”Prinsip kebebasan dalam ekonomi kapitalis membenarkan siapa saja bebas berusaha tak terkecuali para wisatawan asing.”
Oleh. Hadi Kartini
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Memajukan pariwisata Indonesia saat ini memang menjadi prioritas negara. Berbagai upaya dilakukan pemerintah menarik wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia. Mempromosikan tempat wisata baru maupun tempat wisata lama, membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang pengembangan daerah wisata. Ini dilakukan pemerintah supaya wisatawan asing bisa tertarik dan nyaman untuk menghabiskan waktu libur mereka di Indonesia.
Pemerintah Indonesia berharap pendapatan negara akan bertambah dari sektor pariwisata. Alam Indonesia dianugerahi Allah subhanahu wa ta'ala dengan keindahan yang luar biasa, mulai dari Sabang hingga Merauke. Tidak hanya memiliki keindahan alam yang luar biasa tetapi tanah Indonesia juga dianugerahi dengan kekayaan alam yang melimpah. Tanahnya subur dan suhu yang bersahabat sehingga nyaman untuk dijadikan tempat istirahat.
Peluang ini dimanfaatkan pemerintah Indonesia untuk menarik minat wisatawan asing. Pemerintah memberikan kemudahan kepada warga negara asing (WNA) untuk berkunjung ke Indonesia. Banyak pengelola pariwisata yang menawarkan paket-paket liburan demi menarik minat para wisatawan, baik wisatawan domestik maupun wisatawan asing. Kemudahan diberikan pemerintah Indonesia kepada WNA untuk masuk ke Indonesia melalui jalur pariwisata, banyak dari wisatawan yang memanfaatkan kemudahan ini. Mereka datang tidak semata-mata berwisata, tetapi juga mempunyai niat lain. Melihat ada peluang bisnis yang menggiurkan, mereka diam-diam menjalankan usahanya. Memanfaatkan keramahtamahan orang Indonesia dan kurang cakapnya orang Indonesia dalam berbahasa asing.
Seperti yang terjadi di Pulau Bali, banyak para wisatawan yang bekerja ilegal. Ini sesuai dengan pernyataan Dirjen Kemenkumham. Dikutip dari Kompas.com, tanggal 06/03/23, Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Silmy Karim menyatakan, jajarannya akan menggelar operasi menindak pelanggaran wisatawan asing di Bali. Diketahui, tidak sedikit turis asing di Bali berbuat ulah, mulai dari bekerja sebagai fotografer dan menjual sayur hingga melakukan perbuatan kriminal. Silmy mengatakan, beberapa turis asing telah dideportasi sejak minggu lalu.
Banyak wisatawan melakukan pelanggaran. Bekerja secara ilegal, pelanggaran kriminal seperti mencuri dan pelanggaran lainnya. Ulah para wisatawan ini sangat mengganggu warga setempat. Mereka berebut lahan mata pencaharian dengan warga lokal. Seperti diungkapkan salah seorang warga Bali yang bernama Ketut Dewa. Ketut Dewa menyatakan, para pengusaha rental sepeda motor di Bali saat ini pusing tujuh keliling. Pasalnya, mereka merasa pendapatannya menurun setelah melihat banyaknya WNA yang belakangan berbisnis rental sepeda motor. Ia menilai para WNA bisa dengan mudah mengambil pelanggan rental sepeda motor milik orang asli Bali karena akses sama WNA yang lebih mudah. Tak hanya itu harganya pun di bawah rata-rata. Sejumlah pengusaha rental sepeda motor asli Bali menduga para WNA tersebut tidak dikenai pajak karena hanya menggunakan visa liburan selama di Bali. Itu artinya, bisnis mereka ilegal. (Tirto.id, 9/3/23)
Berbagai pelanggaran yang dilakukan WNA tidak terlepas dari peran pemerintah dalam pengaturan WNA yang berdomisili di Indonesia maupun WNA yang berlibur. Kurang ketatnya pengawasan pemerintah terhadap WNA, sehingga mereka berani berbuat semaunya dan merugikan orang lain. Dalam hal bekerja ilegal, menurut salah satu WNA mereka membayar uang keamanan kepada pihak yang berwenang. Bahkan, ada WNA yang sudah mempunyai KTP WNI. Sebut saja Ivan (40 tahun) bukan nama sebenarnya asal Moskow, Rusia, tinggal di Bali sejak satu tahun lalu. Ivan bekerja sebagai pelatih selancar khusus untuk turis asal Rusia. Alasannya, pelatih asal Indonesia tidak cukup cakap berbicara bahasa Rusia. Ivan juga mengaku aman bekerja secara ilegal sebagai pelatih selancar di Bali dalam satu tahun terakhir karena harus menyetor ke petugas pemerintah. (Denpasarkompas.com, 11/3/23)
Banyaknya wisatawan yang bekerja secara ilegal, masyarakat khawatir lahan mata pencaharian mereka diambil oleh wisatawan asing. Pendapatan berkurang dan usaha mereka bisa gulung tikar. Mereka bisa jadi pengangguran, kalau keadaan ini terus berlangsung.
Masalah ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah Indonesia. Jangan hanya memikirkan keuntungan yang didapat dari sektor pariwisata. Tetapi, harus memikirkan apa dampak dari kemajuan wisata tersebut bagi warga setempat. Apa gunanya untung besar tetapi warga sendiri terancam. Apabila sistem ekonomi kapitalisme masih diterapkan di negara ini maka masalah wisatawan asing akan sulit diatasi. Sistem ekonomi kapitalis hanya bersandar pada untung dan rugi. Selama keuntungan masih bisa diperoleh dari sektor pariwisata, pemerintah akan mencari cara untuk meminimalisasi gesekan antara warga setempat dan para wisatawan asing. Walaupun kebijakan itu menzalimi warga sendiri.
Prinsip kebebasan dalam ekonomi kapitalis membenarkan siapa saja bebas berusaha tak terkecuali para wisatawan asing. Niat awal untuk berlibur, tetapi melihat adanya peluang bisnis maka sah-sah saja menjalankan bisnis walaupun melanggar peraturan. Asalkan ada modal dan ada oknum yang bisa memuluskan bisnis tersebut, peraturan bisa dikompromikan.
Menjamin keamanan dan kesejahteraan rakyat adalah tugas sebuah negara. Termasuk di dalamnya menjamin ketersediaan lapangan kerja. Sehingga, tidak ada rasa khawatir warga negara untuk tidak dapat memenuhi semua kebutuhan keluarga. Ini terbukti dalam sejarah kegemilangan peradaban Islam pada masa lampau. Negara Islam (Khilafah) berhasil menyejahterakan rakyatnya selama lebih dari 13 abad. Dan masalah wisatawan asing ini, negara bisa meniru langkah-langkah yang dilakukan Khilafah.
Dalam Khilafah pariwisata bukanlah termasuk sumber pendapatan negara utama. Tetapi sebagai sarana dakwah dan propaganda. Pariwisata digunakan sebagai sarana dakwah melalui keindahannya. Keindahan alam yang ada di darat maupun laut. Dari keindahan alam manusia bisa merasa takjub dan menyadari begitu besarnya kekuasaan Allah Swt., sehingga menumbuhkan keimanan setiap manusia yang belum beriman atau orang kafir. Bagi manusia yang sudah beriman bisa menambahkan kekokohan keimanan dalam dirinya sendiri. Pariwisata sebagai propaganda, wisatawan bisa melihat peninggalan-peninggalan sejarah pada masa kegemilangan Islam.
Konsep pariwisata dalam Khilafah akan memprioritaskan keamanan dan kenyamanan setiap warganya dan menjaga akidah umat Islam. Khilafah tidak mengambil pendapatan negara dari sektor pariwisata. Pendapatan negara berasal dari harta kepemilikan umum dan harta kepemilikan negara. Serta menindak orang-orang yang melakukan tindakan pelanggaran hukum. Melakukan kecurangan dalam mendapatkan penghasilan haram dari pengelolaan objek wisata. Islam memberikan sanksi yang berat kepada oknum yang menerima suap dan komisi untuk memperlancar bisnis apa pun. Sanksi diberikan oleh hakim, tergantung berat ringannya pelanggaran yang dilakukan. Sanksi paling ringan bisa berupa nasihat dan teguran, dipenjara, didenda, mengumumkan pelaku di depan publik, dicambuk, bahkan yang paling berat adalah hukuman mati.
Untuk wisatawan asing, Khilafah mempunyai aturan tersendiri. Apabila dia adalah kafir mu'ahad, mereka boleh memasuki wilayah Khilafah menggunakan visa dengan tujuan belajar, diplomatik dan berbagai tujuan yang telah disepakati oleh daulah, termasuk tujuan untuk bekerja. Khilafah mempunyai aturan tentang jenis pekerjaan yang diperbolehkan bagi muslim dan nonmuslim. Akan tetapi jika itu kafir harbi, maka tidak ada kesempatan bisa masuk ke dalam wilayah Khilafah. Hubungan yang terjadi antara Khilafah dan kafir harbi adalah hubungan perang. Tidak ada hubungan damai, diplomatik, maupun hubungan persahabatan. Begitulah seharusnya aturan-aturan yang diterapkan sebuah negara. Sehingga, masyarakat bisa hidup aman dan sejahtera. Wallahu a'lam bishawab.[]