Mental Pengemis Lahir dari Rahim Kapitalisme

"Sekularisme telah membuat masyarakat memiliki mental pengemis dan berkarakter instan dalam meraih kekayaan. Bahkan ‘pekerjaan’ menjadi pengemis telah dipandang sebagai sesuatu yang wajar, sehingga terus tumbuh subur dan berkembang, walaupun telah jelas hukumnya haram."

Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pengemis sudah tidak asing lagi di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Angka pengemis yang meningkat saat ini bagai jamur di musim hujan. Berbagai modus mereka lakukan demi mendapatkan pundi-pundi rupiah, berangkat dari membuat luka palsu, membawa anak kecil, pura-pura buta, hamil, hingga pura-pura cacat fisik. Mereka tergiur mendapatkan uang secara instan dengan menengadahkan tangan kepada setiap orang.

Dahulu pengemis mengemis hanya untuk mempertahankan kehidupan pada saat itu atau beberapa hari selanjutnya saja. Bisa jadi orang mengemis karena seluruh hartanya habis tak tersisa karena bangkrut atau karena bencana yang dialaminya, utang, dan belum mendapatkan pekerjaan.

Namun saat ini, pengemis malah menjadi salah satu ‘pekerjaan’ yang menjanjikan. Betapa tidak, pendapatan pengemis di kota-kota besar disinyalir bisa mencapai hingga Rp350.000,00 per hari. Bukti yang tidak terelakkan adalah seorang pengemis bernama Legiman diamankan oleh Satpol PP Pati, Jawa Tengah. Sebelumnya sempat heboh setelah ia mengaku miliarder pada tahun 2019 lalu. Ia sudah beberapa kali terjaring razia, di Kudus maupun di Pati. (detik.com, 02/04/2022)

Legiman sempat menjadi bahan pembicaraan pada 2019 lalu, kala ia mengaku memiliki tabungan senilai Rp900 juta yang disimpan di salah satu bank serta sejumlah aset rumah dan tanah dengan total Rp525 juta. Meskipun pada akhirnya banyak pihak yang menyangsikan klaim Legiman tersebut.

Menurut Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Pati, Hadi Santosa menjelaskan pernyataan itu hanya berdasarkan jawaban yang diucapkan oleh Legiman, ketika diperiksa oleh petugas Satpol PP, saat ditangkap razia. Hadi juga memastikan bahwa pendapatan mengemis Legiman bisa mencapai Rp1 juta per hari. Kemarin jumlahnya Rp695 ribu disebutnya sepi karena turun hujan seharian.

Menyuburkan Karakter Instan

Tidak bisa dimungkiri bahwa banyak pengemis di negeri ini, memang disebabkan oleh kebutuhan hidup yang mendesak, lapangan pekerjaan yang sulit diperoleh dan pendidikan rendah yang membuat mereka melakukan apa saja demi terpenuhinya kebutuhan hidup termasuk mengemis. Padahal, nyatanya secara fisik mereka masih kuat untuk bekerja.

Kapitalisme saat ini telah menjadi sebuah ideologi yang menjadikan materi (kapital) sebagai tolok ukur keberhasilan. Fenomena pengemis 'miliarder' adalah buah dari sistem kapitalisme sekularisme. Dengan kata lain akibat bercokolnya sekularisme di negeri ini, yang telah berhasil diwariskan dan ditanamkan oleh para penjajah.

Sekularisme telah membuat masyarakat memiliki mental pengemis dan berkarakter instan dalam meraih kekayaan. Bahkan 'pekerjaan' menjadi pengemis telah dipandang sebagai sesuatu yang wajar, sehingga terus tumbuh subur dan berkembang, walaupun telah jelas hukumnya haram. Dalam sistem sekuler kapitalisme tidak mengenal istilah halal dan haram. Yang menjadi tolok ukur adalah materi semata.

Meminta-minta Bukan Ajaran Islam

Rasul saw. bersabda yang artinya, “Orang miskin bukan orang yang meminta-minta kepada orang lain, kemudian mendapatkan sesuap atau dua suap, sebutir atau dua butir kurma. Namun orang miskin ialah orang yang tidak kaya, tidak paham mengenai keadaannya dan orang-orang yang bersedekah kepadanya. Dan jika (hal tersebut terjadi/orang miskin itu meminta-minta) maka dia akan meminta-minta kepada manusia.” (HR Muttafaq alaihi)

Sesungguhnya syariat Islam telah menjelaskan bahwa Islam mendorong setiap individu masyarakat untuk bekerja dan berusaha mencari rezeki dengan jalan yang halal dan ini menjadi suatu kewajiban bagi laki-laki yang mampu untuk memenuhi nafkah bagi dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier.

Di antara dalil-dalil syarak yang menunjukkan haramnya mengemis dan meminta-minta, di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda yang artinya: "Seseorang yang selalu meminta-minta kepada orang lain sehingga dia akan datang pada hari kiamat dengan keadaan tidak ada sepotong daging pun pada wajahnya." Dan diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tidak ada kebutuhan, maka seolah-olah dia memakan bara api."

Dari Abu Abdullah Az-Zubair bin Al-‘Awwam radhiyallahu 'anhu., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda yang artinya: "Sesungguhnya andai salah seorang di antara kalian membawa beberapa utas tali, lalu pergi ke gunung dan kembali dengan memanggul seikat kayu bakar dan menjualnya, lalu dengan hasil tersebut Allah mencukupkan kebutuhan hidupmu, hal itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka membagi ataupun tidak." (HR. Bukhari).

Di dalam Al-Mabsuth karya Imam as-Sarakhi menyebutkan riwayat : Rasul saw. pernah menjabat tangan Saad bin Muadz radhiyallahu 'anhu ternyata tangannya kasar kapalan, lalu Nabi saw. menanyakan hal tersebut. Saad menjawab "aku bekerja memakai kapak dan sekop untuk menafkahi keluargaku," (mendengar hal itu) Rasul saw. mencium tangannya seraya bersabda "ini adalah kedua telapak tangan yang dicintai oleh Allah Swt."

Maka dari itu, artinya orang yang bekerja juga terbebas dari pengangguran, bisa meraih kehormatan, jiwa yang tunduk, patuh, dan pemeliharaan kehormatan ('iffah) dari kenistaan meminta-minta. Di dalam hadis di atas terdapat dorongan untuk senantiasa bekerja, berusaha mencari rezeki, karena di dalamnya terdapat keutamaan dan keluhuran.

Oleh karena itu, hal tersebut menjadi salah satu kebijakan politik ekonomi dalam sistem Islam. Yaitu memenuhi kebutuhan mendasar setiap individu secara sempurna dan menyeluruh, serta menciptakan peluang bagi tiap orang untuk bisa bekerja, sehingga kebutuhan sekunder dan tersier dapat terpenuhi. Dengan demikian hadis-hadis terkait dengan dorongan untuk senantiasa bekerja itu merupakan bagian dari politik ekonomi Islam.
Wallahu a'lam bish-shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Fitria Zakiyatul Fauziyah CH Kontributor NarasiPost.Com dan Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta
Previous
Cina Siap Tunjukkan Kekuatan Militer dengan Membuat 'Kereta Kiamat'
Next
Solusi Parsial, Harga Pangan Tetap Mahal
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram