Selebritas Dukung Eljibiti, Fakta Bobroknya Sekularisasi

“Penerimaan terhadap kaum eljibiti sejatinya tak lepas dari agenda moderasi beragama, sebagai perluasan paham sekuler dan liberalisme. Sebagai umat muslim, kita harus paham bahaya laten sekularisasi syariat Islam yang mengagungkan kebebasan individu.”

Oleh. Hesti Andyra
(Pemerhati Sosial, Malang)

NarasiPost.Com-Induk negara sekuler, Amerika Serikat, adalah negara pertama yang memberi ruang bahkan payung hukum bagi kaum gay dan homoseksual. Dimulai dari organisasi Society for Human Rights yang diinisiasi oleh Harry Hay pada tahun 1924 di Chicago. Kelompok ini menuntut penerimaan sosial dan dukungan untuk komunitas eljibiti.

Sejak saat itu, kampanye masif tentang hak kaum eljibiti semakin digencarkan. Berbagai dukungan dari organisasi dan selebritas berpengaruh turut andil dalam penyebarluasan gerakan ini. Sampai saat ini, tercatat sekitar 31 negara yang melegalkan perkawinan sesama jenis.

Kampanye pun tak lagi disampaikan secara sembunyi-sembunyi. Di berbagai platform media sosial, komunitas ini terang-terangan menunjukkan keberadaannya. Dilansir dari situs wikipedia, film tentang gay pertama kali diproduksi Hollywood di tahun 1895 berjudul Dickson Experimental Sound Film. Seabad kemudian, Disney, salah satu perusahaan film terkenal mulai menyisipkan karakter-karakter gay di film anak-anak buatannya. Sampai tahun 2021 tercatat 13 karakter tokoh gay muncul di berbagai film kartun produksi Disney. Sebuah upaya untuk mencuci otak generasi muda sejak dini.

Selain mewaspadai kampanye masif komunitas hiburan negara Paman Sam, belakangan muncul momok baru webdrama dan webkomik yang berasal dari Korea Selatan, Jepang, dan Thailand. Genre drama BL (Boys Love) dan GL (Girls Love) makin mudah dijumpai dan menjadi tren di kalangan milenial.

Bagaimana dengan Indonesia? Propaganda global yang dilakukan secara kontinu juga menargetkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan komunitas muslim terbesar. Kampanye menarik simpati yang sukses menyedot perhatian dunia juga digencarkan di sini dengan menempatkan pelaku penyimpangan seksual sebagai korban yang harus dikasihani karena pengucilan dan diskriminasi publik. Media yang berpihak juga aktif memberitakan kasus diskriminasi orientasi seksual. Mereka dengan gigih berusaha mendapatkan pengakuan, ingin dianggap normal oleh masyarakat.

Pada tahun 2006 muncul Yogyakarta Principles atau Prinsip-prinsip Yogyakarta tentang Penerapan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional dalam kaitannya dengan Orientasi Seksual dan Identitas Gender yaitu seperangkat prinsip-prinsip yang berkaitan dengan orientasi seksual dan identitas gender, dimaksudkan untuk menerapkan standar hukum hak asasi manusia internasional untuk mengatasi pelecehan hak asasi manusia terhadap lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), dan (secara sekilas) interseks. Konferensi ini diadakan di kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (wikipedia.com).

Terbaru, selebritas DC menuai hujatan khalayak umum akibat nekat mengundang pasangan gay dalam siaran podcastnya. Alih-alih memberi edukasi, konten podcast DC malah terkesan memberi ruang promosi dan penerimaan terhadap kaum sodom ini. DC seperti menjilat ludah sendiri, berpaling dari jargon yang diciptakannya sendiri “Don’t make stupid people famous.” Meskipun akhirnya siaran tersebut di- take down, namun kejadian “test the water” ini bisa jadi titik awal kemunculan kembali kaum ini di ruang publik karena merasa dimaklumi dan diberi panggung.

Penerimaan terhadap kaum eljibiti sejatinya tak lepas dari agenda moderasi beragama, sebagai perluasan paham sekuler dan liberalisme. Sebagai umat muslim, kita harus paham bahaya laten sekularisasi syariat Islam yang mengagungkan kebebasan individu. Mencampuradukkan yang hak dengan yang batil, menjalankan ketaatan beriringan dengan kemaksiatan. Firman Allah Swt. dalam surat Al-Baqarah ayat 42 menyatakan, “Dan janganlah kamu mencampuradukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahui.”

Sudah saatnya umat muslim mengambil sikap tegas. Berhenti bersikap permisif dan memberi ruang bagi kaum ini untuk menyebarluaskan kesesatannya. Sikap terang-terangan yang ditunjukkan kaum ini jelas menyatakan bahwa mereka tidak ambil pusing dengan syariat, dengan hukum-hukum syarak yang sejatinya melindungi manusia dari perbuatan maksiat yang bisa membawa dalam kebinasaan. Jika peran negara tumpul, maka tugas kitalah untuk merapatkan barisan, menjaga generasi bangsa dari propaganda perilaku seks menyimpang. Praktik yang berpotensi berbahaya bagi kelangsungan peradaban manusia sekaligus sumber kedurhakaan terhadap larangan Allah Swt.

Untuk itu umat butuh senjata. Butuh institusi besar yang akan menaungi, melindungi, dan membela umat dari serangan maksiat politik global. Dengan menerapkan ideologi Islam di seluruh aspek kehidupan, umat pasti mampu berdiri tegak, mandiri, dan beramar makruf nahi mungkar.

Wallahu a'lam bish-shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Hesti Andyra Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Menyoal Penumpukan Sampah, Butuh Solusi Tuntas
Next
Jangan Tinggalkan Sampah Euforia Idulfitri
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram