”Menyoroti peringatan May Day tentu tak sekadar seremoni. Ada banyak catatan merah tentang minimnya kesejahteraan bagi buruh negeri ini.”
Oleh. Ummu Hanan
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Kaum buruh tanah air kembali dihangatkan dengan perayaan Hari Buruh Sedunia atau dikenal dengan May Day. Diberitakan pada hari Senin tanggal 1 Mei 2023 lalu ribuan buruh turun ke jalan dengan membawa beberapa tuntutan. Di antara tuntutan yang mereka suarakan adalah 7 poin, yakni cabut Omnibus Law, cabut batas parlemen 4 persen, sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPPRT), tolak RUU Kesehatan, reformasi agraria dan kedaulatan pangan, dukung calon presiden yang berpihak pada buruh dan kelas pekerja, yang terakhir hapus sistem outsourcing, dan tolak upah murah (29/04/2023). Menurut Presiden Partai Buruh yang juga merupakan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) aksi May Day akan diselenggarakan di dua titik yaitu di depan Istana Kepresidenan dan kompleks Istora, Senayan.
Peringatan May Day masih terus digelar di setiap tahunnya. Setiap tahun pula ribuan buruh di luar sana menuntut kesejahteraan atas diri mereka. Mereka seolah tak pernah lelah menyuarakan aspirasi meski tidak ada kepastian nasib yang diperoleh. Aksi solidaritas di antara sesama buruh demikian besar sehingga mereka rela melakukan aksi untuk satu suara yang sama. Respons yang diberikan oleh para pemangku kebijakan juga beragam. Ada yang memandang tuntutan dari kaum buruh adalah perkara lumrah yang harus kita dengar aspirasinya. Sebatas mendengar saja karena urusan menindaklanjuti sebagaimana yang diinginkan oleh para buruh adalah persoalan yang berbeda. Para penguasa menyadari kepentingan korporasi akan terganggu jika tuntutan buruh dimenangkan.
Menyoroti peringatan May Day tentu tak sekadar seremoni. Ada banyak catatan merah tentang minimnya kesejahteraan bagi buruh negeri ini. Keberadaan buruh di satu sisi sangat dibutuhkan oleh korporasi, di sisi lain pemenuhan kesejahteraan buruh akan berpengaruh pada pengeluaran korporasi yang tidak sedikit. Karena itu persoalan kesejahteraan buruh sering kali alot. Penguasa pun dalam hal ini seperti tidak memiliki ketegasan, bahkan mereka membuat regulasi yang justru menguntungkan dunia usaha, contohnya Undang-Undang Ciptaker yang beraroma liberalisasi dan menindas para buruh. Buruh dituntut mengikuti skema outsourcing yang merugikan mereka namun menguntungkan korporasi. Belum lagi terkait standar upah rendah jauh dari ekspektasi penghidupan yang lebih baik.
Perbaikan nasib buruh bergantung pada sistem yang melandasi aturan di tengah masyarakat. Sistem ini hakikatnya bersumber dari cara pandang atas kehidupan. Dalam sistem kapitalisme ukuran dari setiap perbuatan adalah manfaat. Kapitalisme memandang kemanfaatan dari sisi materi, karena itu hanya mereka yang kuat secara materi saja yang berhak menguasai hajat hidup rakyat. Para pemilik modal diberi kewenangan yang sangat luas dalam menentukan arah regulasi. Adapun penguasa sekadar berfungsi sebagai fasilitator antara kebutuhan rakyat dan permintaan pasar. Penguasa melalui kebijakannya memastikan bahwa kepentingan pengusaha tetap terakomodasi semaksimal mungkin. Sistem kapitalisme akan memanfaatkan keberadaan para buruh guna mendongkrak capaian bisnis kapitalis.
Nasib buruh hanya dapat membaik jika diampu oleh sistem yang pula. Sistem yang berasal dari Zat Yang Maha Mengetahui apa saja yang terbaik bagi manusia, Allah Swt. Syariat Islam memerintahkan agar siapa pun yang mempekerjakan seseorang hendaknya tidak menzaliminya. Syariat Islam memberikan perintah untuk segera membayar upah, memberi beban kerja yang sesuai dengan kemampuan serta kejelasan dalam rentang waktu berapa lama harus bekerja. Nabi saw. bersabda dari Abdullah bin Umar yang artinya, “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah). Allah Swt. juga berfirman dalam salah satu ayat Al-Qur’an yang artinya, ”Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS. Ath-Thalaq: 6)
Negara memiliki peran yang sangat vital dalam mengayomi seluruh rakyat, termasuk para buruh. Negara dalam Islam akan memberi kesempatan kepada seluruh individu rakyat untuk memeroleh nafkah dengan layak. Peluang meraih nafkah dapat dilakukan dengan cara menghidupkan tanah mati, berburu, mengairi lahan pertanian, mudarabah, dan lainnya. Dalam hal ini negara tidak sekadar memberi pilihan pada individu rakyat untuk menjadi pekerja atau ajir dalam memenuhi nafkah. Selain itu, negara yang menerapkan syariat Islam juga akan menjamin kebutuhan rakyat, terutama kebutuhan primer. Sehingga, rakyat tidak perlu risau memikirkan nasib mereka untuk dapat hidup sejahtera.
Kesejahteraan kaum buruh bukanlah utopia. Harapan ini sangat mungkin terwujud jika aturan yang diterapkan di tengah masyarakat bersumber pada aturan Pencipta. Karena itu syariat Islam hadir memberi panduan tentang bagaimana interaksi manusia seharusnya diatur. Syariat Islam dalam pengaturan negara akan meletakkan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan dari diadopsinya hukum-hukum Islam. Maka ketika aturan Islam dijadikan rujukan, seluruh elemen masyarakat termasuk buruh akan merasakan kebaikannya. Jerih payah yang telah dicurahkan akan diganjar dengan upah yang semestinya karena itu adalah bagian dari penerapan syariat. Para buruh tak perlu berandai-andai lagi, sebab ada negara yang akan menjamin pemenuhan hidup mereka.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.
Harapan kesejahteraan Buruh mungkin terwujud jika aturan yang diterapkan di tengah masyarakat bersumber pada aturan Pencipta. Karena itu syariat Islam hadir memberi panduan tentang bagaimana interaksi manusia seharusnya diatur.
Maka ketika aturan Islam dijadikan rujukan, seluruh elemen masyarakat termasuk buruh akan merasakan kebaikannya. Jerih payah yang telah dicurahkan akan diganjar dengan upah yang semestinya karena itu adalah bagian dari penerapan syariat. Para buruh tak perlu berandai-andai lagi, sebab ada negara yang akan menjamin pemenuhan hidup mereka. So hanya Sistem Islam sajalah yang dapat menyelesaikan semua persoalan.