"Dalam alam kapitalisme ini, kebebasan didewakan setinggi langit. Berbagai rupa tayangan bergentayangan dalam siaran televisi. Krisis multidimensi dan kerdilnya pemikiran masyarakat juga merupakan buah dari tontonan yang menggelorakan kebebasan alias liberalisme. TV Analog menjadi mercusuar sistem kapitalisme untuk membonsai pemikiran masyarakat, terutama kaum muslim. Kapitalisme gencar menyerang masyarakat, terutama kaum muslim dengan membunuh karakter muslimnya lewat televisi."
Oleh. Afiyah Rasyad
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Kita jadi bisa pacaran dan ciuman, karena siapa?
Kita jadi tahu masalah artis cerai, karena siapa?
Kita bisa dandan dibimbing TV
Kita jadi lebay dibimbing TV….
Parodi paduan suara anak SD berjudul "TV, Jasamu Tiada …" sungguh menggambarkan sebuah fakta yang terpampang nyata efek dari televisi. TV analog yang kini akan dimigrasi sudah membubuhkan jejak pengaruh negatif bagi benak generasi. Berbagai tayangan di kotak magis disuguhkan, termasuk konten bernuansa makisat, semisal gosip, pornografi dan pornoaksi, humor yang mengandung bully, dan lain-lain. Hal itu tentu memberikan animo negatif bagi penontonnya.
Migrasi ke TV Digital
Tak dimungkiri, TV menjadi salah satu hiburan terkeren bagi masyarakat di seluruh pelosok negeri sebagai pengganti layar tancap. Banyak rakyat terkesima dan menjadikan tayangan-tayangan televisi sebagai tontonan dan tuntunan hidup. Mirisnya, berbagai tayangan tak layak lolos sensor dan ikut mencengkeram pemikiran kaum muslim. Penampakan kekerasan, anak durhaka, bullying, dan sederet keburukan mewarnai tayangan TV di tanah air.
Migrasi TV Analog ke TV Digital telah tersiar dan dimulai. Bahkan mekanismenya juga sudah digambarkan dengan jelas. Sebagaimana dilansir Kompas.com, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mulai menyuntik mati TV Analog pada 30 April 2022 yang merupakan proses suntik mati tahap pertama. Adapun tahap kedua selambat-lambatnya akan dilaksanakan pada 25 Agustus 2022 dan tahap ketiga pada 2 November 2022 (29/4/2022).
Migrasi televisi di era digital atau revolusi 4.0 sangat wajar dilakukan. Terlebih migrasi ini sesuai dengan mandat UU Ciptaker Pasal 60A. TV Digital disebut-sebut lebih memiliki keunggulan dibanding TV Analog, di antaranya gambar lebih jernih dan jumlah channel lebih melimpah. Tawaran menggiurkan ini bisa saja membuat hati masyarakat penikmat TV terpincut. Apalagi dengan channel melimpah, akses tayangan bisa dinikmati sesuka hati. Tak terbayang bagaimana tontonan yang ditayangkan di tiap channelnya. Apakah lolos sensor atau tidak sepertinya tak ada jaminan lebih pasti, mengingat TV Analog saja sering menayangkan tontonan tak layak tayang.
Dalam alam kapitalisme ini, kebebasan didewakan setinggi langit. Berbagai rupa tayangan bergentayangan dalam siaran televisi. Krisis multidimensi dan kerdilnya pemikiran masyarakat juga merupakan buah dari tontonan yang menggelorakan kebebasan alias liberalisme. TV Analog menjadi mercusuar sistem kapitalisme untuk membonsai pemikiran masyarakat, terutama kaum muslim. Kapitalisme gencar menyerang masyarakat, terutama kaum muslim dengan membunuh karakter muslimnya lewat televisi.
Sudah menjadi rahasia umum, Barat memusuhi ajaran Islam dan kaum muslim. Mereka terus berupaya merusak moral dan akal dengan media, salah satunya tayangan TV. Migrasi TV Analog menuju digital sepertinya akan sama saja pengaruhnya bagi masyarakat luas. Kapitalisme tak pernah peduli pada tayangan yang merusak generasi, hal yang mereka pedulikan adalah keuntungan materi.
Benar saja, dalam upaya migrasi ke TV Digital, tabung televisi yang sebelumnya untuk TV Analog masih bisa digunakan dengan memakai STB. Justru menjadi kewajiban bagi siapa pun yang akan menikmati TV Digital untuk menggunakan perangkat Set Top Box (STB). Tentu saja STB ini tidak akan diperoleh secara cuma-cuma alias gratis, masyarakat harus membelinya. Maka, migrasi ke TV Digital akan menguntungkan korporasi yang memproduksi STB tersebut. Barat menjadikan media sebagai mercusuar penyebar opini umum ideologi kapitalisme, salah satunya melalui televisi.
Demikianlah wajah kapitalisme merusak kaum muslim dengan mengembuskan liberalisme dalam tayangan televisi, terlebih saat channel semakin banyak setelah migrasi ke TV Digital. Belum lagi keuntungan yang akan diperoleh pihak produsen STB. Lagi-lagi persoalan migrasi ke TV digital akan menambah kusut problematika kehidupan.
Peran Media dalam Islam
Tak dimungkiri, media merupakan hal yang urgen dalam sebaran informasi dan komunikasi. I'lamiah atau penerangan dalam Islam berfungsi sebagai sarana untuk menyebarkan Islam. Sebagaimana metode negara yang menerapkan syariat Islam secara sempurna (Khilafah) adalah dakwah dan jihad. Selain itu, i'lamiah juga berfungsi sebagai tatsqif atau pembinaan, informasi dan sosialisasi kegiatan ataupun program negara, serta edukasi.
Tayangan berupa hiburan boleh saja selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. Contoh hiburan yang bertentangan dengan syariat Islam seperti tayangan berisi pornografi, pornoaksi, takhayul, khurafat, syirik, dan yang lainnya. Negara akan terus mengontrol tiap tayangan demi menjaga akidah dan pemikiran rakyat. Setiap wilayah Khilafah akan memiliki kadi hisbah yang siap patroli.
Badan penerangan sendiri akan menyeleksi dengan super ketat hiburan yang hendak ditayangkan. Bukan banyaknya channel yang menjadi fokus utama Khilafah, namun keterjagaan akal dan akidah umatlah yang menjadi prioritas utama karena memang tugas negara.
Bukan sebatas hiburan pelepas penat, apalagi banyak ejekan humor atau bullying fisik yang akan diizinkan tayang. Badan Penerangan Khilafah akan berhati-hati dalam memilih dan memilah tayangan yang bisa ditayangkan di TV ataupun platform media sosial. Islam memberikan rambu yang jelas dalam tampilan dan tayangan media. Suatu hal yang berbau kemaksiatan, menggerus akidah, dan merusak akal akan dilarang dan disanksi dengan tegas sesuai syariat Islam. Televisi dan berbagai sarana media lainnya akan berjalan sesuai dengan standar yang sama yakni berpegang teguh pada akidah Islam.
Wallahu a'lam[]