Berharap Tidak Ada Kriminalitas di Bulan Ramadan

"Inilah yang terjadi ketika aturan yang dipakai adalah hasil dari pemikiran manusia. Harapan terwujudnya keamanan, ketertiban, dan kedamaian itu tentu akan sulit diwujudkan."

Oleh. Umi Lia
(Kontributor NarasiPost.Com dan Member Akademi Menulis Kreatif)

NarasiPost.Com-Sudah menjadi rahasia umum, bahwa kesempitan hidup mampu memicu tindak kriminalitas. Apalagi ketika menjelang Ramadan dan Lebaran, momen saat harga kebutuhan pokok mencekik rakyat. Keadaan ini terus terulang setiap tahunnya. Sebuah kebiasaan yang seolah menuntut dimaklumi dan diterima.

Berbagai kasus kriminalitas marak terjadi di sekitar kita akhir-akhir ini. Seperti yang terjadi di Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung, polisi menangkap pencuri yang disertai pembunuhan terhadap korban. Selain itu, Polresta setempat juga menangkap 36 tersangka curanmor (pencurian kendaraan bermotor) dalam sepuluh hari pelaksanaan Operasi Jaran Lodaya 2023, yang diadakan sejak 22 Februari-3 Maret 2023.

Polisi juga mengamankan 35 unit kendaraan roda dua dan tiga unit kendaraan roda empat. Mereka beraksi menggunakan kunci letter T dan mengincar kendaraan yang terparkir di tempat umum. (kumparannews.com, 10/3/2023)

Fakta ini baru terjadi di Kabupaten Bandung. Bagaimana jika seluruh Indonesia? Terbayang, berapa besar kerugian yang ditimbulkan oleh tindak kriminal curanmor saja. Belum dari kasus pencurian, penjambretan, dan lain-lain.

Di tahun 2022, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencatat ada 276.507 kasus kriminalitas. Jumlah ini meningkat 7,3% dari tahun 2021 yang terjadi 257.743 kasus. Diperkirakan ada satu tindak kriminal terjadi setiap dua menitnya. Dari jumlah tersebut, pencurian dengan pemberatan dan curanmor berada di urutan kedua dan ketiga setelah narkoba.

Kriminalitas adalah tindakan yang umumnya merugikan secara ekonomi, fisik, dan psikologis, melanggar hukum yang berlaku dalam negara, serta norma-norma sosial hingga agama. Wajar, jika keberadaannya sangat dibenci oleh segenap warga masyarakat.

Namun alih-alih berkurang, kriminalitas justru semakin marak. Hal ini semakin mempertegas bahwa ada pemicu yang memaksa orang untuk melakukannya. Hal inilah kiranya yang harus dicari jalan keluarnya.

Menurut Kriminolog dari Universitas Indonesia, Maria Zuraida, terkait adanya peningkatan angka kriminalitas menjelang Ramadan dan selama Ramadan, hal ini terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya adalah melambungnya harga kebutuhan bahan-bahan pokok di pasaran. Sebagai hal yang diperlukan untuk bisa bertahan hidup, tentu jika tidak terpenuhi akan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Bahkan, bisa sampai gelap mata dan melakukan tindak kriminal.

Walaupun polisi disiagakan untuk menjaga kamtibmas, operasi-operasi dijalankan seperti Operasi Jaran Lodaya, nyatanya hanya dapat menangkap pelaku kriminal tanpa mampu menghilangkan pemicu terjadinya kriminalitas. Terlebih, jika jumlah penegak hukumnya tidak sebanding dengan jumlah penduduk. Penjahat selalu punya cara untuk melakukan aksinya selama apa yang dituntutnya tidak terpenuhi.

Inilah yang terjadi ketika aturan yang dipakai adalah hasil dari pemikiran manusia. Harapan terwujudnya keamanan, ketertiban, dan kedamaian itu tentu akan sulit diwujudkan. Sebagaimana yang terjadi di sistem sekuler demokrasi kapitalis saat ini. Di mana perbedaan antara si kaya dan si miskin begitu kentara. Sementara pengurusan terhadap urusan rakyat terabaikan. Karena penguasa lebih mengutamakan kepentingan para pemilik modal dibanding kebutuhan masyarakat.

Mungkin ada sebagian orang yang berpendapat bahwa sebagus apa pun sistem kehidupan, tidak mungkin bisa mewujudkan keadaan nol persen kriminalitas. Karena manusia pada dasarnya memiliki hawa nafsu dalam dirinya. Mereka memiliki kecenderungan untuk berbuat baik dan buruk. Keduanya adalah pilihan, dan seharusnya aturan dibuat untuk meminimalisasi potensi keburukan.

Dan Islam mampu mewujudkan hal itu, baik pada tatanan individu, masyarakat, dan negara. Hal ini sudah dibuktikan dalam sejarah peradaban emas di masa lalu. Di masa kepemimpinan Utsmani tercatat hanya terjadi 200 tindak kriminal. Sangat jauh berbeda dengan saat ini yang mencatat terjadinya kriminalitas per dua menit.

Untuk itu, perlu dipahami bahwa Islam tidak sekadar mengatur masalah ibadah, tetapi juga aspek lain termasuk masalah makanan, minuman, pakaian, ekonomi, politik, negara dan lain-lain. Dalam masalah kriminalitas, sistem ini mempunyai hukum yang tegas dalam mencegah kriminalitas yang marak terjadi di tengah masyarakat.

Sanksi yang ditetapkan Islam akan memberi efek jera pada pelaku kemaksiatan untuk tidak mengulang perbuatan yang sama. Sebagai contoh, seorang pencuri yang terbukti mencuri sesuai kadar yang ditentukan, akan dihukum potong tangan sampai pergelangan tangan. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Swt. "Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana". (TQS. Al-Maidah: 38)

Syariat Islam juga menegaskan bahwa pencuri yang dipotong tangannya itu, hanya dilakukan jika harta yang dicurinya mencapai minimal seperempat dinar. Satu dinar setara dengan 4,25 gram emas. Jika dikonversi dengan uang pada saat ini, yakni ketika harga emas sekitar Rp900.000 per gram, maka akan diperoleh nilai rupiahnya sebesar Rp956.250. Sehingga jika barang yang dicuri harganya kurang dari nilai itu, maka hukuman tidak diberlakukan bagi pelaku.

Efek jera ini akan terasa pada orang-orang yang menyaksikan eksekusi potong tangan tersebut dan siapa pun yang mendengar beritanya. Selain itu sanksi hukum dalam sistem Islam juga akan membebaskan pelakunya dari siksa atas dosa pencuriannya tersebut di akhirat kelak.

Dari sini terlihat betapa luar biasanya syariat Allah ketika diterapkan. Selain untuk mencegah manusia dari tindak kriminal, syariat ini sekaligus menjaga masyarakat agar tetap berada dalam kebaikan. Hal ini ditopang dengan sistem ekonomi yang mampu menjamin keadilan bagi semua pihak. Sehingga, kesejahteraan akan mudah diraih.

Sebaliknya jika dalam keadaan paceklik, hukum potong tangan tidak dilakukan. Orang yang mencuri karena kelaparan demi menyambung hidup akan dibebaskan dari sanksi hukum potong tangan. Bahkan, negara akan memberi santunan pada pelaku. Hal ini pernah terjadi di zaman Khalifah Umar bin Khattab.

Oleh karena itu, solusi untuk menghentikan terjadinya berbagai kemaksiatan termasuk masalah kriminalitas, adalah dengan penerapan sistem Islam. Selain sudah terbukti mampu menyejahterakan juga bagi umat Islam, penerapan ini menjadi bukti keimanannya kepada Allah. "Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS. Al-Maidah: 50)

Wallahu a'lam bish shawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Umi Lia Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Tersanjung
Next
Reportase Bincang Mesra “Sharing Ilmu Kepenulisan World News dan Teenager”
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram