"Semestinya Senayan memiliki 'sense of crisis' yang lebih pada rakyat di masa pemulihan ekonomi seperti saat ini. Penyusunan anggaran guna memenuhi kebutuhan rakyat selayaknya menjadi prioritas, bukan justru sibuk menyusunnya untuk menghias kediaman dan memperindah jalan."
Oleh. Nay Beiskara
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Tidak sensitif. Begitulah celetukan salah satu warga kala diwawancarai oleh KompasTV (30/3/2022), mengenai proyek pengadaan gorden dan pengaspalan jalan kompleks DPR di Senayan. Wajar bila banyak warga yang berkomentar nyinyir. Pasalnya, anggaran yang diajukan untuk kedua proyek tersebut sungguh fantastis, yakni nyaris mencapai Rp60 M. Adapun rinciannya Rp48,7 M untuk penggantian gorden rumah dinas anggota DPR dan Rp11 M untuk pengaspalan jalan. Proyek ini telah diketuk palu dan saat ini tengah dilakukan lelang terbuka.
Sebagai anggota DPR, memang mereka diberikan fasilitas-fasilitas dari negara untuk mendukung kinerjanya di pemerintahan. Mulai dari gaji pokok, berbagai macam tunjangan, uang paket, biaya perjalanan dinas, asisten anggota, dana reses, dana pensiun seumur hidup, termasuk rumah dinas dan biaya pemeliharaannya. Luar biasa menggiurkan bukan!
Untuk rumah dinas dan pemeliharaannya, pemerintah membangunnya dari pajak rakyat. Rumah dinas ini khusus disediakan untuk para anggota dewan, terutama mereka yang berasal dari luar Jawa. Tetapi persoalannya, apakah rumah dinas tersebut telah dioptimalkan oleh setiap anggota DPR?
Rumah Mubazir Wakil Rakyat
Kanal Youtube BeritaSatu, dalam tajuknya "Rumah Mubazir Wakil Rakyat" mencoba melakukan survei dan mewawancarai beberapa pihak yang menghuni rumah dinas anggota DPR di bilangan Kalibata, Jakarta Selatan, dan Pos Pengumben Ulujami, Jakarta Barat. Secara acak, tim pers BeritaSatu mendatangi rumah dinas yang sekiranya ada penghuninya. Karena ternyata tidak semua rumah dinas ditempati oleh anggota dewan yang bersangkutan.
Hasil survei ke kedua kompleks rumah jabatan itu menunjukkan bahwa dari 505 unit rumah yang ada, hanya 219 unit yang benar-benar dihuni oleh para anggota dewan. Sementara itu, 229 unit ditempati oleh keluarga atau stafnya dan 57 unit tidak dihuni. Alasan yang diutarakan oleh mereka yang tidak menempati rumah dinas, yakni jarak yang cukup jauh antara rumah dinas dan Senayan, rawan macet, rumah yang sudah tua, dan tidak terurus. Sehingga, mereka lebih menyukai menyewa apartemen atau memilih tempat tinggal yang lebih dekat ke kantor.
Keberadaan rumah dinas akhirnya dianggap sebagai sesuatu yang mubazir. Bahkan, beberapa waktu lalu sempat muncul wacana penghapusan rumah dinas ini untuk kemudian diganti dengan pembangunan apartemen di daerah dekat Senayan. Tetapi, satu hal yang menggelitik, yaitu bila keadaannya banyak yang tidak menempati rumah dinas, lantas mengapa anggaran pengadaan gorden yang diajukan untuk semua unit rumah dinas?
Kebutuhan Proyek dan Sense of Crisis DPR
Jamak diketahui bahwa DPR sebagai lembaga tinggi negara 'hobi' mengadakan proyek yang kontroversial. Tidak hanya satu atau dua kali, bahkan berulang kali. Hal ini membuat Peneliti FORMAPPI, Lucius Karus, berkomentar tentang proyek tersebut.
Dalam wawancaranya dengan kantor berita cnnindonesia (28/3/2022), Lucius menyatakan bahwa terdapat sesuatu yang tidak beres dengan proyek pengadaan gorden rumah dinas ini. Hal ini tampak kala wakil ketua dan Sekjen DPR menyampaikan dua informasi yang berbeda. Wakil Ketua DPR mengatakan terakhir kali gorden diganti pada 2015, sedangkan Sekjen DPR menyatakan pada 2009.
Tidak hanya itu, Ia menganggap bila proyek ini dikaitkan dengan kebutuhan anggota DPR sebagai sesuatu yang sulit dipertanggungjawabkan. Terlebih dana yang dikucurkan hanya untuk gorden saja mencapai miliaran rupiah. Ia menambahkan, dengan pengawasan yang minim dan tender terbuka, dikhawatirkan ada dana yang diselewengkan.
Proyek-proyek pengadaan barang dan jasa (PBJ) memang acapkali dilakukan oleh DPR dengan pengajuan dana yang tidak sedikit. Theindonesianinstitute.com beberapa waktu lalu pernah membahas mengenai hal ini. Ada beberapa titik rawan penyimpangan pada proyek PBJ mulai dari tahap perencanaan pengadaan, pelelangan terbuka, penyusunan dokumen lelang dan tahap pengumumannya, hingga tahap penyusunan harga perkiraan sendiri.
Pada tahap perencanaan pengadaan ini, kerap terjadi penggelembungan (mark-up) anggaran yang jelas-jelas merugikan keuangan negara. Hal ini dibenarkan oleh Lucius yang menyatakan, ada permainan proyek-proyek besar yang dilakukan oleh DPR. Penggantian gorden bukan semata-mata karena kebutuhan anggota dewan, tapi ada kaitannya dengan kepentingan proyek.
Dengan melihat kondisi rakyat yang baru pulih perekonomiannya, banyak barang kebutuhan pokok yang saat ini harganya melangit, ditambah kebijakan pemerintah menaikkan PPN sebesar 11 persen dan kenaikan harga BBM, rasanya sulit untuk dapat memahami bahwa mereka yang dipilih untuk mewakili rakyat berpikir dan sibuk untuk mendandani rumah mereka sendiri. Tidak salah kiranya bila kita menyatakan anggota dewan tidak memiliki "Sense of Crisis". Di mana letak hati para anggota dewan, ketika banyak rakyat yang masih kelaparan dan terluntang-lantung di jalan, mereka justru lebih perhatian dengan hiasan rumah mereka. Padahal, mereka turut ikut dalam pembahasan anggaran untuk rakyat.
Semestinya, para anggota dewan turut mengencangkan ikat pinggang dalam situasi sulit seperti saat ini. Penggantian gorden penting, tapi tidak esensial. Kebutuhan rakyat haruslah dijadikan prioritas teratas. Alangkah elok dan bijaknya bila anggaran sebesar itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan mensubsidi rakyat guna mengurangi kesulitan hidup mereka. Bukankah itu sudah menjadi tugas wakil rakyat?
Wakil Rakyat di Era Khilafah
Islam memandang bahwa pemimpin beserta jajarannya adalah pelayan umat. Mereka diangkat menjadi wakil rakyat bukan untuk memanfaatkan jabatannya guna meraih materi duniawi. Lebih dari itu, kepemimpinan itu amanah yang amat berat. Mereka harus mampu mengemban amanah itu sehingga terpenuhi semua kebutuhan rakyatnya. Tanggung jawabnya sungguh besar di hadapan rakyat, terlebih di hadapan Allah Swt..
Seorang pemimpin kelak di akhirat akan mempertanggungjawabkan pengurusannya atas rakyat yang dipimpinnya. Sebagaimana yang tercantum dalam hadis Bukhari yang menyatakan bahwa Imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Karena adanya penghisaban, maka mereka yang terpilih menjadi pemimpin atau wakil rakyat harus bersungguh-sungguh dalam mengurusi rakyat dan menghindari berbuat zalim.
Bagi para pemimpin yang berbuat zalim, maka akan ada siksa pedih yang menanti. Imam Tirmidzi meriwayatkan, “Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim."
Rasulullah saw. pun berpesan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa seseorang yang diamanahi memimpin suatu kaum, kemudian ia meninggal dalam kondisi melakukan kecurangan terhadap rakyatnya, maka surga diharamkan baginya. Sudah selayaknya mereka yang menjadi pemimpin itu takut pada Allah Swt. dan siksa-Nya dalam pengurusan rakyatnya. Jangan sampai ia bertindak zalim dan menyusahkan rakyat karena balasannya ia akan dibenci Allah Swt. dan neraka adalah tempat kembali yang pantas baginya. Naudzubillah.
Karena itu, kita mendapati kisah-kisah para pemimpin yang takut mengemban amanah kepemimpinan. Sebagaimana halnya Umar bin Khattab kala diamanahi kepemimpinan atas kaum muslimin setelah Khalifah Abu Bakar wafat. Karena takut akan azab Allah Swt. disertai keimanan sekokoh karang, maka jadilah Umar seorang pemimpin yang amat zuhud dan selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan yang terkait nasib rakyatnya.
Umar tidaklah pernah mengambil apa yang menjadi haknya melainkan secukupnya untuk kebutuhan sehari-hari keluarganya. Padahal, sebagai pemimpin bisa saja ia mengambil lebih dari apa yang ia butuhkan. Ia jarang membeli pakaian dan lebih memilih untuk menjahit bajunya sendiri bila ada yang rusak. Bila ada rakyatnya yang kelaparan, ia akan berusaha memanggul gandum sendiri di atas pundaknya, memasaknya, dan kemudian menyuapi rakyatnya yang kelaparan.
Bukan hanya Umar, cucunya Umar bin Abdul Aziz pun memiliki sifat yang mirip dengannya. Umar bin Abdul Aziz tidak pernah menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadinya. Bila ada tamu yang datang, maka ia akan menanyakan terlebih dahulu apakah keperluannya membicarakan masalah pribadi atau negara. Bila tamu tersebut datang karena keperluan pribadi dengannya, maka Umar pun akan mematikan lampu minyak yang ada di kantornya tersebab minyak untuk menghidupkan lampu itu dibeli dengan uang rakyat. Masyaallah.
Umar bin Khattab memang cerminan seorang pemimpin sejati. Kala ia mencari seorang pemimpin sebagai wakilnya untuk wilayah Hims, maka ia akan melakukan seleksi yang begitu ketat. Ia akan memilih seseorang yang menurutnya pantas untuk memimpin. Bukan sembarang orang, tetapi yang memiliki kemampuan dalam memimpin. Tak hanya itu, ia haruslah seorang yang saleh, bijaksana, dan zuhud. Terpilihlah Said bin Amir sebagai pemimpin di kota Hims dan terbukti di bawah kepemimpinannya, rakyat kota Hims mampu hidup sejahtera. Ia menjadi pemimpin yang disegani karena selalu menyedekahkan gaji dan tunjangannya kepada yang membutuhkan, sedang ia mengambil secukupnya untuk keperluan keluarganya.
Begitulah Umar bin Khattab menjadi teladan dan mampu memilih pemimpin terbaik sesuai keahlian yang dimiliki untuk mewakilinya di daerah Islam lainnya. Karena Umar meyakini hadis yang berbunyi, ''Sesungguhnya kalian akan berlomba-lomba mendapatkan jabatan, padahal kelak di akhirat akan menjadi sebuah penyesalan." (HR. Bukhari dari Abu Hurairah ra.) Wallahua'lam[]