"Rasulullah Saw telah melaknat laki-laki yang menjadi perempuan, yaitu mereka yang menyerupai kaum perempuan; juga melaknat perempuan yang menjadi laki-laki, yaitu yang menyerupai laki-laki."
(HR. Ahmad)
Oleh: Nurjamilah, S.Pd.I
NarasiPost.Com-Fenomena pergantian jenis kelamin alias transgender bagai cendawan di musim hujan. Baik di layar kaca maupun di depan mata mereka semakin eksis. Tengok saja para selebritas, pelayan di salon-salon kecantikan, hingga di emperan jalan sebagai pengamen. Mereka berlenggak-lenggok dan berdandan bak perempuan. Tak sedikit pula para perempuan yang berlagak gagah layaknya lelaki. Mereka memangkas cepak rambut mereka dengan setelan maskulin. Kondisi mereka yang tidak semuanya mapan, mengetuk hati pemimpin negeri ini untuk membantu mereka dalam mengakses pelayanan publik dan bantuan sosial dengan mempermudah dalam pembuatan KTP-el. Lantas apakah ini adalah solusi ataukah justru sebaliknya?
Dikutip dari www.detik.news.com, (24/04/2021) bahwa Kemendagri melihat banyak kaum transgender tanpa dokumen kependudukan. Oleh karena itu, akan mulai dibuatkan KTP elektronik (KTP-el), akte kelahiran, dan Kartu Keluarga (KK) untuk transgender.
Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakhrullah mengatakan dalam pencatatan kependudukan tidak ada jenis kelamin ketiga, yaitu transgender. Hanya tersedia 2 jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Sehingga akan dibuat sesuai dengan jenis kelamin asli. Bisa berubah, jika terdapat penetapan pengadilan. Proses pembuatan KTP-el bagi para transgender akan dimudahkan, hal ini mengacu pada UU No.24 Tahun 2013 juncto No.23 Tahun 2006 tentang Adminduk. Dengan begitu, mereka akan mendapatkan pelayanan publik yang baik, semisal BPJS, bantuan sosial, dan lainnya. Mereka juga makhluk Tuhan yang wajib dilayani dengan penuh empati dan tanpa diskriminasi. (www.news.detik.com, 25/04/2021)
Bermula Pembuatan KTP-el Transgender, Berujung Legalisasi LGBT
Transgender seakan menjadi tren kekinian. Pasalnya, dulu hal tersebut suatu hal yang tabu. Tapi saat ini, justru mengharu biru. Bagaimana tidak, terjadi pergeseran nilai yang signifikan dalam bangunan sosial masyarakat saat ini. Bukan semata tren, tapi hukum yang berlaku sekaligus pemangku kebijakan seakan ikut mengamini bahkan memberi izin bagi eksistensi transgender.
Pada faktanya, ditemukan banyak transgender yang hidupnya miskin dan sangat memprihatinkan, walau tak sedikit dari mereka yang hidupnya glamor. Mendagri Tito Karnavian meminta jajaran Ditjen Dukcapil untuk selalu proaktif dalam mengoptimalkan pemberian pelayanan publik. Semua warga negara Indonesia (WNI) berhak mendapatkan pelayanan publik tanpa diskriminasi. Hal ini juga berlaku bagi kaum transgender yang kerap dianggap sebagai warga marginal dan terpinggirkan dari pergaulan masyarakat. (www.idntimes.com, 25/04/2021)
Selintas hal itu seperti solusi, padahal justru mengundang hadirnya masalah lain. Alasan kemudahan dan hak warga negara bagi transgender itu adalah alibi sesat dan menyesatkan. Padahal sejatinya kebijakan tersebut menjadi gerbang bagi legalisasi LGBT di negeri mayoritas muslim ini.
Seharusnya, negara wajib menghentikan gelombang kerusakan oleh kaum transgender dan LGBT dengan mengedukasi dan melakukan pembinaan kepada mereka untuk segera bertaubat. Mengasingkan mereka dari memengaruhi masyarakat dari efek buruk perilakunya. Bukan malah memfasilitasi mereka dengan berbagai kemudahan. Kebijakan itu justru menghalangi dari pertaubatan dan menyadari kesalahan perilakunya.
Inilah buah dari diterapkannya sekularisme, paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Melahirkan liberalisme (kebebasan) yaitu kebebasan beragama, berpendapat, kepemilikan, dan berekspresi. Inilah yang menjadi dasar maraknya LGBT.
Ideologi kapitalisme menumbuhsuburkan liberalisme, walau notabene Indonesia merupakan negeri mayoritas muslim. Oleh karena itu, selamanya kasus LGBT tidak akan berakhir, jika ideologi ini yang masih diadopsi.
Islam Menangani Penduduk Transgender
Indonesia, negeri dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia idealnya menjadi representasi dari kehidupan Islam. Bagaimana indahnya Islam mestinya terpancar dari negeri ini. Akan tetapi, itu hanya isapan jempol semata. Faktanya, tiada beda antara negeri muslim dengan negara nonmuslim. Keduanya sama-sama tidak menerapkan Islam dalam negaranya.
Allah Swt menciptakan manusia hanya dalam dua jenis, laki-laki (dzakar) dan perempuan (untsa) sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.”
(QS. Al-Hujurat13)
Namun demikian, pada faktanya ada orang yang terlahir hermaprodit (khuntsa). Dalam konteks ini harus dibedakan menjadi dua:
Pertama, khuntsa yang diciptakan dengan kelamin ganda atau sama sekali tidak memiliki kelamin. Untuk kasus ini diperkenankan untuk melakukan operasi kelamin untuk menentukan kelamin sesuai dengan kecenderungannya.
Kedua, mukhannatsin min ar-rijal yaitu laki-laki yang diciptakan dengan kelamin laki-laki, tapi bergaya seperti dan atau menjadi perempuan.
Jenis kelamin merupakan qodho Allah. Karena itu haram menyerupai atau mengubahnya dengan operasi kelamin (transgender) karena itu terkategori mengubah ciptaan-Nya.
Dari Abu Hurairah ra. dinyatakan:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مُخَنَّثِي الرِّجَالِ الَّذِيْنَ يَتَشَبَّهُوْنَ باِلنِّسَاءِ، وَالمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ المُتَشَبِّهِيْنَ بِالرِّجَالِ.
"Rasulullah Saw telah melaknat laki-laki yang menjadi perempuan, yaitu mereka yang menyerupai kaum perempuan; juga melaknat perempuan yang menjadi laki-laki, yaitu yang menyerupai laki-laki."
(HR. Ahmad)
Oleh karena itu, Islam akan bertindak tegas dalam menangani penduduk transgender, yaitu melarang penyimpangan perilaku transgender, menghukum pelakunya dengan ta’zir, melakukan rehabilitasi dan pembinaan agar mereka bisa segera bertaubat dan sembuh dari penyimpangan itu. Bukan malah membiarkan apalagi memfasilitasi mereka dengan kemudahan pembuatan administrasi kependudukan, pelayanan publik, dan bantuan sosial. Karena ini sama saja memberikan ruang untuk legalisasi penyimpangan semisal transgender, LGBT, dan lainnya. Bangunan sosial akan hancur jika ini terus berlanjut.
Ketegasan sikap ini hanya mungkin diambil oleh Islam. Islam mustahil diterapkan pada negara yang menerapkan jalan tengah yaitu kompromi antara yang hak dan batil. Islam hanya mungkin diterapkan pada institusi Khilafah yang akan mengakomodasi seluruh hukum Islam. Hanya Islam dengan Khilafahnya yang akan mampu menghentikan laju penambahan kasus LGBT. Islam juga yang mampu memecahkan persoalan umat tanpa meninggalkan permasalahan lain, serta meraup pahala dan bahagia dari penerapan Islam kafah.Wallahu a’lam bi ash-showwab[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]