Keikutsertaan Indonesia dalam WTO (World Trade Organization) malah memperparah keadaan perekonomian Indonesia. Keanggotan yang awalnya digadang-gadang dapat menumbuhkan perekonomian, malah menjadi aksi bunuh diri. Produk Indonesia kalah bersaing dengan produk luar negeri.
Oleh. Dia Dwi Arista
NarasiPost.Com-Rakyat Indonesia dikagetkan dengan rencana negara yang akan mengimpor daging ayam dari Brasil, pasalnya Indonesia tak kekurangan pasokan ayam dalam negeri. bahkan cenderung surplus pertahunnya. Data Kementrian Pertanian menyebutkan pada tahun 2019 terdapat kelebihan pasokan sekitar 395 ribu ton.
Bahkan pada tahun 2020 pasokan ayam juga tak berubah. Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Sugeng Wahyudi mengatakan, jumlah produksi ayam dalam negeri mencapai 70 juta perminggu, sementara penyerapan hanya sebesar 50 juta, sehingga terdapat surplus 20 juta. (lokadata.id, 31/10/21)
Ancaman serbuan daging ayam (karkas) dan daging utuh dari Brasil bermula dari sulitnya daging ayam Brasil masuk ke pasar Indonesia. Hingga akhirnya Brasil memerkarakannya pada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 16 Oktober 2014. Gugatan ini pun ditangani oleh DSB (Dispute Settlemen Body).
Kasus yang ditangai panel yang dibentuk DSB ini pun akhirnya meminta Indonesia untuk menghapus berbagai aturan yang bisa menghambat masuknya daging ayam dari Brasil. Pemerintah Indonesia yang merasa pasokan dalam negeri surplus pun akhirnya meminta tangguhan waktu dan mengajukan banding ke WTO. Namun sayang, berita kekalahan menjadi kado pahit, bukan hanya bagi negara, namun juga para peternak lokal.
Pengebirian Hak Swasembada
Indonesia yang berpenduduk lebih dari 260 juta jiwa menjadi objek pasar yang menggiurkan bagi para kapitalis. Berbagai cara dilakukan agar produk asing bisa menembus Indonesia. Tak peduli produk tersebut sudah membanjir dari produsen lokal. Sebagaimana berbagai kejadian impor belum lama ini, seperti kedelai, beras, dan garam yang juga menjadi polemik dalam negeri.
Dari banyak pengalaman, harusnya Indonesia berbenah diri dan menyadari, jika negeri ini penuh dengan ancaman, tak bisa mandiri. Padahal Indonesia dibekali dengan daratan dan lautan yang luas, tanah dan laut bisa menghasilkan kekayaan yang melimpah. Sayangnya, watak-watak kapitalis terlalu lama mengakar pada pejabat negeri. Hingga dengan mudah menjual kesejahteraan dengan secuil materi.
Keikutsertaan Indonesia dalam WTO (World Trade Organization) malah memperparah keadaan perekonomian Indonesia. Keanggotan yang awalnya digadang-gadang dapat menumbuhkan perekonomian, malah menjadi aksi bunuh diri. Produk Indonesia kalah bersaing dengan produk luar negeri.
WTO yang merupakan alat yang digunakan para kapitalis besar dalam memasarkan produk-produknya tak mungkin bisa mengangkat perekonomian negara berkembang seperti Indonesia. Dengan menggunakan aturan-aturan yang bisa menjerat para anggotanya agar patuh pada aturan perdagangan bebas, organisasi ini dengan mudah memuluskan produsen besar dunia masuk ke negara-negara tujuan.
Hingga pada akhirnya negara tidak mampu untuk membuat kebijakan swasembada pangan dalam negeri. Ketika negara mempunyai rencana berdikari dalam masalah pangan, intervensi dari organisasi ini pun kerap menyambangi. Pada akhirnya mencabut hak kebijakan mandiri negara dalam urusan domestik yang pada akhirnya negara berkembang menjadi jajahan ekonomi negara maju.
Pengaturan Islam dalam Perdagangan
Berdagang adalah salah satu cara yang dianjurkan Islam untuk menyambut rizki. Dalam berdagang pun Islam menyolusi. Barang yang diperjualbelikan haruslah barang yang halal, adanya keridaan antarpedagang dan pembeli, juga ada akad yang menyertai jual-beli keduanya.
Inilah yang tidak dipenuhi dalam perdagangan pasar bebas pada saat ini, meski daging ayam adalah halal namun proses penyembelihan sesuai syariat masih diragukan apalagi pemasoknya adalah negara kafir. Pun dengan paksaan dalam menjual, padahal Indonesia tidak membutuhkan daging ayam, namun karena regulasi organisasi, terpaksa membuka gerbang dalam negeri.
Masalah impor dan ekspor juga tak luput dari perhatian Islam. Syaikh Abdurrahman Al-Maliki dalam kitabnya, As-Siyasah Al-iqtishodiyyah Almutsla menjelaskan bahwa perdagangan yang dilakukan oleh negara Islam adalah dalam rangka membangun negara menjadi negara yang besar dan menyebarkan dakwah Islam, bukan perdagangan dengan motif menjajah seperti kapitalis hari ini.
Untuk mencapai tujuan itu, maka dibutuhkan tiga hal dalam aktivitas ekspor impor, yang pertama adalah untuk memperoleh hard currency, yaitu mata uang yang nilainya kuat terhadap mata uang lain, agar ketika negara membutuhkan pasokan bahan yang dibutuhkan dari luar bisa dibeli dengan mudah. Yang kedua, agar negara menjadi maju maka diperlukan adanya revolusi industri dengan mempunyai hard currency, negara bisa membeli komoditi yang diperlukan dalam membangun industri yang kuat dan maju, baik industri pangan hingga alat-alat berat.
Terakhir, memerhatikan posisi negara tersebut terhadap negara Islam. Jika menjalin perdagangan dengan negara yang selalu memusuhi Islam dan kaum muslim, maka hukumnya haram karena jalinan perdagangan ini bisa menjadi celah bagi negara kafir harbi untuk menguasai negara Islam. Allah berfirman,
“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (TQS. An-Nisa, 141).
Maka aktivitas ekspor-impor hanya diperbolehkan dengan negara yang jelas-jelas tidak memusuhi Islam dan kaum muslim. Dengan diterapkannya beberapa mekanisme tersebut maka negara Islam dapat menjadi negara yang berdaulat dan maju tanpa ketergantungan secara ekonomi pada negara-negara yang mempunyai motif busuk dalam tujuan perdagangannnya. Allahu a’lam bisshowwab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]