Solusi Islam Mujarab Atasi Kasus Klitih

"Khilafah menerapkan penegakan hukum penuh keadilan. Bagi pelaku kejahatan dan kriminalitas akan mendapat sanksi yang membuat jera bagi pelakunya."

Oleh. Wening Cahyani
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pelaku klitih kian gigih
Mereka tak pernah letih
Membuat orang-orang merintih
Di tengah kondisi yang melaju canggih

Pelaku klitih makin menggila
Tiada pandang bulu sasaran korbannya
Berbuat aniaya hingga melayang nyawa
Sanksi negara tiada buat jera

Kasus klitih masih saja ramai diberitakan bahkan semakin meluas ke wilayah-wilayah di luar Yogyakarta. Klitih menjadi momok yang mengkhawatirkan pengguna jalan terutama pada malam hari. Korban-korban pun telah berjatuhan dari yang mengalami luka-luka hingga meninggal dunia. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Bagaimana Islam mengatasinya?

Akhir-akhir ini terjadi aksi klitih yang menimpa seorang pelajar pada 3 April 2022 dini hari sekitar pukul 02.10 WIB di Yogyakarta. Akibat aksi ini pelajar tersebut mengalami luka di bagian kepala dan mengantarkan pada hilangnya nyawa. Pelaku menyabetkan senjata tajam berupa gir sepeda motor ke kepala korban (Kompas.id.,12/04/2022).

Menurut catatan dari Polda DIY, kasus kejahatan jalanan meningkat. Pada tahun 2020 mencapai 52 laporan tindak kriminal ini. Kemudian pada tahun 2021 meningkat menjadi 58 kasus. Ragam kejahatan jalanan berupa pencurian, perampasan, pencopetan, tawuran, pembegalan, sampai pembacokan yang
menelan korban jiwa.

Pembacokan ini merupakan aksi klitih. Dan sepanjang tahun 2022 Jogja Police Watch (JPW) telah mencatat ada 12 kejadian. Memang, kasus klitih bagian kecil dari kejahatan jalanan. Akan tetapi, aksi ini cukup meresahkan masyarakat (iNewsYogya.id., 06/04/2022).

Kondisi ini membuat warga tidak tenang jika melakukan perjalanan di malam hari, terutama seorang diri. Tingkat kekhawatiran warga terhadap tindak kejahatan jalanan makin meningkat. Bahkan aksi klitih ini memunculkan respons dari warganet dengan meningkatkan tagar YogyaTidakAman dan tagar SriSultanYogyakartaDaruratKlitih pada platform media sosial twitter (Kompas.id., 12/04/2022).

Akibat banyak kasus klitih ini, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengatasinya. Salah satunya dengan memberikan hukuman penjara kepada pelakunya. Namun, dengan penjara maksimal tiga tahun ini kadang-kadang tidak membuat jera pelakunya. Mereka melakukan tindak kejahatan yang sama setelah keluar dari penjara.

Namun demikian, hukuman bagi pelaku kadang terhambat karena mereka masih di bawah umur. Kebijakan ini sesuai sistem peradilan anak yang mengacu pada UU No. 11 Tahun 2012. Jika pelaku klitih masih di bawah umur (12-18) tahun maka proses hukumnya ada diversi (pengalihan penyelesaian perkara anak berhadapan dengan hukum).

Upaya yang lain dari pemerintah yaitu menambah lampu-lampu di titik gelap jalan dan memasang CCTV yang face recegnition. Selain itu, pemerintah memberi fasilitas pengembangan minat dan bakat remaja dan pendampingan kepada para korban klitih untuk menghilangkan trauma pasca kejadian.

Namun, mampukah upaya negara ini menyelesaikan kasus klitih? Ternyata aksi klitih masih terjadi. Hukum tidak mampu menyentuh pelaku klitih karena masih di bawah umur. Sistem perlindungan anak di Indonesia berkiblat pada Barat di mana definisi anak berdasar usia di bawah 18 tahun.

Andaipun anak-anak (sesuai definisi UU) bisa dijerat hukum, maka hukuman penjara maksimal tiga tahun. Padahal, kejahatan yang mereka lakukan seperti menganiaya, merampas bahkan membunuh. Tentu saja hukuman ini jauh dari keadilan. Apalagi mereka hanya dibina dan dikembalikan kepada orang tuanya. Padahal, orang tua mereka sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Kadang-kadang sikap mereka kepada orang tuanya buruk dan tidak berakhlak.

Sehingga, tidak heran klitih masih terus bermunculan. Selain itu faktor pendidikan agama baik formal maupun non formal yang sangat minim. Sistem pendidikan sekarang jauh panggang dari api dalam menghasilkan peserta didik yang berakhlak mulia. Tidak ada tanggung jawab atas perbuatan mereka dan mengumbar hawa nafsu.

Pangkal Lemahnya Penegakan Sanksi Pelaku Klitih

Kasus klitih yang terus berulang menunjukkan bahwa masalah ini bukan kasuistik melainkan masalah sistemis. Kapitalisme dan liberalisme yang menjadi napas bangsa ini telah memengaruhi dalam membuat peraturan termasuk pemecahan masalah klitih.

Bersumber dari undang-undang buatan manusia mengenai sanksi bagi anak, tampak ada kelonggaran bagi pelaku klitih dan tindak kejahatan lainnya. Batas usia anak 18 tahun menjadi standar internasional. Hal ini menjadi alasan bagi anak yang sudah balig meski belum berusia 18 tahun tidak bisa dijerat hukum.

Anak-anak yang sudah balig tapi belum sampai usia 18 tahun akan semakin leluasa berbuat semaunya tanpa memikirkan imbas dari pebuatannya itu. Apakah perbuatannya merugikan orang lain atau tidak, melanggar hukum syarak atau tidak. Jelaslah pangkal kasus klitih yang terus terjadi karena penerapan sistem kapitalisme dan liberalisme. Jika ingin tuntas dalam menyelesaiannya, umat harus kembali kepada aturan Islam sebagai solusi mujarab bagi kerusakan di muka bumi ini.

Islam Mengatasi Klitih

Islam memberikan jaminan rasa aman kepada rakyatnya dengan menerapkan seluruh aturan syarak oleh sebuah institusi negara yang dinamakan Khilafah. Kejahatan jalanan (klitih) merupakan salah satu gangguan yang ada di dalam negeri. Oleh karena itu, Khilafah bertanggung jawab dengan memberi amanah kepada Departemen Dalam Negeri untuk mengamankannya.

Siapa pun pelaku klitih, akan ditindak. Ketika klitih dilakukan oleh anak yang sudah balig maka pelakunya sudah dianggap melanggar hukum syarak. Definisi anak tidak seperti yang ada dalam sistem sekuler kapitalis di mana bukan dibatasi oleh usia melainkan sudah balig atau belum.

Sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya:"Dan apabila anak-anakmu telah sampai usia balig (al hulum=mimpi), maka hendaklah mereka meminta izin seperti orang-orang sebelum mereka meminta izin." (QS An-Nuur: 59) Pendapat jumhur ulama, anak laki-laki balig usia 12-15 tahun sedangkan anak perempuan usia 9-12 tahun. Dan tanda-tanda balig anak laki-laki adalah ihtilam(mimpi basah) sedangkan anak perempuan adalah menstruasi.

Anak yang sudah balig akan terkena pembebanan hukum. Pelanggaran terhadap hukum syarak maka baginya terkena dosa. Sedangkan, pahala akan ia terima manakala melaksanakan hukum syarak. Ia harus bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya.

Pendidikan anak memang menjadi kewajiban orang tuanya. Namun, Khilafah juga mendukung terlaksanya pendidikan bagi rakyatnya dengan menerapkan sistem pendidikan Islam. Akidah Islam menjadi landasan dalam membentuk generasi bertakwa. Mereka bertanggung jawab atas apa yang dilakukan dan menjadi anak berakal (akil) ketika balig.

Khilafah juga menerapkan sistem sosial masyarakat di mana sistem ini mendukung anak tumbuh dan berkembang menjadi pribadi bertakwa. Masyarakat menerapkan budaya amar makruf nahi mungkar bukan liberal. Generasi tumbuh dalam atmosfer keimanan yang positif dan penuh produktivitas.

Khilafah menerapkan penegakan hukum penuh keadilan. Bagi pelaku kejahatan dan kriminalitas akan mendapat sanksi yang membuat jera bagi pelakunya. Jika pelakunya anak-anak yang sudah balig akan ditetapkan sanksinya tidak bisa dilimpahkan ke orang lain. Jika belum balig maka orang tuanyalah yang mendapat sanksi dan anaknya akan dibina.

Demikianlah sistem Islam sebagai sistem paripurna dan sempurna mengatasi kejahatan jalanan (klitih). Penyelesaian aksi klitih harus dilakukan secara menyeluruh sesuai aturan-Nya. Hanya dengan penerapan sistem Islamlah semua akan terwujud hingga tercipta keamanan bagi masyarakat.

Allahu a'lam[]


Photo : unsplash

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Wening Cahyani Kontributor Tetap NarasiPost.Com
Previous
Sufi Pejuang Khilafah
Next
Aspirasi Terulang Solusi Tak Kunjung Datang
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram