Temuan jutaan konten pornografi anak yang dihasilkan di negeri ini semestinya menjadi pukulan telak karena masih menerapkan kehidupan kapitalis-sekuler
Oleh. Yeni Marliani
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-National Centre for Missing Exploited Children menghimpun laporan bahwa temuan konten kasus pornografi anak di Indonesia selama empat tahun sebanyak 5.566.015 kasus. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai peringkat empat secara internasional dan peringkat dua secara regional ASEAN (SINDOnews.com, 18/4/24).
Hasil penangkapan jaringan internasional penjualan video pornografi anak sesama jenis melalui aplikasi layanan pengiriman pesan Telegram oleh Aparat Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Polda Metro Jaya dan berkoordinasi dengan Federal Bureau Of Investigastion (FBI) U.S., diketahui bahwa video pornografi anak banjir pesanan dari luar negeri seperti Amerika Serikat, Yunani, Filipina, dan Eropa.
Perolehan keuntungan dari hasil penjualan konten pornografi anak kurang lebih hingga 100 juta rupiah, dengan kisaran harga per konten $50 sampai $100 US dolar, atau senilai 100 ribu hingga 300 ribu rupiah.
Anak yang menjadi korban sebagian besar berstatus di bawah umur dengan rentang usia 12 hingga 16 tahun. Hanya dengan dijanjikan akan diberikan sejumlah uang serta bonus kredit yang bisa dimanfaatkan untuk bermain games online, korban rela menjadi kru, pelaku, bahkan merekrut anak-anak lainnya (Antaranews.com, 24/2/24).
Sumber Masalah Pornografi Anak
Temuan konten pornografi anak hingga mencapai jutaan tentu tidaklah bisa kasus ini dianggap sebagai hal yang biasa. Artinya banyak pelaku juga korban. Bahkan bisa jadi angka yang dilaporkan belum menggambarkan secara riil di lapangan. Bisa jadi angka sesungguhnya jauh lebih besar.
Motif bagi pelaku tentu tidak sekadar memenuhi hasrat seksualnya. Namun, ada jaminan keuntungan materi yang dapat diraup sebanyak-banyaknya sebab permintaan amat tinggi.
Sedang bagi korban yang mereka berstatus di bawah umur, dengan sukarela terlibat hanya iming-iming materi juga kemudahan dalam bermain game online. Tanpa berpikir nasib masa depannya apalagi menimbang pahala dan dosa.
Begitupun sistem sanksi hukum dalam kapitalis-sekuler, yang merupakan hasil buah pikir manusia, tentu sarat keterbatasan dan kekurangan, serta tidak mampu mengatasi persoalan hingga hal yang mendasar. Terbukti, pelaku yang terlibat jaringan internasional konten pornografi anak ini hanya dihukumi hukuman pidana penjara minimal lima tahun dan paling lama lima belas tahun penjara. Padahal dengan sangkaan berlapis, yakni perlindungan anak, informasi, dan transaksi elektronik, perdagangan orang, dan pornografi.
Tak lain dan tak bukan, sumber masalah ini adalah atmosfer kapitalis-sekuler yang hari ini kita hidup di dalamnya. Sebab, dalam kapitalis-sekuler standar hidup hanyalah materi dan kenikmatan duniawi, tidak sampai memikirkan apakah yang dilakukan sesuai perintah dan larangan Allah? Atau apakah yang dilakukan mendatangkan rida Ilahi?
Bukankah hukuman tersebut amat ringan dibanding dengan dampak buruk yang akan dialami korban, serta nasib generasi ke depan. Sebab, angka temuan konten pornografi yang fantastis tersebut pasti dilakukan oleh banyak pelaku, sedang penangkapan beberapa waktu lalu hanya menangkap lima orang pelaku. Tentu pelaku yang belum tertangkap masih berkeliaran. Rasa-rasanya tidak ada efek jera bagi pelaku lain untuk menghentikan produksi konten yang meraup untung tersebut. Apalagi salah satu pelaku utama yang berinisial MS alias Mr. Po diketahui memperoleh remisi di antaranya saat Idulfitri beberapa waktu lalu sebanyak 9 bulan dari total hukuman 12 tahun penjara (Metro.tempo.co, 17/3/24).
Atmosfer Kehidupan Islam
Kehidupan yang berjalan dalam atmosfer Islam akan memastikan segala sesuatunya berjalan berdasarkan aturan Allah Sang Pencipta. Kemaksiatan akan minim terjadi sebab mekanisme pencegahan jauh lebih besar. Landasan yang diterapkan dalam kehidupan adalah baik-buruk, halal-haram, juga terpuji-tercela, semuanya berdasarkan standar syariat sebagaimana Al-Qur'an dan hadis.
Kehidupan Islam pun memastikan penguatan dalam tiga pilar penting dalam upaya mencegah pornografi anak dan ragam kejahatan.
Pertama, ketakwaan individu dan keluarga. Ketakwaan akan menjadikan setiap anggota keluarga terikat dengan seluruh aturan Islam dengan penuh kesadaran. Hal ini akan menjadi benteng kokoh setiap anggota keluarga yang dapat menghalangi dari melakukan kemaksiatan dan tindak kejahatan. Allah Swt. Berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari siksa api neraka.” (TQS. At-Tahrim [66]: 6).
Oleh karena itu, para orang tua dengan penuh kesadaran akan menjalankan perannya dalam membentuk kepribadian Islam pada anak-anak mereka dengan cara meletakkan fondasi cara berpikir dan berperilaku berdasarkan keimanan kepada Allah, yang kemudian akan melahirkan ketundukan pada semua aturan-Nya.
https://narasipost.com/opini/03/2024/pornografi-anak-makin-marak-salah-siapa/
Bisa dipastikan, anak-anak akan berada pada pembinaan penuh keluarga mereka, segala aktivitas yang dilakukan akan terkontrol, produktivitas mereka terpusat pada hal-hal bermanfaat dan kebaikan, serta tidak mudah menerima bujuk rayu kemaksiatan.
Kedua, kontrol masyarakat. Masyarakat yang menjalankan kontrol dengan baik akan menguatkan ketakwaan individu dan keluarga. Sebab, berjalan kepedulian sosial dan budaya aktivitas amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat.
Berbagai kemaksiatan dan kejahatan yang mungkin dilakukan individu akan mampu tercegah dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar yang dilakukan secara kolektif.
Ketiga, peran negara. Negara dalam Islam wajib menjaga masyarakat dari kemungkinan berbuat kemaksiatan dan kejahatan. Yakni dengan menegakkan aturan-aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara memiliki kewajiban menjamin setiap warganya agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu sandang, papan, dan pangan. Saat semua kebutuhan pokok warga terpenuhi, mereka tidak akan mudah menjalankan kemaksiatan dan kejahatan hanya demi iming-iming materi.
Negara juga memiliki kewajiban menyelenggarakan sistem pendidikan Islam secara cuma-cuma dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang memiliki kepribadian Islam yang mumpuni sehingga terhindar dari berbagai perilaku maksiat dan kejahatan.
Selain itu, dalam Islam menjadi kewajiban negara pula untuk menjaga agama dan moral masyarakat serta menghilangkan setiap hal yang dapat merusak dan melemahkan akidah dan kepribadian kaum muslim. Termasuk konten pornografi. Dimulai dengan memfilter berbagai tayangan yang merusak di media maupun di media sosial. Kemudian memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku tindak kejahatan dengan menjalankan hukum pidana Islam.
Hukum pidana Islam memberikan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Sebab, hukum pidana Islam memiliki sifat jawâbir dan zawâjir. Bersifat jawâbir karena akan menjadi penebus dosa bagi pelaku kriminal yang telah dijatuhi hukuman yang syar’i. Bersifat zawâjir, yakni dapat memberikan efek jera. Tak hanya bagi pelakunya, namun juga bagi orang lain. Bagi pelaku akan takut mengulanginya, untuk orang lain akan takut melakukan tindakan kriminal serupa. Oleh karena itu, hukum pidana Islam akan memberikan jaminan kelangsungan hidup bagi masyarakat dan generasi.
Temuan jutaan konten pornografi anak yang dihasilkan di negeri ini semestinya menjadi pukulan telak karena masih menerapkan kehidupan kapitalis-sekuler, sudah seharusnya segera beralih tanpa ragu untuk menerapkan semua hukum Islam secara sempurna dan menyeluruh. Namun, hal itu hanya mungkin diwujudkan dengan menerapkan kehidupan Islam dalam institusi pemerintahan Islam. Khilafah ala minhaj annubuwwah.
Wallahualam bissawab. []
Ini menjadi PR negara yang harus segera diselesaikan. Kalau hanya setengah hati, maka konten-konten merusak akan terus tumbuh subur.
Harus diberantas secara tuntas ini mah ! Ga bisa pake batasan "kids" or not. Karena khusus kids jg banyak konten pornografi dan penyimpangannya!
Negara harus menyadari bahaya besar mengintai mulai anak2 dan siapa pun dg maraknya pornoaksi dan pornogarafi jika tdk ditutup rapat celah2 kemaksiatan itu
Konten pornografi memang membahayakan anak. Sudah saatnya negara bertindak tegas untuk menyelamatkan generasi dari bahaya ini.