Menggoyang Kursi Petinggi

"Keberhasilan mahasiswa mengubah kondisi secara temporer perlu dianalisis lebih lanjut. Pasalnya, masyarakat mengharapkan perubahan hakiki yang bisa dinikmati hingga anak cucu nanti. Bergantinya pemegang kekuasaan seolah tidak terlalu berarti tanpa berubahnya sistem yang dianut."

Oleh. R. Raraswati
(Penulis lepas, Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

NarasiPost.Com-Kawasan Patung Kuda (Arjuna Wijaya), Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, menjadi tempat pertama mahasiswa mulai menggoyang kursi istana pada Senin (28/3/2022). Guna melanjutkan unjuk rasa tersebut, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Seluruh Indonesia kembali menggelar aksi simbolik “Mimbar Keresahan Rakyat” pada Senin, 11 April 2022. Aksi tersebut untuk menggambarkan berbagai kesulitan yang melanda negeri tercinta. Mulai dari melejitnya harga sejumlah kebutuhan pokok rakyat hingga carut marut kebijakan pemerintahan. Inilah awal gerak generasi muda untuk menggoyang kursi istana. Gerakan besar yang telah lama rakyat nantikan guna mendapat kehidupan layak. Di tangan mahasiswa, rakyat menaruh harapan adanya perubahan.

Rakyat berharap ada geliat mahasiswa untuk menggoyang kursi petinggi yang berusaha mengatur ritme perpanjangan masa jabatan. Kepekaan mahasiswa atas kepanikan presiden yang sadar ketidakmampuan oligarki menopang kursi tahtanya mendorong mereka untuk bergerak serentak. Bahkan, kali ini mahasiswa mendapat dukungan dari Waketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas yang meminta agar pemerintah mengizinkan aksi dan aparat tidak menggunakan peluru tajam dalam tugasnya mengamankan unjuk rasa sebagaimana dilansir Republika.co.id (11/04/2022).

Kekuatan Mahasiswa

Sekian lama mahasiswa terdiam dalam berbagai keadaan negeri yang semakin menjadi. Namun, rakyat percaya, diamnya bukan berarti mereka tidak punya rencana. Mereka sedang menunggu waktu yang tepat untuk beraksi. Mereka sadar perannya sebagai agen perubahan peradaban sangat diharapkan rakyat.

Sejarah mencatat kekuatan mahasiswa yang turut berperan dalam perubahan Indonesia. Satu di antaranya adalah gerakan Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu muncul beberapa gerakan mahasiswa yang sangat berpengaruh terhadap perubahan. Hingga muncul gerakan mahasiswa paling fenomena yang berujung lengsernya rezim orde baru dan lahirnya masa reformasi. Kini, peristiwa itu seolah terulang lagi. Kezaliman rezim memaksa mahasiswa bergerak dan bertindak.

Selama ini, telah banyak tokoh dan ahli yang menyampaikan pendapat, mengingatkan pemerintah, memberi pandangan dan pemikiran untuk menjadikan solusi. Namun, pemerintah seolah tak butuh semua itu. Banyak kebijakan yang dibuat tidak menjadi solusi, bahkan justru menambah masalah semakin runyam dan menjadi-jadi. Ketika perkataan masyarakat bahkan para tokoh tidak lagi mampu mengingatkan rezim, gerakan mahasiswalah tumpuan terakhir. Dengan setidaknya 6 tuntutan yang diajukan masa, rakyat menunggu perubahan yang signifikan untuk kehidupan yang lebih baik.

Perubahan Temporer

Mahasiswa memang memiliki kekuatan sebagai pembawa perubahan peradaban. Semua orang tidak bisa memungkiri perubahan yang telah terjadi dari setiap gerakan mereka. Keadaan yang lebih baik senantiasa dapat dirasakan rakyat. Namun, jika diperhatikan lebih detail, perubahan yang terjadi bersifat temporer. Keadaan membaik dalam jangka waktu pendek. Setelah itu terjadi lagi masalah yang tidak jauh berbeda.

Bergantinya orde lama ke orde baru, kemudian lahirnya masa reformasi, tidak jauh dari masalah ekonomi yang kian memburuk. Utang negara yang semakin tinggi ternyata juga belum mendapat solusi, meski pemimpin negeri telah berganti berkali-kali. Kondisi ini menunjukkan bahwa bergantinya orde dan individu pemangku kursi petinggi negeri bukan solusi hakiki. Semua hanya bisa menyelesaikan masalah sementara, tidak dalam waktu yang lama.

Islam Jadi Solusi

Keberhasilan mahasiswa mengubah kondisi secara temporer perlu dianalisis lebih lanjut. Pasalnya, masyarakat mengharapkan perubahan hakiki yang bisa dinikmati hingga anak cucu nanti. Bergantinya pemegang kekuasaan seolah tidak terlalu berarti tanpa berubahnya sistem yang dianut.

Kalau selama ini Indonesia telah mengadopsi sistem kapitalis dan terbukti gagal, kenapa tidak berusaha memahami lebih dalam sistem Islam? Apalagi penduduk Indonesia mayoritas muslim, sudah selayaknya menggunakan aturan Islam dalam segala aspek. Bukankah keimanan seseorang hanya dapat dibuktikan dengan menjalankan syariat Islam? Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 65 yang artinya: "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim (pemutus) terhadap perkara yang mereka perselisihkan.”

Pada ayat yang lain, Allah menyeru orang-orang yang beriman untuk masuk Islam secara kaffah (menyeluruh) sebagaimana disampaikan pada QS. Al-Baqarah: 208. Hal itu karena Islam agama yang mengatur seluruh lini kehidupan. Tidak hanya mengatur tata cara beribadah kepada Allah, Islam juga mengatur bagaimana manusia melakukan muamalah seperti mengatur pemerintahan, ekonomi, sosial budaya dan sebagainya.

Dari dua ayat di atas, tidak ada alasan bagi umat muslim untuk mempertahankan sistem selain Islam. Momen Ramadan ini sangat tepat bagi Indonesia untuk kembali pada aturan Ilahi. Ganti sistem kapitalis dengan sistem Islam yang memang datang dari pencipta alam semesta. Namun, butuh ilmu terlebih dahulu untuk mencapai tujuan itu.

Untuk itulah, penting bagi masyarakat terutama mahasiswa mempelajari sistem Islam secara mendalam. Pemahaman umat secara benar akan melahirkan pemikiran yang tepat. Dengan demikian, akan membawa potensi mahasiswa semakin terarah dan dapat menghasilkan perubahan yang benar di hadapan pemilik kehidupan, Allah Swt. Bukan sekadar mampu menggoyang kursi petinggi untuk diganti, tapi sekaligus memberi solusi tuntas yang hakiki yaitu penerapan Islam di semua lini. Saat itulah keberkahan akan memancar dari segala arah langit dan bumi, sebagaimana janji Allah dalam QS. Al-A’raf ayat 96.

Wallahu’alam bishowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
R.Raraswati Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Bisakah Aku Disebut Islam Saja?
Next
Taiwan, Akankah Bernasib Sama dengan Ukraina?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram