Keterlibatan Amicus curiae, termasuk parpol, harus dipertimbangkan dengan hati-hati untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan transparan
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dalam sistem hukum di negeri ini atau negeri yang masih sekuler lainnya, terdapat peran yang penting namun mungkin kurang dikenal secara luas, Amicus curiae. Istilah Latin ini dapat diterjemahkan sebagai "teman pengadilan," dan peran mereka sering kali memiliki dampak yang signifikan dalam proses pengadilan.
Apa Itu Amicus Curiae?
Amicus curiae adalah pihak ketiga yang tidak terlibat secara langsung dalam kasus hukum yang sedang dipertimbangkan oleh pengadilan. Mereka bukan penggugat atau tergugat. Namun, mereka memiliki kepentingan dalam isu-isu hukum yang dibahas dalam kasus tersebut. Amicus curiae dapat berupa individu, kelompok masyarakat, organisasi nirlaba, atau bahkan pemerintah.
Istilah yang mungkin terasa asing tersebut, kini mencuat ketika Megawati mengajukan diri berperan sebagai amicus curiae, "orang ketiga" pada kasus sengketa Pilpres 2024. Megawati beralasan, bahwa dirinya merasa gelisah menyaksikan terhadap apa yang dialaminya pada Pilpres 2024. Menurut tokoh partai pemenang Pemilu 2024 tersebut, menilai pilpres penuh dengan "drama tuna moral" dan pelanggaran terhadap persoalan yuridis, terutama masalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres berdasarkan Putusan MK No. 90 Tahun 2023. (Detik.Com, 18-4-2024)
Selain itu, Megawati merasa prihatin dengan praktik pat gulipat politik yang dijalankan di negeri ini, sekadar untuk meloloskan putra penguasa menjadi orang nomor dua atau wapres. Oleh karena itu, Megawati mempertanyakan kemandirian MK dan menyatakan dirinya dapat memberikan masukan, meskipun bukan termasuk saksi ahli.
https://narasipost.com/opini/04/2023/pengelolaan-aset-negara/
Dari sinilah kemudian mencuat apa yang dinamakan Amicus curiae, yaitu masukan dari individu ataupun organisasi yang bukan bertindak sebagai pihak dalam perkara, namun menaruh perhatian atau lebih berkepentingan terhadap suatu kasus. Semisal pada kasus sengketa pilpres, maka Amicus curiae dapat berasal dari pengamat sosial politik ataupun akademisi. Nah, permasalahannya posisi Megawati saat ini adalah bagian dari parpol yang bersengketa sehingga tidak dapat dijadikan sebagai orang ketiga di dalam pengadilan.
Karena keberadaan Amicus curiae dalam sistem peradilan di negeri ini dapat berfungsi sebagai hal berikut ini:
Pertama, memberikan informasi hukum. Amicus curiae memiliki keahlian dalam bidang hukum tertentu dan dapat memberikan informasi tambahan kepada pengadilan yang mungkin tidak dipertimbangkan oleh pihak yang terlibat langsung dalam kasus tersebut. Hal ini membantu pengadilan untuk membuat keputusan yang lebih baik dan lebih informasi.
Kedua, menghadirkan perspektif tambahan. Amicus curiae sering kali membawa perspektif yang berbeda atau unik terhadap isu-isu hukum yang sedang dibahas. Mereka dapat mewakili kepentingan masyarakat luas atau kelompok-kelompok yang tidak memiliki suara dalam proses hukum. Megawati secara personal dan emosional masih terikat dengan salah satu partai penggugat yang sedang memperkarakan sengketa Pilpres 2024.
Ketiga, mendukung kedaulatan hukum: Keterlibatan Amicus curiae dalam proses hukum memperkuat prinsip kedaulatan hukum. Dengan memberikan pendapat atau informasi tambahan, mereka membantu memastikan bahwa keputusan pengadilan didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang isu-isu hukum yang bersangkutan.
Keempat, mengisi kekosongan atau kelambatan: Terkadang, kasus-kasus hukum dapat melibatkan isu-isu yang sangat kompleks atau baru. Dalam situasi seperti itu, Amicus curiae dapat membantu mengisi kekosongan pengetahuan atau mengatasi kelambatan dalam proses hukum dengan memberikan informasi tambahan atau pandangan hukum yang lebih luas.
Keterlibatan Amicus curiae di antaranya, semisal dalam kasus-kasus yang menyangkut hak asasi manusia atau isu-isu sosial yang sensitif, banyak organisasi nirlaba atau kelompok advokasi yang bertindak sebagai Amicus curiae untuk membantu memastikan bahwa suara kelompok yang rentan didengar dalam pengadilan.
Kemudian bisa juga terjadi pada kasus-kasus yang berkaitan dengan privasi dan keamanan data sering kali melibatkan keterlibatan Amicus curiae dari perusahaan teknologi, organisasi hak sipil, atau akademisi yang memiliki pengetahuan khusus dalam bidang tersebut.
Bisa juga pada kasus-kasus yang melibatkan isu-isu lingkungan. Amicus curiae sering kali berasal dari organisasi lingkungan, ilmuwan, atau pakar lingkungan lainnya yang dapat memberikan wawasan tentang dampak lingkungan dari keputusan hukum yang mungkin diambil.
Dengan demikian, kehadiran Amicus curiae memainkan peran penting dalam sistem hukum dengan memberikan informasi tambahan, perspektif yang beragam, dan dukungan untuk prinsip kedaulatan hukum. Keterlibatan mereka membantu memastikan bahwa keputusan pengadilan didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang isu-isu hukum yang bersangkutan, serta memperkuat keadilan dan keberlanjutan dalam sistem hukum.
Megawati ketika hadir pada kasus sengketa Pilpres 2024 sebagai Amicus curiae dapat memunculkan beberapa pesepsi tertentu yang dapat memengaruhi independensi pengadilan. Hal ini bisa disebabkan karena keterlibatan parpol dalam persengketaan hukum dapat mencerminkan kepentingan politis yang kuat. Dalam kasus ini, jika parpol tertentu menjadi Amicus curiae, dapat dipandang bahwa mereka mencoba memengaruhi hasil persengketaan untuk kepentingan politik mereka.
Pengadilan harus mempertimbangkan relevansi keterlibatan parpol sebagai Amicus curiae dalam kasus tersebut. Jika keterlibatan tersebut tidak berkaitan langsung dengan isu-isu hukum yang sedang dibahas dalam persengketaan, pengadilan dapat mempertimbangkan untuk menolak pendapat atau informasi yang disampaikan oleh parpol tersebut.
Penting bagi pengadilan untuk memastikan transparansi dan integritas dalam proses hukum. Keterlibatan seseorang yang identik dengan parpol tertentu sebagai Amicus curiae harus dilakukan dengan mematuhi prinsip-prinsip etika yang berlaku, termasuk pengungkapan potensial konflik kepentingan atau upaya memengaruhi hasil persengketaan.
Dalam hal ini, harusnya pengadilan memiliki kebijakan tersendiri dalam menerima atau menolak keterlibatan Amicus curiae dalam kasus tertentu. Mereka dapat mempertimbangkan relevansi, keahlian, atau kepentingan yang terlibat sebelum memutuskan apakah pendapat atau informasi dari parpol sebagai Amicus curiae akan diterima.
Dalam konteks persengketaan hukum yang melibatkan parpol, penting untuk memastikan bahwa keputusan pengadilan didasarkan pada hukum dan bukan pada pertimbangan politis. Keterlibatan Amicus curiae, termasuk parpol, harus dipertimbangkan dengan hati-hati untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan transparan. Tetapi, sebagaimana diketahui dalam sistem peradilan sekuler keadilan hanyalah milik mereka yang berkuasa atau para pemilik modal, independensi pengadilan dalam hal ini hanyalah ilusi.
Sistem Peradilan Islam
Berbeda halnya dengan sistem peradilan di dalam Islam. Sebagaimana diketahui Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur juga tentang sistem peradilan. Sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Taqiyuddin An Nabhani di dalam kitab Nizam Al Hukmi fii Al Islam, disebutkan bahwa fungsi pengadilan (al-Qadha) adalah lembaga yang bertugas untuk menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat.
Dikatakan pada kitab tersebut, bahwa lembaga pengadilan bertugas menyelesaikan sengketa yang terjadi antara sesama anggota masyarakat, mencegah hal-hal yang dapat merugikan hak jemaah, atau mengatasi sengketa yang terjadi antara warga masyarakat dengan aparat pemerintahan, baik khalifah, pejabat atau pegawai negeri yang lain. Dasar hukumnya adalah firman Allah Swt.:
"Dan hendaknya engkau hukumi (perkara yang terjadi) di antara mereka dengan dasar apa yang telah diturunkan oleh Allah." (QS. Al-Ma'idah [5]: 49)
Indepedensi hakim (qadi) selaku pemutus perkara akan terjaga karena hukum yang dijadikan rujukannya adalah hukum syarak, yaitu syariat Islam yang berasal dari wahyu Allah Swt. yang sudah pasti akan memberikan maslahat dan rasa keadilan untuk semua.
Bukan itu saja, hakim yang sedang menangani suatu perkara benar-benar dilindungi oleh negara karena penguasa tidak bisa memindah tugaskannya karena takut kepentingannya terganggu. Setiap kasus yang masuk dalam sidang pengadilan harus diselesaikan secara tuntas dan tidak boleh berlarut-larut. Hal ini menjadikan sistem peradilan di dalam Islam benar-benar bersih dan tuntas tanpa campur tangan orang ketiga, apalagi intervensi penguasa.
Wallahu'alam bish shawwab. []
Kemarin malam itu sudah ada puluhan orang mengajukan diri menjadi Amicus curiae.
Sistem hukum dalam negara sekuler memang bermasalah. Meski ada Amicus curae, teta tidak ada jaminan adanya independensi dalam pengambilan keputusan.
Keren, Ustaz.
Sangat membuka wawasan tentang dunia hukum dan peradilan di Indonesia.
Another level ini sih.
Amicus curiae.✍
Another level....hartosna kumaha teh? Hehe
Tulisan ini makin membuka cakrawala dunia perpolitikan saat ini. Jazakallah khoiron
Haduhh makin kacau balaau ajaa hukum di negeri kayangan
Tulisan keren banget. Berarti keberadaan Amicus curiae seharusnya adalah pihak yang netral dan memahami betul permasalahan hukum yang mau diselesaikan ya
Ya bener
MaasyaaAllah jadi tambah pengetahuan lagi tentang lika liku pengadilan dalam sistem sekuler yang terus terang sangat memusingkan. Bagaimana mungkin Megawati menawarkan diri sebagai pihak ke tiga dalam polemik hasil pemilu sementara ia sendiri menjadi bagian dari sumber kerumitan itu sendiri. Drama yang sangat menyesakkan dada.