Siasat Busuk Demokrasi, Suara Umat Muslim Dibajak untuk Meraih Kekuasaan?

“Liciknya calon pemimpin dalam sistem demokrasi, mereka sengaja memanfaatkan ketidakpahaman umat dengan sekadar mengambil suara masyarakat dalam pemilu yang kemudian diabaikan kepentingannya setelah mereka terpilih menjadi pemimpin.”

Oleh. drh. Lailatus Sa’diyah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Masih lekat dalam ingatan, bagaimana perhelatan pemilu tahun 2019 seakan-akan menjadi kemenangan bagi umat muslim. Berbondong-bondong umat muslim menjadi tim pemenangan salah satu calon. Berbagai macam dukungan dikerahkan tanpa tapi. Namun sayang apa dikata, harapan tak sesuai realitas. Kubu sebelah yang melenggang sebagai adikuasa. Nahasnya, luka hati bertambah perih ditabur garam, pasangan calon yang dielu-elukan justru merapat memangku jabatan.

Tipu Daya Demokrasi

Dua tahun menjelang perhelatan pesta demokrasi, safari politik mulai digencarkan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan menemui sejumlah tokoh politik pada momen Idulfitri 1443 Hijriah/Lebaran 2022. Ini merupakan langkah yang menunjukkan hasrat Gerindra untuk berkoalisi dengan PDI Perjuangan (PDIP) pada Pemilu 2024 (cnnindonesia.com, 08/05/2022).

Kegagalannya pada pemilu tahun 2014 dan 2019 memberinya pelajaran. Di mana sayap harus lebih dikepakkan agar teraihnya dukungan masyarakat dan menghantarkannya pada kemenangan.

Tak hanya Gerindra, langkah serupa juga telah dilakukan oleh beberapa pimpinan partai politik lain. Sedini mungkin mengatur siasat untuk merebut suara umat. Di sisi lain, dalam pemilu ala demokrasi, setiap calon memimpin dituntut untuk memiliki elektabilitas yang tinggi. Dengan berbagai upaya, hal ini mengharuskan para calon pemimpin membangun profil sedekat mungkin dengan rakyat. Namun sayangnya, kiranya perhatian mereka kepada rakyat hanya sebatas menjelang pemilu. Karena faktanya setelah mereka berhasil menjadi pemimpin bangsa ini, kebijakan yang dikeluarkan mayoritas tak berpihak pada rakyat.

Pembajakan Suara Umat

Memiliki pemimpin yang mampu membawa kondisi masyarakat menjadi lebih baik adalah impian setiap individu dalam suatu negara. Demikian juga bagi negeri yang mayoritas penduduknya muslim, memiliki pemimpin yang beragama Islam merupakan suatu keharusan. Namun faktanya, status pemimpin dari seorang muslim saja tidak cukup mampu membawa perubahan kehidupan masyarakat jika sistem yang diterapkan adalah sistem demokrasi-kapitalisme. Waktu terus bergulir, faktanya pergantian pemimpin satu dan lainnya hanya menambah kesengsaraan masyarakat.

Bagi mereka yang berambisi menduduki kursi kekuasaan, berusaha sebaik mungkin untuk memenangkan hati masyarakat. Mendekatkan diri dengan menjadikan impian masyarakat seakan impian bersama yang harus diwujudkan. Menabur janji-janji manis akan masa depan lebih baik. Bagi masyarakat terutama umat muslim yang belum memahami konsep pemerintahan yang hakiki dalam Islam tidak sedikit yang pada akhirnya teperdaya akan racun berbalut madu janji manis yang acapkali tidak pernah terealisasi.

Liciknya calon pemimpin dalam sistem demokrasi, mereka sengaja memanfaatkan ketidakpahaman umat dengan sekadar mengambil suara masyarakat dalam pemilu yang kemudian diabaikan kepentingannya setelah mereka terpilih menjadi pemimpin. Mereka tahu betul umat muslim memiliki kekuatan besar dalam menghantarkannya untuk memenangkan perhelatan ini. Maka berbagai cara mereka lakukan untuk merebut suara umat muslim agar mayoritas berada pada kubu mereka masing-masing dan menghantarkannya pada kursi kepemimpinan. Di sinilah sejatinya sistem demokrasi telah membajak suara umat muslim di mana hanya dijadikan alat untuk meraih kursi kekuasaan.

Umat Muslim Jangan Mudah Teperdaya

Sebagai seorang muslim, sudah merupakan kewajiban kita semua untuk taat pada syariat Allah tanpa tapi dan nanti. Karena apa yang kita lakukan di dunia ini akan kita pertanggungjawabkan masing-masing di akhirat kelak. Sekadar menyandarkan kepemimpinan negara kepada seorang pemimpin muslim tanpa naungan sistem pemerintahan Islam tidak akan pernah menghantarkan kita pada terealisasinya kewajiban kita untuk menerapkan Islam secara kaffah. Maka sebagai seorang muslim sudah selayaknya tahu betul apa kiranya yang menjadi kepentingan mendesak saat ini. Yaitu kembalinya sistem pemerintahan Islam bukan sekadar pergantian pemimpin muslim namun sistem pemerintahannya tetap dibiarkan sistem demokrasi-kapitalisme.

Begitu pun aktivitas dengan sengaja memberikan suara kita pada mereka yang akan memimpin dalam penerapan sistem kapitalisme hanya akan mendatangkan murka Allah taala. Karena hal tersebut justru menjauhkan kita dari penerapan syariat Islam. Lalu apa yang haruskan kita lakukan? Apakah cukup diam saja dan berpangku tangan menunggu kembalinya sistem pemerintahan Islam?

Tentu saja tidak. Yang pasti dalam perhelatan pemilu 2024, jangan biarkan suara umat muslim dibajak kembali atau justru memuluskan terealisasinya kezaliman dengan tidak diterapkannya sistem pemerintahan Islam. Kini sudah saatnya setiap muslim berani mengambil peran dan merealisasikan ketakwaan di hadapan Allah taala. Mengambil andil di tengah-tengah umat dengan memberikan pencerahan walaupun hanya secercah. Di situlah kita menunjukkan di mana posisi kita sebenarnya. Keberanian menyampaikan kebenaran Islam di tengah-tengah umat harus senantiasa dimunculkan. Itulah perintah Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari : “Sampaikanlah walau satu ayat”. Itulah kewajiban seorang muslim dalam siar syariat Islam.

Islam Sistem yang Memuliakan

Kembalinya sistem Islam adalah suatu keniscayaan, tinggal bagaimana kita mengambil peran dalam perjuangan diterapkannya kembali sistem yang hakiki ini. Dalam Khilafah, individu manusia tidak sekadar dipandang sebagai alat meraih ambisi kekuasaan dunia yang kemudian diacuhkan setelah ambisinya terealisasi. Namun, masyarakat dalam daulah Islam adalah bagian dari tanggung jawab Khilafah dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok.

Sedangkan calon khalifah yang nantinya sebagai pemimpin negara tahu betul atas tanggung jawab kepada umat dan kewajibannya kepada Allah taala. Maka, dia tidak akan pernah main-main dengan kekuasaan yang dia miliki. Pemilihan khalifah pun tidak berdasarkan pada tingginya elektabilitas yang sarat akan pencitraan kepedulian semu. Namun, atas dasar kesesuaiannya atas syarat pengangkatan seorang khalifah yaitu laki-laki, muslim, balig, merdeka, berakal, adil dan mampu menjalankan amanahnya sebagai seorang khalifah.

Adapun dari segi pemberdayaan umat, Khilafah akan memberdayakan potensi setiap warga daulah Islam namun dengan motivasi untuk memuliakan manusia dan demi kebaikan penyebaran agama Islam ke seluruh dunia. Inilah gambaran sistem terbaik yang akan menghantarkan umat muslim sebagai umat terbaik.

Wallahu’alam bishowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
drh. Lailatus Sa'diyah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Menyoal Migrasi Televisi
Next
Kaum P3langi Unjuk Gigi, Negara Harus Tegas Berani!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram