"Fungsi pariwisata dalam Islam, yakni sebagai sarana dakwah dalam mengokohkan keimanan umat. Objek wisata akan dibangun dan didesain untuk membuat manusia tunduk dan takjub ketika melihat keindahan alam juga kekhasan budayanya. Maka jelas, tujuannya bukan untuk mencari keuntungan."
Oleh. Suryani
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Akhir-akhir ini, pemerintah sedang gencar-gencarnya membangun daerah pariwisata dengan melirik desa-desa yang berpotensi menjadi destinasi bagi wisatawan, terutama keindahan alamnya juga kekhasan daerahnya. Daerah Majalaya yang berada di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, memenuhi kriteria sebagai destinasi wisata dengan ciri khasnya, yakni sarung.
Direktur Even Nasional dan Internasional Kemenparekraf, Dessy Ruhati, mengatakan warga yang memproduksi sarung di Majalaya sudah dilakukan turun temurun sejak abad ke-17. Menurut beliau, budaya sarung ini telah menjadi bagian kehidupan masyarakatnya. (Antaranews.com, 15/03/2023)
Indonesia dikenal dengan beragam budaya dan ciri khasnya. Hal itu menjadi potensi yang besar untuk mengembangkan destinasi pariwisata. Ketika dikelola dengan benar, tentu akan menjadi daya tarik bagi para wisatawan. Sehingga, berdampak positif pada kesejahteraan warga lokal di daerah tersebut, juga seluruh masyarakat pada umumnya.
Di samping itu, keindahan alamnya akan senantiasa terjaga.
Keberadaan desa yang berperan dan berkontribusi besar dalam pembangunan nasional terutama penyuplai pangan dan tenaga kerja, kini dikembangkan pula untuk pariwisata nasional. Sehingga, beberapa tahun terakhir tersebar ribuan desa yang ada di beberapa provinsi di Indonesia menjadi target desa wisata. Tujuannya, di samping meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar melalui pembangunan usaha produksi sesuai potensi dari sumber daya lokal, juga dapat menambah pendapatan daerah (APBD).
Namun, menargetkan desa wisata menjadi destinasi bagi para wisatawan termasuk Majalaya yang dikenal produksi sarungnya, akan memberikan peluang bagi para investor kapitalis menguasai produk tersebut. Apalagi jika secara ekonomi sangat menggiurkan. Pemerintah pun harusnya mendorong masyarakat memajukan produksinya melalui bantuan permodalan, bahan baku, dan pendistribusian di dalam negeri maupun luar negeri. Sehingga, negara bisa membangun perekonomian dalam negeri dengan hasil industri yang cukup membanggakan sekaligus menyejahterakan.
Sayangnya, sejak pintu investor asing dibuka seluas-luasnya oleh pemerintah, kemajuan ekonomi negeri ini berada di tangan pengusaha bermodal besar. Apalagi, setelah hadirnya program SDGs yang terus digalakkan di seluruh negara, termasuk di Indonesia.
SDGs yang merupakan agenda pembangunan dunia berkelanjutan dengan tujuan untuk menyejahterakan manusia secara global tidak akan pernah terwujud, terlebih di sektor desa wisata. Karena faktanya, banyak proyek desa wisata yang hasilnya tidak sesuai harapan akibat dari perencanaan yang tidak jelas, eksekusi proyek yang dijalankan kurang profesional, juga minimnya skill dalam pengembangan kepariwisataan.
Akibatnya, banyak desa wisata yang tidak terurus dan terbengkalai, yang pada akhirnya kurang bermanfaat bagi masyarakat lokal maupun umum, apalagi menjadi sumber pendapatan negara. Tentu, hal itu hanya memboroskan dana yang bersumber dari APBN dan APBD, yang selama ini diperoleh dari keringat masyarakat melalui kebijakan pajak dan sejumlah pungutan mencekik lainnya.
Pemasukan pendapatan negara saat ini memang diambil dari pajak dan sektor pariwisata. Padahal, banyak sumber pendapatan yang harusnya dikelola oleh negara. Seperti pengelolaan alam di darat dan lautan berupa bahan tambang, batu bara, nikel, tembaga, dan sumber-sumber energi.
Sistem kapitalisme yang diterapkan negeri ini malah menyerahkan sumber pendapatan negara yang besar, yakni SDA kepada swasta bahkan asing. Sehingga kekayaan negeri yang melimpah ruah tidak bisa dinikmati oleh masyarakat. Padahal, sejatinya itu milik umum yang hasilnya harus dinikmati seluruh warga negara.
Pengelolaan SDA oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu rakyat hanya bisa dilakukan ketika Islam yang menjadi landasan negara diterapkan dalam semua aspek kehidupan. Negara tidak akan membiarkan aset publik atau industri dalam negeri dikuasai sekelompok orang dengan maksud merusak pasar, memonopoli, atau menjegal usaha seseorang, demi kerakusan pribadi sebagaimana pengusaha kapitalis saat ini. Sebab, kepemilikan harta dalam Islam telah jelas peruntukkan serta pengelolaannya. Hal itu sesuai dengan sabda Nabi saw.,
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Karena itu, penguasa tidak akan menjadikan pajak atau sektor pariwisata sebagai sumber pemasukan negara. SDA yang melimpah di negeri ini sudah lebih dari cukup untuk membiayai kepentingan rakyat, baik itu fasilitas umum atau pun kebutuhan individu. Sehingga, sektor pariwisata tidak akan dikomersialkan, namun dikembalikan kepada fungsinya.
Fungsi pariwisata dalam Islam, yakni sebagai sarana dakwah dalam mengokohkan keimanan umat. Objek wisata akan dibangun dan didesain untuk membuat manusia tunduk dan takjub ketika melihat keindahan alam juga kekhasan budayanya. Maka jelas, tujuannya bukan untuk mencari keuntungan.
Membangun kesejahteraan manusia membutuhkan sistem sahih, yakni Islam yang diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Karena dalam sejarah keemasannya, Islam terbukti mampu menghantarkan peradaban juga manusianya kepada kemuliaan.
Masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz misalnya. Dengan riayah yang luar biasa pada masanya, tak ada satu orang pun yang bersedia menerima zakat, termasuk tawaran biaya menikah untuk para pemuda yang hendak menikah. Tetapi, semuanya mampu memenuhinya sendiri. Kondisi ini tentu dikarenakan keuangan negara sangat melimpah, kesejahteraan merata, aset pengelolaan SDA terus bertumbuh, dan keamanan terjaga.
Maka, tak ada pilihan lain bagi umat selain memperjuangkan kembali tegaknya Islam di muka bumi ini, demi terwujudnya kesejahteraan yang hakiki. Bukan hanya itu, semua permasalahan kehidupan yang kini melanda kehidupan umat manusia, hanya bisa tuntas jika dikembalikan penyelesaiannya kepada Islam. Hal tersebut merupakan janji Allah yang tertera dalam kitab-Nya Al-Qur'an surah Al-Araf ayat 96 yang berbunyi:
"Jika sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi."
Wallahu a'lam bish shawab.[]