"Barat menggunakan strategi adu-domba dengan tujuan utama menghabisi kelompok fundamentalis karena akan menjadi penghalang terbesar bagi keberlangsungan imperialisme Barat. Kelompok sekuler dan modern didukung seiring dengan penderasan isu toleransi, pluralisme, HAM, moderasi, radikalisme dan jargon lainnya yang berakibat antarkalangan umat Islam saling mencurigai."
Oleh. Novianti
NarasiPost.Com-Rektor Institut Teknologi Kalimantan atau ITK, Budi Santosa Purwokartiko, menjadi perbincangan setelah tulisannya yang berisi pengalamannya usai melakukan wawancara mahasiswa yang akan mengikuti program LPDP viral di media sosial. Ia dinilai rasis karena menyebut mahasiswi berjilbab dengan istilah manusia gurun. Pernyataannya ini jelas mengarah kepada ajaran Islam karena hanya agama ini yang mewajibkan perempuan muslimahnya menutup kepala dengan kerudung.
Dari jejak digitalnya, bukan kali ini saja Budi Santosa memojokkan ajaran Islam. Ia pernah menyindir mahasiswi yang menolak ajakan salaman dosen pembimbingnya. Bahkan ia mengatakan agar mahasiswi yang bersangkutan jangan merasa sok cantik.
Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan, mengatakan tulisan Budi Santosa sudah terkategorikan pernyataan SARA yang dapat dipidanakan. Ia menuturkan, bahwa isi tulisannya yang mengandung kebencian atau penghinaan berdasarkan, golongan, suku, agama sengaja disiarkan ke umum dengan maksud supaya isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum. Perbuatannya menunjukkan permusuhan terhadap suatu ajaran agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia. Ini berpotensi melanggar Pasal 156a KUHP. (republika.co.id, 02/05/2022)
Ketua Bidang Dakwah dan Ukhwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Muhammad Cholil Nafis, juga menyebut pandangan Budi Santoso tidak mencerminkan sosok akademisi dan guru besar. Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam), Mahfud MD turut mengkritik, apa yang ditulis rektor ITK ini tidak bijaksana. Sedangkan Anggota DPR yang juga Ketua Badan dan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon, menyebut yang bersangkutan sudah terpapar Islamofobia (republika.co.id, 01/05/2022).
Islamofobia Masif
Apa yang dilakukan Rektor ITK ini menunjukkan cara pandang yang menyiratkan kebencian pada syariat Islam meski mengaku sebagai muslim. Ia menilai agama tidak penting dan mengukur kesuksesan hanya dari sisi akademis.
Jika mencermati realita, keberadaan islamofobia memang semakin marak dan kian berani. Padahal, Indonesia berpenduduk mayoritas muslim, yakni negara yang jumlah muslimnya terbesar di dunia. Sungguh ironis!
Orang-orang seperti Paul Zhang, Muhammad Kece, dan Saifuddin Ibrahim demikian terbuka menunjukkan ketidaksukaannya pada Islam. Meski sudah dilaporkan, namun para pembenci Islam ini terkesan tidak tersentuh hukum dan cenderung dibiarkan.
Mereka menyudutkan Islam secara negatif, seperti sebagai agama teroris, radikal, intoleran yang ajarannya membahayakan. Kaum Islamophobia melakukan penyalahan, fitnah dan pengecaman dengan berdasarkan pada pandangan yang bias dan dangkal terhadap Islam. Narasinya sarat dengan prasangka buruk yang memancing tindakan intimidasi hingga kekerasan terhadap pemeluk agamanya.
Kehadiran media sosial makin membuka ruang ekspresi bagi setiap orang atau kelompok untuk bebas bersuara melalui tulisan ataupun lisan. Ini dimanfaatkan oleh sebagian orang demi meraih popularitas agar viral atau kepentingan tertentu dengan melakukan kontroversi termasuk menghina agama dan pemeluknya. Medsos menimbulkan masalah baru dalam relasi antarmanusia karena dimanfaatkan sebagian orang untuk melontarkan sentimen-sentimen negatif terkait keagamaan, kesukuan, ras dan golongan.
Tak heran, Islamofobia makin menguat dan tidak hanya dalam lingkup lokal, melainkan sudah pada ranah global. Sebagaimana yang pernah terjadi di Denmark, Norwegia, New Zealand, dan Perancis yang dalan kurun terakhir secara terbuka mengampanyekan anti-Islam. Peludahan dan pembakaran Al-Qur'an, perusakan masjid hingga penembakan para jemaahnya.
Islamofobia di beberapa negara terutama di Eropa meningkat tajam seperti yang terjadi di Perancis. Ini tidak mengherankan, karena Islamofobia diberi tempat dalam alam demokrasi yang menjunjung HAM, pluralisme, dan toleransi. Yang menyedihkan, tidak sedikit dari kalangan muslim sendiri malah terbawa arus, ikut-ikutan antiatribut keislaman dan syariat Islam.
Akar Penyebab Islamofobia
Islamofobia merupakan pandangan anti-Islam, baik dilakukan secara terang-terangan atau tersembunyi. Kemunculannya memiliki sejarah panjang yang tidak bisa dipisahkan dari perseteruan kaum Nasrani dan umat Islam. Perang Salib yang berlangsung selama 2 abad (antara 1095-1291 M) telah meninggalkan dendam mendalam dan muncul di abad modern ini dengan wajah Islamofobia.
Islamofobia berkembang pasca peristiwa 9/11 ketika Amerika Serikat menyerukan perang melawan terorisme. Islam kemudian dikait-kaitkan dengan berbagai peristiwa seperti ledakan bom dengan tujuan mencitrakan Islam sebagai agama yang menebar kebencian.
Tentunya hal ini dilakukan karena ada kepentingan Barat sebagaimana yang dirumuskan dalam dokumen Rand Corporatioan. Ini adalah bagian dari war on Islam dalam rangka mewujudkan wajah Islam sesuai keinginan Barat.
Dokumen yang dibuat Rand Corporation ini memuat strategi dan langkah-langkah untuk memperluas jaringan muslim moderat ke berbagai negeri-negeri muslim. Umat Islam dikelompokkan ke dalam empat kelompok. Pertama, kelompok fundamentalis yang tidak mau berkompromi dengan Barat dan ingin menegakkan sistem Islam. Kedua, kelompok traditionalis yang berpegang teguh pada nilai-nilai Islam, tetapi masih menerima sebagian nilai Barat seperti demokrasi. Ketiga, kelompok sekularis yang berkiblat pada Barat dan menempatkan agama dalam ruang individu. Keempat, kelompok modernis yang berkiblat ke Barat namun tetap kritis terhadap pemikirannya serta menginginkan Islam berubah sesuai tuntutan zaman.
Barat menggunakan strategi adu-domba dengan tujuan utama menghabisi kelompok fundamentalis karena akan menjadi penghalang terbesar bagi keberlangsungan imperialisme Barat. Kelompok sekuler dan modern didukung seiring dengan penderasan isu toleransi, pluralisme, HAM, moderasi, radikalisme dan jargon lainnya yang berakibat antarkalangan umat Islam saling mencurigai.
Dunia Islam semakin terpecah dan umat tersekat-sekat dalam konsep nation state. Semua ini diskenariokan Barat karena persatuan umat Islam yang mengusung ideologi Islam merupakan ancaman yang sangat menakutkan, dapat menggantikan kepemimpinan dunia saat ini yang masih digenggam Barat.
Sikap Umat Islam
Tentunya sebagai seorang muslim tidak boleh berdiam diri melihat agama Islam dilecehkan dan umatnya dizalimi. Sebagaimana Allah perintahkan dalam QS. Ali Imran ayat 104 bahwa kita wajib melakukan amar makruf nahi munkar. Penghinaan terhadap Islam merupakan salah satu bentuk kemungkaran yang harus dihentikan.
Selain menampilkan perilaku yang dicontohkan Rasulullah, umat harus diedukasi agar paham bagaimana Islam mengatur kehidupan manusia. Umat mendapat gambaran mekanisme Islam memberikan solusi terhadap seluruh persoalan sehingga muncul kerinduan hidup di bawah naunan sistem Islam.
Selanjutnya bongkar konspirasi kaum kafir khususnya negara Barat agar jelas siapa lawan atau musuh umat Islam. Kupas persengkokolan Barat dan para kaki tangannya yang berada di negeri-negeri muslim.
Kemudian, umat Islam juga disadarkan bahwa solusi tuntas terhadap gerakan Islamofobia ini adalah dengan bersatunya seluruh umat Islam dan adanya pemimpin di tengah-tengah mereka. Pemimpin yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dan memobilisasi kekuatan yang akan menjaga marwah dan kemuliaan Islam serta kewibawaan umatnya.[]