"Realita bahwa negeri ini sepertinya sedang dipermainkan oleh para petinggi negara. Mereka menetapkan aturan, tapi kemudian dilanggar kembali."
Oleh : Cahaya Timur
(Kontributor NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Di tengah hiruk pikuk yang terjadi, kembali perhatian kita dikejutkan oleh sebuah berita yang cukup kontroversi. Kabar tersebut datang dari sebuah unggaan video pesta ulang tahun pasangan Gubernur dan Wagub Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak. Video singkat itu tersebar sejak Kamis (20/5/21). Pesta yang diadakan di kompleks Gedung Grahadi tersebut dinilai menyebabkan kerumunan. Sementara Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan kematian tertinggi akibat Covid-19. Tentu saja hal tersebut menuai banyak kecaman dari warganet. Walaupun pada akhirnya gubernur menyatakan permohonan maaf bahwa pesta tersebut tidak direncanakan akan dilakukan, itu hanya spontanitas dari para OPD (organisasi perangkat daerah) beserta stafnya, akan tetapi rakyat tetap mempertanyakan mana mungkin spontanitas tapi ada artis yang diundang di situ?
Sebelumnya masih jelas dalam ingatan kita kurang lebih sebulan yang lalu telah digelar pula pesta pernikahan yang sangat glamour oleh sepasang artis dan youtuber terkenal di tanah air. Acara tersebut tidak tanggung-tanggung sampai dihadiri oleh orang nomor satu negeri ini beserta jajarannya. Bahkan perhelatan itu diposting pula pada akun resmi Sekretaris Negara. (IDNtimes, 04/5/21)
Sementara jauh hari sebelumnya pada acara yang sama, yaitu pesta pernikahan anak seorang ulama. Dan justru sang ulama tersebut ditangkap dan diperkarakan oleh pihak berwenang karena mengadakan resepsi pernikahan anaknya. (JawaPos.com, 4/12/20)
Lagi-lagi negeri ini dibikin bingung dengan sejumlah kejadian yang ada. Belum lagi selesai satu masalah kini muncul lagi persoalan baru. Di antara kebijakan pemerintah yang plin- plan dan juga saling tumpang tindih inilah yang menjadi musabab sehingga masyarakat menjadi hilang rasa percaya terhadap aturan yang ada. Contohnya seperti aturan tentang pelarangan mudik. Warga diminta untuk tidak pulang kampung guna menghindari penyebaran Covid-19, namun seiring dengan itu pula ada kebijakan lain yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan yaitu tentang anjuran belanja baju lebaran terutama di pusat perbelanjaan, sungguh kontras sekali. Akibatnya warga masyarakat beramai-ramai menyerbu pusat-pusat perbelanjaan seperti pasar, toko, swalayan, mall, dll. Padahal selama masa pandemi tahun lalu hingga hari ini roda perekonomian masyarakat belum berjalan sebagaimana mestinya. (WartaEkonomi.co.id, 24/4/21)
Bukti lain adalah adanya keleluasaan yang diberikan pemerintah kepada warga asing dengan diberlakukannya UU Cipta Kerja. Walhasil negara harus menerima sejumlah rombongan Tenaga Kerja Asing (TKA) dari Cina. Sungguh miris bukan?
Hal tersebut ditegaskan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang menilai, kedatangan tenaga kerja asing (TKA) dari Cina di tengah masa pandemi Covid-19 merupakan sebuah ironi yang menyakitkan dan mencederai rasa keadilan para buruh di tanah air. “Ibaratnya buruh dikasih jalan tanah yang becek, tetapi TKA diberi karpet merah dengan penyambutan yang gegap gempita atas nama industri strategis,” kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan terstulis. (Kompas.com, 11/5/2021)
Menurutnya, pemerintah harus bertindak adil dalam upaya penegakkan aturan. Ternyata setelah diselidiki konsekuensi dari masuknya TKA dari Cina ke Indonesia adalah akibat dari diberlakukannya UU Omnibus Law Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan.
Demikian relita yang terjadi di Indonesia tercinta. Realita bahwa negeri ini sepertinya sedang dipermainkan oleh para petinggi negara. Mereka menetapkan aturan, tapi kemudian dilanggar kembali. Jika saja hal tersebut dilakukan oleh orang-orang berduit dan berkuasa, maka itu tidak jadi persoalan. Sementara apabila dilakukan oleh rakyat kecil, maka tetap akan ditindak secara tegas.
Hukum bagaikan pisau yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Negara hanya dimiliki oleh segelintir orang saja yang juga bermodal besar. Mereka para kapitalis inilah yang menjalankan roda pemerintahan. Karenanya negeri ini disebut sebagai negara kapitalis. Jika memiliki uang dan kekuasaan maka akan mendapatkan semacam imunitas, sehingga bebas melangkah dan sama sekali tidak terjerat oleh hukum-hukum yang ada. Akan tetapi bertolak belakang jika hal tersebut dialami oleh masyarakat kalangan bawah. Ironis sekali!
Sungguh sangat berbeda dengan sistem pemerintahan dalam Islam yang dalam pengaturannya kedaulatan tertinggi berada di tangan Allah Swt, sedangkan yang menjalankan sistem pemerintahan adalah Khalifah beserta para petinggi lainnya. Dan dalam pelaksanaannya sama sekali tidak membuat kebijakan yang bertentangan dengan hukum syara. Tidak membeda-bedakan antara yang kaya dan yang miskin, antara kaum jetset dan orang biasa. Semua sama di mata hukum.
Sistem pemerintahan Islam menetapkan tiga pilar dalam bernegara, yaitu adanya ketakwaan individu, yang terlahir dari kesadaran bahwa setiap diri kita senantiasa terikat dengan hukum-hukum syara, sehingga merasa hidup berada dalam pengawasan Allah Swt. Sebab Dia bukan saja sebagai Pencipta, namun juga sebagai pengatur kehidupan manusia.
Adanya masyarakat yang mengontrol, yakni rakyat turut andil dalam upaya penyelenggaraan negara. Masyarakat dapat memberikan koreksi kepada para pemimpin jika dirasa ada kebijakan yang menyimpang atau bertentangan dengan syariat. Selanjutnya ada peran negara yang merupakan pemegang kunci pemerintahan negara dengan melaksanakan segala aturan Allah Swt, baik untuk perkara personal maupun publik. Serta senantiasa menyebarkan Islam ke seluruh pelosok bumi melalui dakwah dan juga jihad fi sabilillah.
Sehingga dapat kita simpulkan bahwa negara ini tidak akan pernah melahirkan aturan maupun pemimpin yang adil, kecuali jika landasan negara diganti dengan aturan Ilahi yang bersumber dari Allah Swt. Wallau'alam bis showab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]