"Perubahan abal-abal yang terjadi tak akan pernah mampu mengubah peradaban manusia menjadi lebih baik. Maka, sebuah perubahan total yang revolusioner haruslah kembali pada aturan yang dibuat oleh Allah Swt."
Oleh. Afiyah Rasyad
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Atmosfer perpolitikan di negeri Khatulistiwa ini semakin memanas. Pasalnya, wacana tiga periode terus berembus dalam hawa pelanggengan kekuasaan seakan tak tahu jalan turun. Penundaan pemilu 2024 memercik amarah rakyat, terutama mahasiswa. Mereka menggelar aksi simbolik bertajuk "Mimbar Keresahan Rakyat."
Aksi mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) menolak penundaan pemilu 2024 hingga kenaikan harga beberapa komoditas bahan pokok. Aksi tersebut digelar pada Minggu (10/4) di kawasan Patung Kuda, Arjuna Wiwaha, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (CNNIndonesia.com, 10/4/2022).
Sebuah Perubahan Abal-Abal
Siapa yang tak gerah dengan kondisi saat ini. Dengan entengnya, punggawa negeri berpeluk singgasana yang telah nyaman dikuasainya. Wacana tiga periode ataupun penundaan pemilu kian menguat. Ditambah kondisi ekonomi yang kian membelit rakyat akibat kebijakan yang dikeluarkan tidak tepat. Kondisi inilah yang menjadikan mahasiswa tergerak untuk melakukan aksi penolakan simbolik itu. Apalagi tuntutan mereka pada 1 April lalu tak mendapat tanggapan langsung dari sang presiden. Motif lain aksi tersebut, mahasiswa menuntut Jokowi siap lengser di tahun 2024.
Mahasiswa sebagai agent of change atau agen perubahan memang harus peka dengan kondisi yang ada. Para mahasiswa itu memandang penderitaan rakyat sangatlah kompleks. Sehingga, wajar apabila mereka inginkan sebuah perubahan ke arah yang lebih baik. Lantas perubahan seperti apa?
Berdasarkan tuntutan mereka, para mahasiswa, jelas adanya tuntutan pergantian rezim yang memimpin. Penolakan atas wacana tiga periode dan penundaan pemilu 2024 menjadi poin yang mereka tuntut selain perkara kondisi rakyat yang kian sekarat. Potensi agent of change pada mahasiswa sebatas pada solusi parsial yang hendak diubah. Wajar saja itu menimpa mahasiswa yang harusnya sangat mampu mewujudkan perubahan total, bukan perubahan abal-abal. Namun sayangnya, baik mahasiswa ataupun rakyat pada umumnya terkungkung oleh seperangkat aturan, yakni ideologi kapitalisme yang meneguhkan jalan demokrasi sebagai acuan dalam pemerintahan dan politik.
Sistem kapitalisme membelenggu potensi agent of change. Sehingga mahasiswa memandang cukup dengan perubahan rezim, maka nasib rakyat akan berubah. Kalaupun mereka berhasil mewujudkan tuntutannya, belum tentu kondisi rakyat akan selamat dan sejahtera. Bercermin pada pergantian rezim di era Reformasi, alih-alih rakyat akan sejahtera, justru korporasi dan korupsi semakin merajalela. Bahkan, kebijakan para penguasa kian membuat rakyat menderita. Perubahan abal-abal yang terjadi tak akan pernah mampu mengubah peradaban manusia menjadi lebih baik.
Perubahan Total, Perubahan Revolusioner
Sebuah tatanan kehidupan yang aturannya dibuat oleh manusia akan menimbulkan sengkarut yang tak berkesudahan. Kondisi tersebut sudah dialami umat manusia saat ini. Di mana tata aturan dan kebijakan dalam kehidupan sosial dan negara diatur oleh sistem kapitalisme, undang-undang dibuat oleh manusia. Sehingga, pandangan akan sebuah perubahan bukan pada aturan atau kebijakan apa yang harus diterapkan, tapi lebih fokus pada siapa yang membuat aturan dan kebijakan.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang memandang bahwa pembuat aturan adalah Allah Swt. semata. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Yusuf ayat 40:
اِنِ الْحُكْمُ اِلَّا لِلّٰهِ ۗ
"Sesungguhnya hukum itu hanya milik Allah."
Maka, sebuah perubahan total yang revolusioner haruslah kembali pada aturan yang dibuat oleh Allah Swt. Hanya Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Segala kekecewaan dan kemarahan atas sebuah kondisi yang mendatangkan kesengsaraan, maka akar masalahnya harus diselesaikan. Sudah jelas, apa yang terjadi saat ini berakar pada sistem aturan kapitalisme yang memberi peluang pada manusia untuk membuat aturan ke mana suka.
Para mahasiswa, yakni para pemuda adalah generasi penerus peradaban sebuah bangsa. Apabila pandangannya hanya parsial pada sosok personal saja, maka perubahan abal-abal yang akan dituai. Namun, jika pemuda mampu melakukan sebuah perubahan mendasar dengan perjuangan mengembalikan kehidupan Islam, insyaallah keberkahan, ketenteraman, dan kesejahteraan hidup akan diraih. Sebagaimana sudah menjadi pemahaman umum bahwa Islam adalah agama yang benar dan sempurna. Islam bukan sekadar agama ritual, tapi juga sebuah ideologi yang memuat seperangkat aturan hidup di dunia untuk menyongsong kehidupan di keabadian.
Perubahan total ini memang memerlukan kekuatan dan perjuangan ekstra plus pertolongan dari Allah Swt. Pemahaman akan hakikat hidup dan kesadaran akan hubungan dengan Allah (idrak shillah billah) menjadi kunci sebuah kebangkitan berpikir yang akan menggiring manusia pada kebangkitan hakiki. Mahasiswa sebagai agent of change seharusnya melebarkan wawasan pemikirannya pada apa yang ada di balik sebuah peristiwa, tidak terpasung hanya pada fakta yang terindra. Proses berpikir inilah yang akan mampu membawa mahasiswa pada perubahan total nan revolusioner. Saatnya mahasiswa bangkit dengan ideologi Islam.
Wallahu a'lam.[]