Nasib Ojol Terombang-ambing, ke Mana Pemerintah Berpihak?

"Ironisnya, pemerintah justru semakin membebaskan tindakan para kapitalis ini dengan disahkannya UU Cipta Kerja. Maka wajar, bila dalam sistem kapitalisme ini, ojol menjadi sapi perah pengusaha kapitalis."

Oleh. Sofia Hamdani
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Dakwah)

NarasiPost.Com-Sejak beberapa tahun lalu, penghasilan driver ojek online (ojol) mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan lantaran besarnya jumlah potongan komisi yang dilakukan oleh aplikator, seperti Grab dan Gojek. (cnbcindonesia.com, 1/4/23)

Berdasarkan penjelasan Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia, Igun Wicaksono, pada tahun-tahun pertama kehadiran ojol, pengemudi ojol mampu mengantongi Rp5 juta hingga Rp10 juta. Namun, kondisi tersebut justru berbanding terbalik sejak beberapa tahun terakhir. Ia mengatakan, penurunan pendapatan driver ojol bisa mencapai 50 persen atau bahkan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). (cnbc indonesia.com, 1/4/23)

Meskipun pada akhir tahun lalu tarif ojol sendiri telah resmi dinaikkan, berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022, namun mitra driver tak merasakan 'cipratan' penambahan pendapatan dari kenaikan tarif tersebut (cnbcindonesia.com, 2/4/23). Bahkan pemotongan upah masih terjadi. Kondisi demikian membuat sebagian besar driver memutuskan untuk beralih profesi, salah satunya adalah menjadi pegawai kantoran atau wirausaha. (cnbcindonesia.com, 1/4/2023)

Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, juga turut buka suara terkait hal ini. Lily berujar penghasilan pengemudi ojol hingga saat ini tak kunjung membaik. Lantaran regulasi batas maksimal biasa komisi tersebut kembali menjadi 20 persen. (Tempo.co,1/4/23)

Seperti diketahui sebelumnya Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 667 Tahun 2022 telah menurunkan potongan komisi atau biaya sewa penggunaan aplikasi menjadi 15 persen yang sebelumnya 20 persen. Namun, Lily mengatakan aturan tersebut diubah kembali melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 1001 Tahun 2022 hanya dalam waktu 2 bulan kemudian. (Tempo.co, 1/4/23)

Fenomena menurunnya komisi penghasilan driver ojol ini menjadi bukti kurang pedulinya negara terhadap kesejahteraan rakyat. Bagaimana tidak, keputusan-keputusan yang ditetapkan sering kali tidak berpihak pada rakyat, dalam hal ini nasib driver ojol tadi. Jangankan setelah regulasi tersebut diubah, bahkan sebelum diubah pun nasib ojol tak kunjung menjadi lebih baik. Perubahan aturan tersebut bahkan tampak cenderung mengikuti kemauan aplikator ketimbang menyejahterakan driver ojol.

Kondisi demikian tentu tidak lepas dari akibat diterapkannya sistem kapitalisme. Sebuah sistem yang memandang segala sesuatu berdasarkan asas manfaat, untung dan rugi, serta sarat akan kepentingan pemilik modal (investor maupun korporasi). Dalam sistem ini, negara cenderung memosisikan diri sebagai regulator yang mana membuka peluang besar bagi para investor untuk berinvestasi.

Memang, harapannya dengan memberi peluang tersebut akan memperluas lapangan kerja. Sayangnya, dalam hal ini negara membebaskan pihak swasta menguasai berbagai aspek-aspek strategis kehidupan masyarakat seperti transportasi, layanan pendidikan, dan kesehatan. Padahal, motivasi pihak swasta dalam berbisnis, bukan dalam rangka memberi pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat, melainkan untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Bukankah hal ini sama saja negara berlepas tangan terhadap urusan rakyat?

Hubungan kerja yang dilandaskan pada sistem kapitalisme sering kali merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak lain. Bukan hanya rakyat yang mengalami kesulitan dalam hal pelayanan transportasi, bahkan pekerja dalam perusahaan tersebut juga kerap kali dirugikan. Demi mendapatkan keuntungan yang besar, perusahaan tak segan memotong gaji karyawan, menambah jam kerja di atas normal, bahkan melakukan PHK sepihak. Ironisnya, pemerintah justru semakin membebaskan tindakan para kapitalis ini dengan disahkannya UU Cipta Kerja. Maka wajar bila dalam sistem kapitalisme ini, ojol menjadi sapi perah pengusaha kapitalis.

Hal ini tentu berbeda dalam sistem Islam yang menerapkan aturan Islam secara sempurna. Dalam Islam negara bertanggung jawab dalam menyediakan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat, yang tentunya berbeda dengan penyediaan lapangan kerja dalam sistem kapitalisme. Hal ini dipastikan oleh penerapan sistem ekonominya yang khas dengan bentuk kepemilikan yang diatur di dalamnya. Selain itu, adab antara majikan dan pekerja tentu juga diatur.

Dalam sebuah badan usaha misalnya, Islam memiliki aturan yang saling menguntungkan antara pengusaha dan pekerjanya serta melarang sikap saling menzalimi. Dalam hal ini, negara menjamin perusahaan atau industri harus mengikuti ketentuan Islam. Misalnya, perjanjian ketenagakerjaan yang jelas, yaitu mencakup hak dan kewajiban pekerja, pembayaran sesuai pekerjaan yang dilakukan secara wajar, pemberian upah sebelum kering keringatnya, dan rida antara majikan dan pekerja. Sehingga tidak menimbulkan kezaliman di antara keduanya.

Di sisi lain, sebenarnya penyediaan transportasi umum adalah kewajiban negara. Negara dapat mengambil dari sumber baitulmal terutama pos hasil pengelolaan sumber daya alam yang merupakan harta milik umum, juga harta kharaj, jizyah, fai, dan lainnya. Oleh karena itu, haram bagi negara apabila menggunakan skema pembiayaan ala kapitalis.

Sebab jika demikian, sama halnya negara telah menjadikan pelayanan terhadap rakyat sebagai bisnis. Dengan demikian, profesi ojol memungkinkan tidak akan kita temui dalam negara yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh. Sebab transportasi dalam jumlah yang memadai, aman, nyaman, berkualitas, harga terjangkau, bahkan gratis akan mudah ditemukan.

Negara dalam Islam memiliki peran besar dalam menjaga keharmonisan antara pengusaha dan pekerja, juga menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat. Pemerintah tidak boleh berlepas tangan terhadap urusan umat. Sebab, sejatinya dalam Islam pemimpin adalah pelayan umat bukan sebaliknya.

Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis Rasulullah saw.,

فَالأَمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

"Pemimpin manusia adalah pengurus mereka dan dia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya." (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ahmad)[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Sofia Hamdani Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Ramadan Istimewa bagi Kaum Hawa
Next
Palestina: Antara Nyawa dan Sepak Bola
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram