“Jatah mantan merupakan representasi zina tentu membawa kerusakan. Selain berdosa dan mengundang azab dari Allah, pfenomena ini berdampak hancurnya hubungan rumah tangga dan nasab generasi masa datang.”
Oleh. Ahsani Annajma
( Kontributor NarasiPost.Com )
NarasiPost.Com-Setelah adanya perbincangan soal kaum pelangi (eljibiti) kembali viral, munculnya fenomena FWB (friend with benefit), dan belakangan ini konotasi “jatah mantan” menggema di jagat maya sontak membuat kaget.
Fenomena Viral
Istilah ini menjadi tenar setelah akun @BR di Twitter mengakui telah mewawancarai beberapa pihak mengenai kejadian jatah mantan. Jatah mantan sebuah diksi yang sebenarnya sudah lama ada, namun muncul dan populer kembali belakangan ini. Pelaku jatah mantan melakukan hubungan suami istri bersama mantan pacar atas dasar suka sama suka, beberapa hari jelang hari pernikahan sebagai bentuk salam perpisahan terakhir. Bahkan menurutnya, banyak yang sampai “keluar” di dalam seperti investasi jangka panjang, tapi tak tahu investor mana yang asli (Indozone, 18/05/2022).
Lebih parahnya lagi ada yang bercerita, meskipun sudah memiliki pasangan dan memiliki anak masing-masing, mereka tetap sering bertemu dan melakukan kontak fisik tanpa diketahui oleh pasangannya. Naudzubillah min dzalik. Netizen yang melihat unggahan cuitan ini pun meresponsnya berbeda-beda. Ada yang geleng-geleng kepala, saking tak habis pikirnya menilai para pelaku jatah mantan. Tak sedikit netizen yang seolah membenarkan dan menganggap biasa dilakukan baik oleh dirinya, teman atau saudaranya. Miris bukan?
Saat zina bak jamur yang tumbuh subur dan dianggap lumrah bukan perkara dosa, pelakunya makin merajalela. Sebagaimana banyak kasus zina yang disyiarkan ke publik dengan rasa bangga dan tanpa rasa malu, ini pun dinilai wajar. Hal ini seakan mengonfirmasi bobroknya moral dan bahwa aktivitas maksiat yang dilakukan terang-terangan akhirnya “dimaklumi” di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang berpenduduk mayoritas muslim. Tak ayal, jika angka seks bebas (zina) cukup tinggi dan terus mengalami peningkatan.
Sekularisme-Liberalisme Biang Masalah
Fenomena ini bak gunung es, yang tampak dari permukaan hanya sebagian kecil, namun permasalahan yang tersembunyi lebih dalam dan lebih pelik lagi. Fakta mengejutkan, terdapat tiga kota di Indonesia dengan jumlah pelajar hamil di luar nikah terbanyak. Posisi pertama diduduki oleh Tangerang Selatan, tercatat akhir 2021 sebanyak 276 kasus kehamilan tak dikehendaki (KTD). Kedua, di Kota Pelajar, Yogyakarta pada 2022 terdapat 45.589 angka kehamilan. Dari jumlah tersebut, tembus sebanyak 1.032 kasus atau sekitar 2,3 persennya terkategori KTD dan dilakukan oleh pelajar. Dan terakhir di Kabupaten Madiun, di mana pasangan yang menikah di usia dini mengalami kenaikan signifikan lebih dari seratus persen dari tahun sebelumnya disebabkan oleh berbagai faktor dan salah satunya karena KTD. (sindonews, 11/02/2022).
Fakta dalam sebuah penelitian tentang determinan perilaku seks pranikah pada remaja laki-laki usia 15-24 tahun di Indonesia pada 2021, dalam penelitian tersebut dipaparkan bahwa fenomena seks pranikah pada kalangan remaja ditemukan di perkotaan maupun di perdesaan, tanpa memandang suku, agama atau bahkan latar belakang tingkat pendidikan. Bahkan, penyimpangan seksual hari ini dianggap sebagai tren, dan bukan hal yang tabu lagi. Degradasi moral kian kentara bahwa gaya hidup dan pemikiran sekuler-liberal berhasil merasuki generasi muslim dan menjadi petaka.
Munculnya penyimpangan seksual seperti eljibiti, jatah mantan, FWB dan istilah aktivitas seksual yang dikemas modern hari ini merupakan akibat dari negara memberlakukan sistem kehidupan sekuler-liberal. Dalam kehidupan ini, setiap individu diberi kebebasan bertingkah laku termasuk berperilaku seksual. Tidak heran, jika kemudian perilaku seks bebas, eljibiti, dan berbagai perilaku menyimpang lainnya semakin marak. Hasrat seksual dibiarkan liar tanpa ada batasan, pacaran menjadi gaya hidup dan zina menjadi tren. Bahkan, ada yang tak ingin terikat komitmen dan melakukan hubungan seks berdasarkan consent (persetujuan) atau FWB.
Perlahan namun pasti, Barat mendesain serangannya kepada generasi muslim dengan sangat apik. Nilai-nilai sekuler-liberal telah menyusupi kaum muslim di setiap sendi kehidupan lewat bacaan, tontonan, lagu-lagu, penyuluhan dan sebagainya. Mirisnya, pemikiran dan gaya hidup liberal ini kebanyakan diadopsi oleh generasi kaum muslim secara sadar, tanpa berpikir ulang, persis seperti orang yang menyalin naskah dengan menulis seluruh kata dan huruf yang ada. Hal ini menjadi ancaman serius bagi generasi kaum muslim.
Menistakan Kesakralan Pernikahan
Jatah mantan merupakan representasi zina tentu membawa kerusakan. Selain berdosa dan mengundang azab dari Allah, fenomena ini berdampak hancurnya hubungan rumah tangga dan nasab generasi masa datang. Mereka melahirkan anak yang tidak jelas siapa ayah atau ibu biologisnya. Lagi-lagi anak menjadi korban dan dirugikan atas perbuatan hina yang orang tua mereka lakukan.
Seorang anak perempuan yang lahir dari hasil berbuat zina di luar nikah akan kehilangan dan tidak memiliki wali pernikahan selain wali hakim/penghulu. Sementara jika yang dilahirkan dari hasil zina itu laki-laki, maka sang anak tidak dapat menjadi wali nikah untuk saudara kandungnya. Selain itu, anak yang dilahirkan dari hasil zina, tidak mendapat bagian harta warisan.
Selain itu, bukan hanya satu orang saja yang tersakiti melainkan satu keluarga akan merasa tersakiti. Terlebih sosok suami yang telah dikhianati. Padahal di dalam Islam, sangat jelas mahligai pernikahan adalah ikatan yang di dalamnya terdapat janji suci sampai diibaratkan sebagai perjanjian berat nan agung. Perjanjian tersebut disejajarkan dengan perjanjian antara Allah dengan para nabi (lihat QS. An-Nisa:21). Sehingga di dalamnya mengandung konsekuensi yang sangat besar karena akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Saatnya Kembali pada Islam
Menyeruaknya fenomena jatah mantan dan zina lainnya menunjukkan perzinaan bukanlah problem individual, tetapi juga dipengaruhi oleh sistem aturan yang diterapkan saat ini. Negara ini jelas mengadopsi sistem hidup sekularisme, yang memisahkan agama dari kehidupan hingga manusia bebas menjalani hidup sesuai aturannya sendiri. Berbeda dengan Islam, sangat menjaga kehormatan umatnya dengan berbagai aturan. Islam memandang perzinaan termasuk salah satu dosa besar dan sangat tegas melarang untuk berbuat zina. "Dan janganlah kamu mendekati zina, itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra’:32).
Islam juga memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku zina (Lihat surat An-Nur ayat 2). Tujuannya tidak hanya memberikan efek jera, namun juga untuk menyelamatkan nasab/keturunan. Dapat dibayangkan jika perilaku zina dibiarkan, besar kemungkinan akan terjadi pernikahan sedarah yang diharamkan dalam Islam karena tiada kejelasan pada nasab. Pergaulan antara laki-laki dan perempuan bahkan aktivitas yang dapat mengantarkan kepada zina pun dilarang, seperti berkhalwat (berdua-duaan ) antara laki-laki dan wanita tanpa disertai mahram.
Di dalam kitab An-Nizam Al-Ijtima’i fi Al-Islam yang ditulis oleh Imam Taqiyyudin An-Nabhani, dijelaskan adapun Islam mengatur tindakan preventif lainnya yang dapat membangkitkan hawa nafsu seksual seperti, melarang wanita bertabaruj, berhias di hadapan laki-laki asing (nonmahram), melarang baik laki-laki maupun wanita memandang lawan jenisnya dengan pandangan birahi, membatasi tolong-menolong antarlawan jenis di kehidupan umum, serta membatasi hubungan seksual hanya dalam dua keadaan, bukan yang lain, yaitu pernikahan dan pemilikan hamba sahaya. Dalam Islam pun seorang wanita dibatasi menikah dengan satu orang laki-laki saja dimaksudkan agar setiap wanita dapat mengetahui dan terjaga nasabnya.
Sementara itu, pandangan kaum muslim yang mengimani akidah Islam dan hukum Islam menjadikan pandangan terhadap hubungan antara laki-laki dan wanita fokus terhadap tujuan penciptaan naluri itu sendiri, yaitu untuk melestarikan keturunan, bukan pandangan yang berorientasi seksual semata. Sejatinya tidak ada solusi lain yang dapat menyelamatkan manusia dari berbagai jeratan pemikiran merusak dan menjerumuskan kehidupan anak adam ke dalam kubangan dosa, segala kepedihan, kesengsaraan, segala ketakutan, dan kecemasan melainkan kembali kepada aturan Islam yang selama ini dicampakkan dalam kehidupan. Islam sebagai agama sekaligus ideologi yang paripurna ketika diterapkan niscaya akan memberikan kebahagiaan bagi siapa pun.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]