Covid-19 Belum Usai, Hepatitis Akut Mengintai

“Epidemiolog Dicky Budiman mengkhawatirkan wabah Hepatitis akut ini akan berkembang menjadi pandemi. Pasalnya, anak-anak Indonesia sangat rawan terjangkiti penyakit ini lantaran kasus gizi buruk dan stunting anak di bawah usia 5 tahun meningkat tajam di masa pandemi Covid-19. Bahkan, persoalan sanitasi di Indonesia yang masih jauh dari kata ideal.”

Oleh. Tsuwaibah Al-Aslamiyah
(Wakil RedPel NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Belum pulih bumi pertiwi ini dari guncangan pandemi Covid-19, muncul lagi penyakit lain yang mengintai. Hepatitis akut menjadi jalan atas terenggutnya beberapa nyawa dalam kurun waktu singkat. Digadang-gadang penyakit ini akan menjadi pandemi selanjutnya, mengingat kemunculannya serentak di berbagai negara.

Dilansir dari Katadata.co.id. (6/5) belum lama ini muncul acute Hepatitis of unknown aetiology (kasus Hepatitis akut misterius). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat ada 10 kasus muncul pertama kali di Inggris pada 5 April 2022. Tak berselang lama, 228 kasus serupa merambah hingga 20 negara, termasuk Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan ada 4 pasien anak tewas dengan dugaan Hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya.

Bagaimana kita mengenali penyakit baru ini? Akankah berakselerasi menjadi pandemi selanjutnya? Lantas upaya apa yang harus dideraskan untuk mencegah penyebarannya?

Mengenali Hepatitis Akut

Hepatitis akut adalah suatu infeksi dari organ hati dalam waktu sekitar 2-4 minggu, jika telah kronis infeksinya bisa merusak hati. Namun, Hepatitis misterius yang kini merebak belum bisa dipastikan penyebabnya, termasuk mekanisme dan patofisiologinya. Begitulah pemaparan dari Epidemiolog dari Universitas Griffith Dicky Budiman (Cnbc.com, 6/5/2022).

Adapun gejala Hepatitis akut sedikit berbeda dengan Hepatitis pada umumnya yakni gastrointestinal, seperti diare atau muntah, demam, nyeri otot, dan penyakit kuning (kulit dan bagian putih mata menjadi kuning).

Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama telah mengklasifikasikan kasus Hepatitis akut berat pada tiga kategori. Pertama, kasus terkonfirmasi yang belum diketahui penyebabnya hingga saat ini. Kedua, probable yakni pasien yang menampakkan gejala Hepatitis akut tanpa adanya indikasi virus Hepatitis A-E, umumnya usia pasien di bawah 16 tahun dan memiliki kadar serum transaminase lebih dari 500 IU/L (AST atau ALT). Ketiga, Epi-linked (berkaitan dengan epidemiologis), pasien ini tidak terindikasi virus Hepatitis mana pun dan bisa menimpa pasien usia berapa pun yang pernah kontak erat dengan kasus probable (Cnnindonesia.com, 7/5/2022).

Oleh karena itu, untuk mencegah terjangkitnya penyakit Hepatitis akut ini pada diri dan anak-anak, upaya dini dalam lingkup sempit yang bisa kita lakukan adalah rajin mencuci tangan; minum air dan konsumsi makanan yang bersih dan matang; membuang tinja popok bayi sekali pakai pada tempatnya; menggunakan alat makan masing-masing; memakai masker; dan menjaga jarak.

Berpotensi Menjadi Pandemi

Kembali Epidemiolog Dicky Budiman mengkhawatirkan wabah Hepatitis akut ini akan berkembang menjadi pandemi. Pasalnya, anak-anak Indonesia sangat rawan terjangkiti penyakit ini lantaran kasus gizi buruk dan stunting anak di bawah usia 5 tahun meningkat tajam di masa pandemi Covid-19. Bahkan, persoalan sanitasi di Indonesia yang masih jauh dari kata ideal.

Beredarnya info hoaks pun menjadi persoalan pelik di tengah masyarakat. Kebingungan masyarakat dalam merespons wabah ini menjadikannya rentan untuk terpengaruh informasi yang keliru sehingga menghambat progres penanganan wabah. Jika tidak ditertibkan, hal ini akan mempercepat transformasi wabah menjadi pandemi.

Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho, mengimbau pemerintah mulai menerbitkan informasi prebunking untuk menangkal hoaks atau misinformasi soal Hepatitis akut. Caranya dengan melakukan deteksi dini dan prediksi terhadap hoaks, sehingga sebelum hoaks itu tersebar luas pemerintah sudah bisa mengklarifikasi atau mengedukasi masyarakat tentang info yang valid (BBC.com, 5/5/2022).

Paradigma Menghadapi Wabah

Keberadaan penyakit merupakan sunatullah, bagian dari lembaran perjalanan manusia. Pun wabah penyakit tidak hanya ada di masa ini saja, namun terjadi juga di zaman sebelumnya. Itulah qadarullah. Sebagai orang yang beriman, kita harus rida terhadap keputusan Allah Swt. sambil terus berintrospeksi, bisa jadi wabah ini muncul disebabkan karena ulah manusia itu sendiri.

Namun demikian, kita tak boleh pasrah begitu saja menghadapinya, apalagi berkelakar hingga meremehkan wabah ini sehingga melalaikan penyelesaiannya. Walhasil, wabah yang seharusnya bisa teratasi dengan cepat dan tepat, justru malah menjadi pandemi berkepanjangan. Pandemi Covid-19 seharusnya menjadi tamparan keras atas ketidakseriusan pemangku kebijakan di negeri ini dalam mengantisipasi wabah.

Tawakal harus dibarengi ikhtiar maksimal. Setidaknya ada dua hal yang mesti diperhatikan yakni kaidah syariat dan kaidah kausalitas (saintifik). Keduanya ini harus dijalankan untuk mengatasi wabah sekaligus menuai pahala di akhirat kelak.

Prototipe Islam

Solusi Islam dalam menanggulangi wabah erat kaitannya dengan kesempurnaan Islam sebagai sebuah aturan. Sebelum memutuskan suatu kebijakan, baiknya penguasa memahami prinsip-prinsip dasar sesuai tuntunan Islam dalam mengelola negara berdasarkan tuntunan Islam. Hal bertujuan agar pengambilan kebijakan tidak salah kaprah.

Pertama, dalam Islam pemimpin harus amanah dalam mengurusi urusan rakyatnya, termasuk dalam berikhtiar mengakhiri wabah. Sebab, Allah akan memintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dia pimpin.” (HR. Al-Bukhari)

Kedua, pemimpin wajib menjaga nyawa manusia (hifzh an-nafs). Ini merupakan salah satu maqashid syariah. Oleh karena itu, nyawa manusia harus menjadi pertimbangan utama penguasa dalam mengambil kebijakan, bukan malah menomorsatukan ekonomi dan pariwisata. Maknanya, jangan sampai menunggu rakyat tewas bergelimpangan gegara terjangkit penyakit, baru mengambil tindakan. Sebab, hilangnya satu nyawa muslim lebih berat dari hancurnya dunia dan seisinya.

Ketiga, pemimpin harus menyolusikan berbagai masalah dengan landasan akidah dan syariat Islam. Sejatinya manusia itu makhluk yang lemah dengan segala keterbatasannya, sunatullahnya dia tidak akan mampu menyelesaikan problematik dengan akalnya sendiri. Oleh karena itu, butuh bimbingan wahyu Allah Swt. agar bisa menemukan jalan keluar cepat, tepat, dan berbuah pahala serta keberkahan dunia akhirat.

Keempat, menetapkan mekanisme anggaran yang memadai dan prosedur administrasi yang cepat dalam penanganan wabah. Penanganan wabah tanpa didukung anggaran dan administrasi yang mumpuni itu hanya jadi omong kosong belaka. Jika penguasa masih berhitung untung rugi ala kapitalisme dalam menggelontorkan dana dan mempersulit administrasi dalam mengatasi wabah, maka dapat dipastikan kematian akan bertambah banyak dan wabah Hepatitis akut ini akan berkembang menjadi pandemi. Naudzubillahi min dzalik.

Segera Ambil Tindakan

Untuk mengatasi wabah Hepatitis akut sekaligus mencegahnya menjelma menjadi pandemi berkepanjangan, semua pihak yakni penguasa dan rakyat mesti bersinergi. Adapun tugas negara yakni segera menentukan pusat wabah dan mengisolasinya, agar wabah tidak meluas. Sebagaimana titah Rasulullah saw., “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari)

Tak lupa, negara pun harus menjamin semua kebutuhan dasar masyarakat yang daerahnya terisolasi. Konsekuensi dari isolasi pusat wabah adalah aktivitas masyarakat di luar rumah nyaris terhenti, termasuk dalam mencari nafkah. Di sinilah negara harus hadir secara riil dalam mengayomi rakyat, menjaga nyawa rakyat dari wabah penyakit dan kelaparan.

Negara pun harus bertanggung jawab dalam merawat, mengobati, dan melayani orang-orang yang sakit di daerah wabah. Caranya dengan memperkuat dan meningkatkan sistem, fasilitas, dan tenaga kesehatan serta obat-obatan. Semua pelayanan kesehatan itu diberikan secara cuma-cuma kepada rakyat, haram hukumnya mengomersialkan apa-apa yang menjadi hak rakyat.

Negara pun berkewajiban dalam hal mendorong dan mendanai para ilmuwan untuk melakukan penelitian dalam menemukan obat atau vaksin dengan cepat dan tepat. Sebagaimana diketahui, virus mengalami mutasi sehingga sangat dibutuhkan pengembangan vaksin dan obat dalam penanganannya. Untung rugi secara finansial tak boleh jadi pertimbangan negara dalam hal ini.

Negara harus ketat mengisolasi daerah wabah, namun tetap membiarkan wilayah lain yang tidak terinfeksi untuk tetap produktif. Jangan sampai dipukul rata. Hal itu dilakukan demi menopang daerah lain yang terdampak wabah.

Demikianlah tugas negara dalam mengatasi wabah. Lantas, apa saja tugas rakyat dalam menanggulangi wabah? Tentu saja rakyat wajib menaati segala kebijakan pemerintah yang sesuai syariat Islam serta protokol kesehatan atas dasar ketakwaan kepada Allah Swt. Ketaatan pada Sang Khalik akan mampu memutus rantai wabah sekaligus menuai pahala berlipat.

Rakyat pun harus bersabar dan senantiasa berikhtiar, tidak pesimis apalagi berputus asa ketika wabah ini menimpa diri dan lingkungan sekitarnya. Sebab, ini adalah qada Allah Swt. yang diterima dengan keridaan. Inilah sikap yang akan mampu meningkatkan imunitas diri dan masyarakat.

Tak lupa, Islam mengajarkan masyarakat untuk saling membantu, terlebih di masa-masa sulit. Solidaritas ini harus dipelihara sedemikian rupa agar masyarakat tidak stres dan merasa dibebani ketika tertimpa wabah ini. Kontribusi semua pihak akan mempercepat berakhirnya wabah Hepatitis akut ini.

Khatimah

Kasus Hepatitis akut misterius ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Jangan sampai kelalaian pemerintah mengantarkan wabah ini menjadi pandemi berkepanjangan. Belajarlah dari pandemi Covid-19. Terimalah masukan dari pakar kesehatan pun tuntunan Islam dalam mengatasi wabah. Komitmen untuk membumikan aturan Sang Khalik akan menghindarkan negeri ini dari kepayahan, kekacauan, dan kepunahan.

Wallahu alam bi ash-shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Tsuwaibah Al-Aslamiyah Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Islamofobia Meracuni Intelektual
Next
Pintaku
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram