Ke Mana Arah Pendidikan Kita?

Pendidikan yang seharusnya membangun kepribadian utuh manusia sebagai hamba Allah yaitu khalifah fil ardhi dilemahkan hanya mencetak manusia yang bermental buruh. Terbukti dengan agenda-agenda yang jelas mengarah pada pemenuhan bidang ekonomi semata. Pendidikan hanya dijadikan sebagai pencetak generasi mesin industri di masa depan.

Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Banyak problematika pelik yang dihadapi sektor pendidikan saat ini. Seperti kebijakan yang digulirkan oleh rektor Unud yang mewajibkan mahasiswa baru menetap di asrama dengan biaya sewa mahal. Kebijakan tersebut merupakan salah satu agenda penyediaan asrama terpadu atau Udayana Integrated Student Dormitory (UISD). Hal itu menjadi kontroversial lantaran biaya yang dibebankan kepada mahasiswa baru untuk tinggal di asrama cukup mahal.

Presiden BEM Unud, Darryl Dwi Putra, mengaku mendapatkan banyak keluhan dari para mahasiswa baru. Menurutnya, para mahasiswa baru yang lolos dengan jalur SNMPTN Unud 2022 dianggap mengundurkan diri apabila ia tidak membayar biaya UISD. Menurut dia, hal tersebut sangat disayangkan karena calon mahasiswa baru menjadi umpan atas kolaborasi Unud dengan PT Waskita Karya Realty, demi keuntungan yang didapatkan oleh pihak Unud maupun pihak investor. (bali.tribunnews.com, 13/04/2022)

Oleh karena itu, mahasiswa dan orang tua calon mahasiswa baru mendesak agar Prof Antara selaku Rektor segera mengeluarkan SK. Di samping itu, Prof Antara telah menegaskan bahwa teknis keseimbangan harus tetap ada. Dirinya tidak akan mewajibkan mahasiswa untuk menetap di asrama. Tetapi ia meminta kepada mahasiswa untuk menghormati mahasiswa baru yang memilih untuk tinggal di asrama. (detik.com, 14/04/2022)

Minimnya Peran Negara

Akses pendidikan dengan biaya mahal masih menjadi momok bagi sistem pendidikan di Indonesia saat ini. Wajar saja, dalam sistem kapitalisme ini dunia pendidikan adalah salah satu sektor jasa yang termasuk dalam jajaran perjanjian GATS (General Agreement on Trade in Services). Pemerintah seolah lepas tangan dalam pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Akibatnya, pihak kampus yang harus memburu sumber pembiayaan sendiri. Sejatinya persoalan pendidikan ini tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan berhubungan dengan permasalahan sistem di berbagai aspek. Persoalan pendidikan di atas hanya permasalahan cabang yang timbul dari problem mendasar, yakni sistem sekuler kapitalis. Penerapan sistem sekuler kapitalis di dalam institusi bernegara telah menyebabkan krisis multidimensi. Sekularisasi secara sistematis berlangsung secara intensif di kancah pendidikan formal. Sejak awal negeri ini telah memisahkan alur pendidikan Islam dengan alur pendidikan umum di bawah dua naungan kementerian yang berbeda. Pendidikan Islam di bawah naungan Kementerian Agama dan pendidikan umum di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, yang berlaku untuk semua tingkatan dari dasar hingga tinggi.

Dalam masyarakat yang berpijak pada ideologi sekularisme kapitalisme, sistem pendidikan hanya akan menghasilkan sumber daya manusia (generasi bangsa) yang memiliki pola pikir profit oriented dan individualistik.

Melihat agenda yang dikeluarkan oleh Unud saat ini terkait penyediaan asrama terpadu atau Udayana Integrated Student Dormitory (UISD) seakan sudah di luar tujuan pendidikan yang utuh. Sebagaimana diketahui, bahwa pendidikan merupakan akses pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan (habits) segelintir orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya melalui jalur pelatihan, pengajaran, atau penelitian. Namun, pendidikan yang ada pada saat ini tujuannya telah jauh dari orientasi "pendidikan".

Karenanya, adanya peran pemerintah dalam lembaga pendidikan perlu di perhatikan kembali urgensinya, kala pemerintah memiliki sejumlah peran yakni sebagai regulator dan katalis. Tapi seharusnya bukan hal mutlak bagi pemerintah untuk bisa memaksakan kampus dan industri untuk saling bermitra melalui regulasi, melainkan pendidikan dengan berbagai bentuk insentif untuk berinvestasi di bidang pendidikan secara murni dapat dilakukan, seperti lewat penelitian dalam ilmu pengetahuan.

Pendidikan yang seharusnya membangun kepribadian utuh manusia sebagai hamba Allah yaitu khalifah fil ardhi dilemahkan hanya mencetak manusia yang bermental buruh. Terbukti dengan agenda-agenda yang jelas mengarah pada pemenuhan bidang ekonomi semata. Pendidikan hanya dijadikan sebagai pencetak generasi mesin industri di masa depan.
Jelaslah tujuan pendidikan saat ini lebih mengarah pada penguatan akses ekonomi,  pencetak calon tenaga kerja dalam sirkulasi dunia industri.

Inilah gambaran pendidikan di sistem kapitalis. Orientasi yang hanya mengusung pada laba rugi berputarnya roda perekonomian negara. Padahal letak kekuatan dan keberlangsungan ekonomi suatu negara diurus dan diatur oleh pemimpin negeri. Pada saat kampus menghasilkan sarjana ekonomi yang ahli dalam aspek kajian ekonomi itu merupakan dedikasi bidang pendidikan kepada negaranya.

Peran Negara Islam dalam Dunia Pendidikan

Pendidikan menjadi salah satu aspek yang diperhatikan dalam Islam. Ini karena telah dicontohkan oleh Nabi saw. Perhatian Nabi terhadap dunia pendidikan ini begitu besar. Tidak heran bila kemudian para pemimpin (khalifah) membangun berbagai lembaga pendidikan mulai jenjang dasar sampai dengan perguruan tinggi. Orientasinya tidak lain adalah meningkatkan pemahaman umat terhadap agama, ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena pendidikan tanpa agama bagai kendaraan tanpa arah dan tujuan.
Sebagai bagian dari pengurusan itu, maka pendidikan harus diatur secara penuh oleh negara berlandaskan akidah Islam. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk setiap muslim agar berkepribadian islami (syakhshiyah islamiyah), membekali dengan berbagai sains yang berkaitan dengan kehidupan. 

Peran negara sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan, seperti halnya pada masa kegemilangan Islam. Negara memiliki kewajiban sebagai berikut:

Pertama, menyiapkan kurikulum berbasis Islam yang memiliki tiga unsur materi mendasar, yaitu pembentukan kepribadian Islam, penguasaan tsaqafah Islam, dan penguasaan ilmu kehidupan seperti, iptek, keahlian dan keterampilan (skills). Hal ini akan mampu melahirkan setiap peserta didik yang menghiasi segenap kegiatannya dengan akhlak terpuji dan memandang Islam sebagai satu-satunya sistem kehidupan yang benar.

Kedua, menentukan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan haruslah bersyakhshiyah Islam yang utuh dan menjadikan Islam sebagai asas berpikir dan berbuat, memiliki kapabilitas yang baik, amanah, memiliki kapasitas dan menguasai ilmu serta cara pengajaran. 

Ketiga, menyediakan pendidikan bagi calon tenaga kependidikan agar senantiasa tersedia guru yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu, lembaga pendidikan yang mencetak guru dikelola sepenuhnya oleh negara untuk menghasilkan guru-guru yang berkualitas. Tidak hanya bisa bekerja menjadi guru sebagaimana pada umumnya terjadi saat ini.

Keempat, menyediakan fasilitas yang memadai untuk para pendidik terus mengikuti perkembangan zaman terkait ilmu pengetahuan. Fasilitas tersebut meliputi buku-buku, perpustakaan, dan media belajar lainnya. Sehingga guru akan mudah meningkatkan kompetensinya. Fasilitas pembelajaran juga bisa diberikan dalam berbagai pelatihan yang disediakan negara secara langsung agar sasarannya bisa terukur dengan benar sesuai dengan arah visi dan misi pendidikan. 

Kelima, menjamin kesejahteraan guru. Terjaminnya kesejahteraan guru, akan melahirkan guru yang tidak disibukkan dengan kegiatan lain yang mengganggu kewajibannya. Kemampuan menyejahterakan guru ini dimungkinkan dalam sistem Islam. Di mana negara Islam memberlakukan sistem pembiayaan yang berbasis Baitulmal, agar kebutuhan pendidikan berapa pun besarannya akan terpenuhi.

Keenam, membiayai pendidikan. Sumber pembiayaan untuk semua itu dari hasil pemasukan harta milik negara dan pengelolaan harta milik umum, seperti hutan, laut, tambang mineral, migas, dan sebagainya. Nabi saw. bersabda yang artinya: “Kaum muslim berserikat di dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air dan api (energi)." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Dengan demikian, pendidikan bermutu dan gratis atau murah , sehingga dapat diakses oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali. Hal itu memang menjadi hak rakyat dan kewajiban negara. Karut-marutnya sistem pendidikan tidak akan terjadi ketika manusia mengambil sistem yang sudah diperintahkan oleh Sang Pencipta dan Sang Pengatur, yaitu Islam. Keberhasilan pendidikan dalam sistem Islam selama 13 abad lamanya telah memberikan bukti kepada kita bahwa Islam mampu memberikan segala hal yang terbaik bagi peradaban dunia.
Wallahu A'lam Bish-Shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Fitria Zakiyatul Fauziyah CH Kontributor NarasiPost.Com dan Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta
Previous
Palestina Kembali Mencekam, Umat Butuh Perisai
Next
RUU-TPKS Disahkan, Mampukah Tuntaskan Masalah Perempuan?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram