang artinya: ”Ada tiga golongan pada hari kiamat nanti yang akan menjadi musuh-Ku. Siapa yang menjadi musuh-Ku, Aku akan memusuhi dia. Pertama, seorang yang berjanji setia kepada-Ku, namun mengkhianatinya. Kedua, seorang yang menjual orang merdeka lalu memakan hasil penjualannya. Ketiga, seorang yang memperkerjakan seorang pekerja lalu setelah pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, orang tersebut tidak memberi dia upahnya.”

Dalam sistem Islam tidak dikenal istilah mogok kerja karena didasari rasa ketakwaan kepada Allah. Kontrak kerja atau ijarah antara pekerja dan pemberi kerja kedua-duanya harus dipenuhi dan saling rida. Jika pekerja tidak memenuhi pekerjaannya maka tidak berhak mendapatkan kompensasi. Begitu juga sebaliknya jika pemberi kerja melakukan pengurangan hak atas pekerja maka negara berkewajiban memberi sanksi kepada perusahaan tersebut.

Sedangkan berkaitan dengan tunjangan sosial termasuk uang pensiun, kecelakaan, kesehatan pada dasarnya adalah kewajiban negara bukan kewajiban pengusaha atau para pekerja, namun sudah ada jaminan dari negara. Tidak seperti yang dilakukan dalam sistem ekonomi kapitalis yang berbagai tunjangan didasarkan atau berdasarkan pada sistem tambal sulam kepentingan kapitalisme. Agar kezaliman yang diciptakan sedikit berkurang. Terlebih sumber yang diberikan oleh sistem kapitalisme adalah iuran para pekerja sendiri yakni dari potong gaji. Karena sejatinya yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan primer rakyat adalah negara.

Demikian pula dengan jaminan kesehatan bagi para pekerja dan keluarga mereka. Negara juga wajib menjamin nafkah bagi penduduk yang telah pensiun atau penduduk yang tidak mampu bekerja lagi.

Dalam masyarakat Islam, negara juga berkewajiban untuk membantu rakyat mendapatkan pekerjaan yang layak. Bahkan, Rasulullah mencontohkan beliau pernah memberikan uang dua dirham untuk diberikan kapak, kepada seorang yang meminta pekerjaan kepada beliau.

Karena disebutkan bahwa dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Nabi saw. berkata yang artinya: ”Imam atau khalifah adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” Termasuk dalam hal ini adalah tanggung jawab untuk memberikan pekerjaan kepada rakyat yang laki-laki yang mampu bekerja, memberi jaminan pendidikan gratis hingga level perguruan tinggi. Sehingga, rakyatnya mempunyai kesempatan besar untuk meningkatkan kualitas mereka, yang dapat membantu mengusahakan pekerjaan yang lebih baik bagi rakyatnya. Sehingga, kesejahteraan bukan hanya impian belaka.

Selain itu dalam kebijakan pemerintah Islam, negara akan menghadirkan atau menghindari liberalisasi investasi dan perdagangan yang memberikan mudarat bagi negara dan rakyatnya, termasuk para pekerja. Karena itu liberalisasi impor pangan yang akan merugikan petani domestik dan mengancam kedaulatan pangan negara tidak boleh dilakukan oleh negara Islam. Termasuk adanya kebijakan pemerintah yang mendorong peningkatan investasi asing. Karena investasi asing di negara muslim dapat menyebabkan pihak asing bisa menjarah dan menguasai kekayaan negara-negara muslim, mengakses informasi penting, dan strategis sehingga menjadikan negara muslim makin bergantung pada utang yang ribawi. Bahkan, sebaliknya hal ini bisa memperkuat kekuatan negara kafir, yang menjadi musuh umat Islam.

Demikianlah beberapa pandangan Islam mengenai perlindungan terhadap para buruh dan tenaga kerja. Melalui penerapan syariat Islam kaffah, maka persoalan-persoalan ketenagakerjaan yang menyeruak di dalam sistem kapitalis sekuler tidak akan terjadi di negara-negara muslim termasuk negeri ini. Dengan adanya penerapan syariat Islam kaffah maka pihak pekerja dan pengusaha akan sama-sama mendapatkan keuntungan. Bahkan, secara luas akan memberikan keberkahan pada seluruh aspek kehidupan individu masyarakat dan negara.
Wallahu a'lam bi shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
isty Daiyah Kontributor NarasiPost.Com & Penulis Jejak Karya Impian
Previous
Paradigma Pentingnya Pendidikan dan Profesi
Next
Penduduk India Salip Cina, Akankah Sejahtera?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram