"Makin terlihatlah ketakutan pemerintah ketika rakyat menjadi cerdas dalam menyikapi setiap kebijakan penguasa. Takut ketika nanti rakyat memahami dan meyakini bahwa satu-satunya solusi krisis multidimensi ini adalah kembali kepada Islam kaffah."
Oleh. Meitya Rahma
NarasiPost.Com-Di negeri ini ingin cerdas ataupun mencerdaskan saja susah. Giliran hiburan yang tidak mendidik saja, gampang sekali untuk mengakses dan mendapatkan. Wajar kiranya, jika penduduk negeri ini tidak banyak yang cerdas sehingga gampang disusupi pemahaman-pemahaman yang salah. Gampang terbuai janji-janji para penguasa di negeri ini. Maka ketika ada acara kajian Islam yang bertujuan untuk mencerdaskan umat tidak diberikan izin oleh aparat. Seperti baru-baru ini di Istora Senayan Jakarta, aparat kepolisian membatalkan kegiatan kajian pada event Muslim Fair.
Seperti diketahui bahwa di Istora Senayan Jakarta telah diadakan Pameran Muslim Life Fair. Pameran sekaligus acara kajian Islam ini berlangsung sejak Jumat (25/3) hingga Minggu (27/3). CEO Lima Event, selaku pelaksana Muslim Life menghadirkan 195 pelaku usaha halal dan Islami. Termasuk pelaku usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM) ambil bagian dalam pameran tersebut. Mereka akan menampilkan produk-produknya yang terdiri dari produk fesyen, makanan dan minuman halal, hobi dan komunitas, kecantikan dan perawatan diri, paket wisata halal, hingga obat-obatan herbal thibbun nabawi (Bisnis.com,26/3/22). Acara yang digagas Lima Event bersama Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) sebenarnya bertujuan untuk membangkitkan UMKM di tengah pandemi Covid-19 (Cnn Indonesia.com,26/3/22).
Pihak panitia sebenarnya sudah mendapat izin dari kepolisian maupun pemprov DKI. Pembatalan ini hanya kegiatan pengajian saja, sedangkan untuk kegiatan pameran tetap berlangsung. Seharusnya 9 penceramah yang dijadwalkan memberikan kajian di Muslim Life Fair 2022 selama tiga hari. Di antara 9 penceramah ada nama Khalid Basalamah ada juga nama Syafiq Riza Basalamah hingga Subhan Bawazier. Menurut Ketua Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) Rachmat Sutarnas Marpaung sebagai penyelenggara acara mengatakan pembatalan dilakukan atas permintaan dari otoritas terkait yang enggan dia jelaskan secara rinci. Pastinya ada alasan dari otoritas mengapa membatalkan acara ini (Bisnis.com, 26/3/22).
Di saat kajian keislaman tidak diizinkan oleh aparat yang berwenang, pemerintah mengizinkan konser musik diadakan. Seperti beberapa waktu yang lalu telah berlangsung festival musik di daerah Bali. Joyland Festival menjadi penanda gelaran konser besar setelah dua tahun vakum dihantam pandemi Covid-19. Festival berlangsung selama tiga hari (25-27 Maret 2022) di Taman Bhagawan, Bali, dengan menyajikan beragam aktivitas. The Panturas sukses membuka perhelatan Joyland keempat ini dengan meriah (Jawa Pos,27/3/2022). Sebelumnya juga Indonesia sukses menggelar ajang balap motor internasional MotoGP di Sirkuit Mandalika. Pemerintah pun menetapkan aturan longgar bagi para penonton. Penonton MotoGP tidak disyaratkan melakukan tes PCR, antigen, ataupun vaksinasi terlebih dahulu. Pemprov NTB hanya mengimbau calon penonton MotoGP untuk mematuhi protokol kesehatan Covid-19 dengan ketat (Pikiran Rakyat.com, 9/3/2022).
Tampak perbedaan yang sangat menonjol antara acara yang sifatnya hiburan dengan kajian ilmu. Acara kajian dibatalkan, tetapi penguasa justru membolehkan konser musik dan acara hiburan lain. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menegaskan penyelenggaraan ajang konser musik dan ekonomi kreatif sudah dapat digelar karena situasi pandemi Covid-19 makin terkendali dengan syarat menerapkan protokol kesehatan (prokes) serta vaksinasi lengkap (Kompas.com, 27/3/2022).
Tampak ada aroma ketidakadilan dalam hal ini. Acara Muslim Fair sejatinya juga menggerakkan ekonomi kreatif dengan menghadirkan beberapa UMKM. Untuk lebih meriah maka panitia pun menambahkan acara kajian Islam. Lalu apa salahnya jika panitia mengadakan kajian Islam di acara tersebut? Acara kajian ini pun tidak mengganggu keamanan, ketertiban umum. Justru kadang acara konser musiklah yang mengganggu ketertiban. Terendus adanya diskriminasi aturan, acara-acara keislaman dianggap indisipliner dan tak tertib. Sedangkan acara hiburan dan konser dianggap bisa tertib, disiplin. Padahal, faktanya justru berkata sebaliknya, biasanya acara konser berjalan secara tidak disiplin dan tidak tertib. Misalnya saja acara gelaran MotoGP kemarin tidak ketat dalam aturan prokes. Harusnya mensyaratkan vaksin namun ternyata hanya prokes biasa (pakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak saja) .
Herannya hidup di negeri ini, acara kajian yang cenderung tertib dan taat malah dipersekusi. Sedangkan, acara hiburan yang cenderung mengundang kekacauan seperti konser dan balap motor justru difasilitasi. Lebih parahnya lagi menganggap pengajian nantinya bisa digunakan untuk menyebarkan paham radikal. Ironisnya anggapan ini justru berasal dari para penguasa. Negeri yang katanya menjunjung tinggi demokrasi dan memiliki sistem yang menjamin kebebasan berpendapat, namun faktanya tidak demikian. Perlakuan akan berbeda jika berhadapan dengan Islam.
Jika para penguasa terus-menerus seperti ini, maka sedikit demi sedikit akidah umat akan tergerus. Ketidakbolehan mendakwahkan Islam kaffah membuat umat semakin dijauhkan dari Islam. Pada akhirnya, Islam hilang dengan sendirinya dari kaum muslim. Islam mulai diabaikan dari kehidupan umat. Di sisi lain, berbagai pemahaman dari Barat dan ragam budaya yang bertentangan dengan Islam tanpa sadar makin menggerus akidah umat.
Adanya pembatalan acara kajian Islam ini juga karena para ustaz yang mengisi dianggap radikal. Maka, makin jelaslah bentuk persekusi yang dilakukan oleh pemerintah. Tindakan persekusi yang dilakukan pemerintah ini sejatinya untuk menutupi keburukan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Kebijakan yang cenderung tidak memihak kepada masyarakat. Ketakutan pemerintah ketika para penceramah membongkar bagaimana bobroknya rezim sekuler saat ini. Sebab, sejatinya ceramah-ceramah yang seperti inilah yang membuat masyarakat sadar bahwa sistem sekuler saat ini sudah tak layak lagi memimpin. Sehingga, masyarakat tidak percaya lagi dengan janji-janji manis penguasa.
Makin terlihatlah ketakutan pemerintah ketika rakyat menjadi cerdas dalam menyikapi setiap kebijakan penguasa. Takut ketika nanti rakyat memahami dan meyakini bahwa satu-satunya solusi krisis multidimensi ini adalah kembali kepada Islam kaffah. Persekusi terhadap Islam ini tak akan menyurutkan nyali para pengemban dakwah. Justru ini akan menguatkan para pengemban dakwah Islam untuk senantiasa optimis, bahwa apa yang disampaikan merupakan suatu kebenaran.
Kiranya ayat ini ampuh menjadi suntikan vitamin bagi pengemban dakwah Islam bahwa kemenangan sudah dekat sebagaimana firman Allah Swt., “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 214).
Para pengemban dakwah inilah yang tulus ikhlas berusaha menjaga lurusnya akidah umat. Tak takut lagi segala bentuk persekusi, karena yakin bahwa Islam akan segera tegak dengan izin Allah Swt.[]