"Miris, menyaksikan kondisi masyarakat saat ini. Di tengah kehidupan mengimpit dan sulitnya ekonomi menjadi pengemis adalah cara paling mudah untuk mendapatkan uang. Meskipun perbuatan itu melanggar syarak".
Oleh. Misnawati
(Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Menjadi kaya, hidup serba berkecukupan tentu menjadi dambaan setiap orang. Islam pun membolehkannya selama pandai membelanjakan harta di jalan kebaikan. Ada hal yang tak kalah penting, bagaimana cara memperoleh harta tersebut. Apakah dengan cara yang halal atau haram?
Tersebutlah Legiman, ia mendadak terkenal lantaran menjadi miliarder sejak tahun 2019. Legiman berprofesi sebagai pengemis jalanan dengan pendapatan Rp350 ribu, Rp695 ribu, hingga Rp1 juta. Daerah Kudus, Pati dan beberapa kabupaten lainya yang ada di Jawa Tengah menjadi tempat operasinya. Nahas kini, Legiman terkena razia untuk kedua kalinya oleh Satpol PP Pati yang dilakukan setiap menjelang Ramadan. (detik.com, 2/4/2022)
Kapitalisme Sistem Gagal
Kisah Legiman di atas merupakan satu dari banyaknya persoalan yang mendera, hingga kini tak mampu diselesaikan oleh negara. Adapun solusi yang ditawarkan tak lebih dari pragmatis dan tidak menyentuh akar permasalahan.
Sistem kapitalisme sekuler yang mengatur negeri ini, telah mengalami kegagalan dalam pendistribusian kekayaan secara merata dan adil. Tetapi memberikan perhatian lebih kepada segelintir pemilik modal. Negara tidak menjalankan fungsinya dalam mengurus keperluan rakyat. Akibatnya, terciptalah kemiskinan dan kesenjangan. Rakyat mesti berjuang keras untuk memenuhi segala kebutuhan-kebutuhan hidupnya baik primer maupun sekunder
Miris, menyaksikan kondisi masyarakat saat ini. Di tengah kehidupan mengimpit dan sulitnya ekonomi menjadi pengemis adalah cara paling mudah untuk mendapatkan uang. Meskipun perbuatan itu melanggar syarak.
Akar Menjamurnya Pengemis
Keindahan dan kesempurnaan Islam telah mengajarkan kita untuk senantiasa berakhlak mulia, memiliki rasa malu untuk tidak meminta-minta.
Dalam Islam mengemis disebut juga “Tasawwul” yang berarti meminta-minta atau mengharap pemberian harta orang lain untuk kepentingan dirinya. Dilakukan bisa dengan menipu atau berdusta. Tentu saja perbuatan ini tidak dibenarkan oleh syariat Islam.
Sebuah hadis riwayat Ahmad menuturkan dari Hubsyi bin Junaadah ra. Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa meminta-minta, padahal ia tidak fakir, maka seakan-akan ia memakan bara api.”
Di zaman sekarang ini aktivitas mengemis kadang dilakukan secara berkelompok dan terorganisir, ada juga secara perorangan. Adapun yang menjadi akar menjamurnya 'profesi' pengemis. Di antaranya:
Pertama, tingkat keimanan dan ketakwaan individu yang lemah dan minimnya pemahaman agama. Bila seseorang enggan belajar Islam dan ilmu pengetahuan penunjang lainnya maka bisa dipastikan akan mengalami kebodohan. Melakukan perbuatan atau perkataan tanpa tuntunan. Bila tidak segera belajar Islam kaffah, berisiko melakukan kerusakan di tengah masyarakat. Mengerikannya lagi kebodohan bisa menyebabkan kehinaan dan kesengsaraan di dunia serta akhirat.
Ilmu yang bermanfaat merupakan kunci segala kebaikan. Oleh karena itu, pentingnya membangun diri dengan pemikiran Islam kaffah, agar terbentuk pola pikir dan pola sikap yang berkepribadian Islam. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Mengenai hal ini, Rasulullah saw. telah bersabda: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Kedua, tingkat kemiskinan dan rendahnya pendidikan. Hal ini bisa mengantarkan seseorang pada kekufuran. Selaras dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Na’im, Rasulullah saw. bersabda: “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran.”
Tentu, menjadi perhatian kita semua, dan orang-orang miskin, agar berhati-hati dalam mengarungi kehidupan yang serba kekurangan dan kesulitan. Lengah sedikit, setan pun menggodanya untuk melakukan hal-hal yang dilarang agama, semisal mengemis, menipu, mencuri, korupsi, murtad, dan sebagainya.
Ketiga, diperlukan kepedulian negara dalam mengurus dan memenuhi kebutuhan hajat dasar umat. Andaikan rakyat sejahtera tidak mungkin ada yang mau mengemis. Namun, kondisi sekarang banyak orang yang menjalaninya sebagai pengemis.
Dengan demikian, Allah Swt. Telah memerintahkan kepada orang-orang beriman agar dalam menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan hukum syariat-Nya di semua lini kehidupan. Sehingga, tercipta kemaslahatan di tengah umat.
Khilafah Sejahterakan Umat
Masih melekat dalam ingatan kita, bila menengok kembali sejarah peradaban Islam di puncak masa keemasannya. Ketika di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada masa itu masyarakat tumbuh dengan baik, makmur, dan sejahtera.
Suatu hari Khalifah Umar mengutus pembantunya untuk mengumpulkan zakat yang hasilnya akan diberikan kepada orang-orang miskin. Sungguh di luar dugaan ternyata pembantunya tidak menemukan satu orang pun yang mau menerima zakat dari negara. Karena kehidupan rakyat telah sejahtera, baik dalam kebutuhan primer maupun sekunder.
Tak cukup sampai di situ, kemudian dicari lagi orang-orang yang terlilit utang untuk dibayarkan utangnya. Sedangkan bagi para pemuda yang masih membujang tetapi tidak memiliki dana untuk menikah, akan dibiayai gratis. Setelah menikah akan diberi modal untuk usaha dan memulai kehidupan baru.
Hebatnya, keberhasilan Khalifah Umar mengentaskan kemiskinan hampir meliputi seluruh penjuru wilayah kekuasaannya. Termasuk Afrika, Basrah, dan Irak. Semua pendanaan berasal dari baitulmal. Baitulmal merupakan lumbung harta dan kekayaan negara Khilafah. Sumber pemasukannya berasal dari fai’, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah, khumus, rikaz, zakat, usyur serta tambang.
Khalifah sangat memperhatikan dan bertanggung jawab atas kondisi rakyatnya. Jangan sampai ada satu orang pun di wilayahnya hidup dalam kemiskinan. Khalifah menyadari sepenuhnya kepemimpinannya akan dihisab Allah kelak. Senada peringatan Rasulullah saw. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari: “Khalifah (imam) adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya.”
Tentu, menjadi harapan besar seluruh umat Islam agar dapat menjalani kehidupan penuh kedamaian, kemakmuran dan kesejahteraan. Sebagaimana ungkapan indah, “Baldatun thayyibatun warabbun ghafur.”
Namun, semua itu akan terwujud, jika umat Islam berjuang bersama-sama menegakkan hukum-hukum Allah Swt. Secara totalitas di bawah naungan sistem politik yang sahih yakni Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Sebab hanya itu sistem terbaik, adil dan bijaksana. Di samping bisa menuntaskan semua permasalahan yang ada, juga merupakan kewajiban dari Sang Pengatur kehidupan.
Wallahu a’lam bishshawab.[]
Selalu terbaik dan mencerahkan pemikiran
Barakallah bunda