PMK Mewabah, Akankah Pemerintah Mampu Mengatasinya?

“Secara kemampuan SDM baik dari segi kecerdasan intelektual serta pengalaman penanganan wabah tidak perlu diragukan lagi. Namun sayangnya, kondisi saat ini negara tidak mampu mendukung dari segi kebijakan dalam hal pendanaan yang memadai.”

Oleh. drh. Lailatus Sa'diyah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Rasa gelisah mulai mendera peternak sapi di Jawa Timur dan beberapa provinsi lainnya. Bagaimana tidak? Dalam kurun waktu satu bulan terakhir, publik digemparkan akan penemuan penyakit mulut dan kuku yang kembali menjadi wabah di Indonesia. Berkaca dari pengalaman penanganan wabah PMK di masa lampau, butuh upaya yang besar serta sinergi dari berbagai lapisan masyarakat dengan pemerintah. Belum lagi harus ditopang dengan anggaran yang begitu besar. Akankah pada penanganan wabah PMK kali ini pemerintah mampu bersegera mengatasinya?

Outbreak

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur (Disnak Jatim) telah mengonfirmasi adanya outbreak (wabah) penyakit menular yang telah menyerang 1.247 ekor ternak sapi di Kabupaten Sidoarjo, Gersik, Mojokerto dan Lamongan Provinsi Jawa Timur dan sudah ada konfirmasi positif Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) (ikilhojatim.com, 06/05/2022). Pada saat yang sama wabah PMK juga sudah ada konfirmasi ditemukan di wilayah Aceh. Mengingat penyebaran penyakit yang sangat cepat, dalam hitungan minggu ditemukan banyak kasus baru di beberapa kabupaten di Jawa Timur.

Penyakit mulut dan kuku adalah penyakit akibat adanya infeksi virus yang bersifat akut dan mudah menular pada hewan berkuku genap/belah (cloven-hoofed). Pada hewan ternak sapi, kerbau, kambing, domba, kuda, dan babi memiliki tingkat penularan mencapai angka 90-100%. Penyakit ini ditandai dengan adanya pembentukan lepuh dan erosi di mulut ternak. Lepuh dan erosi juga ditemukan pada lidah, gusi, nostril, puting, dan di kulit sekitar kuku. Wabah PMK dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang besar akibat menurunnya produksi dan menjadi hambatan dalam perdagangan hewan dan produknya. Perlu diketahui nama lain penyakit ini antara lain aphthae epizootica (AE), aphthous fever, foot and mouth disease (FMD).

Sebelumnya, Indonesia pernah beberapa kali mengalami wabah PMK. PMK muncul pertama kali pada tahun 1887 melalui impor sapi dari Belanda. Wabah PMK terakhir terjadi pada tahun 1983 di pulau Jawa yang kemudian dapat diberantas melalui program vaksinasi massal. Kemudian Indonesia dinyatakan sebagai negara bebas PMK pada tahun 1986 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No.260/1986 kemudian diakui oleh OIE pada tahun 1990 dengan Resolusi No. XI dan hingga April 2022 status ini masih bertahan hingga datangnya wabah kemarin.

Munculnya PMK di Indonesia

Munculnya wabah PMK menjelang Idulfitri merupakan suatu kasus yang mengagetkan. Faktanya, sudah 30 tahun lebih Indonesia bebas PMK. Di sisi lain, kemunculan PMK yang mendekati momentum Iduladha merupakan tantangan besar bagi pemerintah, di mana ternak sapi dan kambing sehat merupakan komoditas yang sangat penting keberadaannya.

Berbagai asumsi diutarakan apa kiranya yang menjadi akar masalah munculkan kasus PMK ini. Untuk kasus PMK yang muncul di Aceh kemungkinan terjadi karena adanya kasus penyelundupan kambing ilegal dari kawasan Malaysia. Sedangkan, untuk wabah PMK di Jawa Timur masih menjadi pertanyaan besar dari mana asalnya?

Namun, jika kita menilik kebijakan pemerintah pada tahun 2016 lalu yang hendak melakukan impor daging beku dari India, kiranya menuai pro kontra di tengah-tengah masyarakat. Sebagaimana yang disampaikan pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori, bahwa selain impor daging kerbau beku asal India akan mematikan perekonomian peternak lokal, hal yang paling berbahaya adalah adanya potensi penularan PMK dari negara India yang notabene menjadi salah satu negara yang belum dinyatakan bebas dari PMK (Suara.com, 28/04/2016). Namun, benarkah kiranya penyakit PMK bisa masuk ke Indonesia melalui perantara daging beku tersebut?

Hal ini ditepis oleh Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selasa (10/5), beliau memastikan daging kerbau asal India yang diimpor oleh Indonesia sudah dinyatakan bebas dari PMK. Apalagi Perum Bulog juga telah memperketat pengawasan dan pemeriksaan kualitas daging (Mediaindonesia.com, 10/05/2022).

Faktanya impor daging kerbau beku dari India sudah melalui prosedur dan proses penyeleksian yang sangat ketat sebelum mendapatkan izin untuk masuk ke Indonesia. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya potensi penyebaran virus melalui daging impor tersebut. Seharusnya, ini bisa menjadi evaluasi pemerintah ke depannya dalam menentukan dan menetapkan kebijakan agar tidak memberikan dampak buruk pada perekonomian masyarakat terutama petani ternak dan negeri kita tercinta ini.

Dampak PMK pada Ekonomi, Sosial, dan Kesehatan Manusia

Pengaruh pada sektor ekonomi munculnya wabah PMK di Indonesia akan sangat besar dan merugikan peternak lokal, industri, serta masyarakat secara keseluruhan. Studi yang pernah dilakukan oleh Kementerian Pertanian tentang kerugian ekonomi PMK di Indonesia pada kasus sebelumnya mencapai sekitar Rp11,6 triliun rupiah. Kerugian ekonomi terjadi secara langsung pada sistem produksi peternakan seperti akan terjadinya penurunan produksi susu, infertilitas, kematian, aborsi, penurunan keproduktifan kerja serta penurunan berat badan, maupun kerugian akibat program pengendalian dan penanggulangan khususnya tindakan pemberantasan dan hilangnya kesempatan ekspor dan pengaruh bagi industri pariwisata.

Sedangkan, pengaruh sosial yang penting untuk diperhatikan adalah adanya gangguan bagi aktivitas masyarakat pada saat pelaksanaan program pemberantasan penyakit. Di mana aktivitas perdagangan ternak akan diawasi secara ketat untuk meminimalisasi penyebarannya. Selain itu, Wabah PMK juga akan memengaruhi tenaga kerja di bidang peternakan maupun bidang lain yang dibatasi karena adanya wabah. Pada peternak kecil, kemungkinan pengaruh sosial yang terjadi adalah meningkatnya kasus stres akibat kehilangan ternak atas kematian ataupun akibat program pemberantasan dan juga terdapat batasan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari akibat program pemberantasan penyakit yang dilaksanakan.

Sedangkan, dampak PMK pada kesehatan manusia menurut Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Kabupaten Temanggung menegaskan, bahwa PMK pada hewan yang kini tengah merebak di beberapa daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur dan beberapa provinsi lainnya tidak menular ke manusia atau zoonosis (Jatengprov.go.id, 12/05/2022). Namun demikian, lalu lintas manusia berpotensi sebagai pembawa dan penyebar virus.

Penanganan Wabah PMK

Semenjak diputuskan PMK sebagai wabah di negeri ini, berbagai elemen masyarakat, organisasi profesi, pakar, intelektual, serta pemerintah bersinergi mengatur strategi untuk penanganan serta pemberantasan wabah. Secara teori dan pengalaman, strategi utama penanganan dan pemberantasan apabila wabah PMK terjadi di Indonesia adalah melalui pelaksanaan stamping out dengan sistem zoning (perwilayahan). Sehingga daerah yang belum terjangkit wabah, tidak tertular, dan tetap dipertahankan bebas serta perdagangan di daerah bebas tersebut dapat terus berjalan. Namun sayangnya untuk kasus kali ini, program tersebut tidak dijalankan oleh pemerintah kita karena negara tidak memiliki anggaran yang cukup dalam menjalankannya. Dalam penerapan program stamping out ini, tentunya diperlukan biaya kompensasi tunai yang sesuai dengan standar harga yang berlaku di pasar.

Selain itu, program vaksinasi dilaksanakan apabila diperlukan dengan pertimbangan epidemiologi. Penyediaan Program vaksinasi ini bisa dilakukan dengan sebelumnya mengidentifikasi dahulu serotipe virus yang mewabah saat ini. Perkembangannya hingga saat ini Pusvetma sudah menemukan serotipe virus yang mewabah, tinggal menunggu bagaimana kebijakan pemerintah dalam hal pengadaan vaksin yang dibutuhkan.

Pelaksanaan kedua program tersebut baik stamping out maupun vaksinasi perlu didukung dengan pelaksanaan identifikasi permanen bagi hewan yang divaksinasi serta kontrol lalu lintas hewan yang ketat. Dalam kondisi darurat, jika jumlah vaksin tidak mencukupi maka semua hewan yang tidak divaksin harus dipotong dengan pengawasan ketat serta pengendalian lalu lintas hewan dan produknya.

Secara kemampuan SDM baik dari segi kecerdasan intelektual serta pengalaman penanganan wabah tidak perlu diragukan lagi. Namun sayangnya, kondisi saat ini negara tidak mampu mendukung dari segi kebijakan dalam hal pendanaan yang memadai. Lagi-lagi, sistem perekonomian kapitalisme yang di adopsi Indonesia dalam menopang kehidupan bernegara nyata-nyata telah gagal mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas kebijakan.

Kebijakan Khilafah Mengantisipasi dan Menangani Wabah PMK

Mewabahnya suatu penyakit dalam sebuah negara adalah suatu yang dimungkinkan terjadi. Namun demikian Khilafah akan mengantisipasi munculnya wabah suatu penyakit di kawasan daulah Islam. Hal ini berkhidmat pada penerapan kebijakan dalam Khilafah yang bersandar pada hukum syarak sesuai dengan hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim : " …Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi wabah di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu…".

Begitu juga dalam memutuskan kebijakan impor daging beku asal India yang berpotensi mendatangkan wabah. Untuk kehati-hatian, Khilafah tidak akan mendatangkan bahan pangan dari daerah yang berpotensi menularkan wabah.

Sedangkan, dari upaya penanganan wabah dari segi pendanaan sesuai syariat Islam Khilafah menerapkan sistem pendanaan yang fleksibel dan tidak berbelit-belit dalam hal birokrasi, pastinya dengan pengelolaan harta kepemilikan umat dan negara sesuai dengan syariat Islam, yaitu dengan penerapan sistem ekonomi Islam, sangat kecil kemungkinan daulah Islam tidak memiliki anggaran untuk menangani wabah.

Bila kita refleksikan dengan perekonomian berbasis kapitalisme seperti sekarang ini, negara malah mengizinkan kekayaan milik umum justru dikuasai oleh oligarki sehingga masyarakat hanya bisa gigit jari. Sedangkan, keuangan negara atau APBN pengadaannya kembali menjadi beban masyarakat dengan ditariknya pajak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Kemampuan pakar dan intelektual dalam menangani wabah, tidak akan bisa direalisasikan dengan optimal tanpa ada dukungan kebijakan dan kemampuan pendanaan dari pemerintah. Maka perlu adanya komitmen serta keseriusan pemerintah dalam menangani wabah PMK sebelum meluasnya dampak ekonomi dan sosial di tengah-tengah masyarakat. Apakah Indonesia mampu? Tentu saja mampu jika rezim saat ini mau meninggalkan kapitalisme dan mau mengambil penerapan aturan Islam secara kaffah dalam kehidupan bernegara.

Wallahu'alam bishowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
drh. Lailatus Sa'diyah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Berperan dalam Dunia Literasi
Next
India Larang Ekspor Gandum, Stabilitas Pangan Dunia Terancam
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram