"Bedanya dengan sistem kapitalis, negara yang mengadopsi sistem Islam akan berperan sebagai peri'ayah (pemelihara) urusan rakyat secara totalitas, bukan sekadar regulator. Maka, negara akan menjamin agar setiap warga negara memperoleh pendidikan yang berkualitas. Hal tersebut karena kedudukan ilmu sangatlah penting dalam pandangan Islam."
Oleh. Hana Annisa Afriliani,S.S
(RedPel NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-"Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan". Demikiankah bunyi pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Namun, kenyataannya masih banyak rakyat Indonesia yang tak mendapatkan akses pendidikan, khususnya dari kalangan menengah ke bawah. Tak hanya itu, realitas dunia pendidikan hari ini pun menampilkan wajah yang suram. Betapa tidak, dalam dekapan kapitalisme, idealisme dunia pendidikan sebagai wadah kaum intelektual seolah luntur.
Hal tersebut terpotret dalam kebijakan kontroversial yang belakangan mencuat ke media. Rektor Universitas Udayana menelurkan kebijakan Udayana Integrated Student Dormitory (UISD) atau program penyediaan asrama terpadu bagi mahasiswa baru tahun ajaran 2022/2023 mendatang. Program tersebut mensyaratkan mahasiswa baru untuk tinggal di asrama yang disediakan Unud dalam waktu satu tahun. Polemik pun muncul dari para mahasiswa baru dan orang tuanya, sebab biaya asrama terbilang mahal, yakni antara Rp700 ribu sampai Rp3,5 juta per bulan, bergantung tipe kamar. Ironisnya, mahasiswa baru yang lolos lewat jalur SNMPTN dianggap mengundurkan diri jika tidak membayar uang UISD. (TribunBali.com/13-04-2022)
Buntut dari bergejolaknya keluhan di kalangan mahasiswa baru dan para orang tua terhadap kebijakan tersebut, akhirnya Rektor Unud, Prof I Nyoman Gde Antara, berjanji akan segera mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang tidak wajibnya mahasiswa baru menetap di asrama.
Dunia Pendidikan dalam Pusaran Kapitalisme
Tak dimungkiri, hampir semua sektor di negeri ini tersentuh kapitalisasi, termasuk sektor pendidikan. Begitulah tabiat kapitalisme, berupaya menghegemoni semua celah kehidupan manusia yang dianggap mampu mendatangkan materi.
Dalam kasus kebijakan kontroversi di Universitas Udayana sebagaimana dipaparkan di awal tulisan, usut punya usut ternyata pihak universitas telah menjalin kerja sama dengan PT Waskita Karya Realty dalam hal pengadaan asrama tersebut. Jelaslah ada aroma bisnis di dalamnya. Maka, wajar jika biaya asrama dipatok relatif mahal.
Kapitalisasi di sektor pendidikan memang sudah lama terasa. Dunia pendidikan seolah berubah menjadi lembaga profit bagi pihak-pihak tertentu dan kehilangan jati dirinya sebagai lembaga pencetak generasi masa depan.
Kapitalisasi ini khususnya terpampang nyata dalam lembaga pendidikan swasta. Maka, tak heran jika hari ini kita banyak mendapati sekolah swasta dengan gedung mewah dan fasilitas super lengkap, namun setara dengan biaya yang harus dikeluarkan para siswanya yang juga super fantastis. Imbasnya pendidikan berkualitas dan mewah tersebut kian tak terjangkau oleh rakyat jelata. Mereka dipaksa cukup berpuas diri dengan sekolah ala kadarnya, gedung sekolah yang jauh dari kata layak, dan fasilitas penunjang kegiatan belajar mengajar yang sangat minimalis.
Akibatnya, terjadi ketidakmerataan dalam dunia pendidikan. Hanya mereka yang berduitlah yang mampu mengakses pendidikan berkualitas, sementara kalangan jelata hanya mampu mengais mimpi masa depan dengan sekolah minim kualitas. Demikianlah, kapitalisasi di dunia pendidikan telah menciptakan ketidakadilan yang nyata di tengah masyarakat. Padahal hakikatnya pendidikan yang berkualitas adalah hak setiap rakyat, bukan mereka yang mampu saja. Lantas bagaimana Islam memandang hal tersebut?
Islam Menjamin Pendidikan Berkualitas
Sistem Islam merupakan sistem yang bersumber dari Sang Pemilik Alam Semesta, yakni Allah Swt, sudah pasti menuai maslahat bagi manusia. Dalam hal pendidikan, Islam memiliki seperangkat regulasi yang menjadikan akses pendidikan terbuka untuk semua kalangan masyarakat. Sebab sejatinya, pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap individu rakyat. Maka, negara wajib menjamin pemenuhannya.
Bedanya dengan sistem kapitalis, negara yang mengadopsi sistem Islam akan berperan sebagai peri'ayah (pemelihara) urusan rakyat secara totalitas, bukan sekadar regulator. Maka, negara akan menjamin agar setiap warga negara memperoleh pendidikan yang berkualitas. Hal tersebut karena kedudukan ilmu sangatlah penting dalam pandangan Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, "Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat hendaklah ia menguasai ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan keduanya (dunia dan akhirat), hendaklah ia menguasai ilmu."
Tak hanya itu, Allah pun akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. Oleh karena itu, seorang muslim wajib memperoleh pendidikan yang berkualitas dan baik sesuai dengan tuntunan syariat agar kelak Allah akan meridai setiap langkahnya dan meninggikan derajatnya. Di sisi lain, adalah sebuah petaka manakala ketidaan orang-orang berilmu merajalela, sebab berarti kebodohan akan mencengkeram dunia. Dengan begitu, peradaban akan berada di ambang kebinasaan.
Oleh karena itu, Khilafah sebagai institusi penerap syariat Islam, akan menjadikan sektor pendidikan sebagai hal yang prioritas untuk diperhatikan. Salah satunya, Khilafah akan menggelontorkan dana yang memadai bagi sektor pendidikan dari kas Baitulmal, yakni dari pos kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Khilafah akan mengelola harta kepemilikan umum, seperti barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan sumber daya alam lain yang depositnya besar, kemudian hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat. Adapun kepemilikan negara meliputi fai', kharaj, ghanimah, dan jizyah.
Dari dana tersebutlah Khilafah akan menyediakan pendidikan yang berkualitas dan gratis bagi seluruh rakyatnya, baik yang miskin maupun yang kaya. Tidak sama sekali memberatkan kantong rakyat. Hal tersebut semata-mata karena negara bertanggung jawab memenuhi hajat rakyatnya, apalagi yang berkaitan dengan hajat assasiyah (kebutuhan dasar) rakyatnya.
Adapun sekolah-sekolah swasta tidak dilarang pembentukannya dalam Khilafah selama asasnya tidak bertentangan dengan akidah islamiah. Bahkan menariknya, spirit individu rakyat ketika mendirikan sekolah dalam Khilafah, bukanlah spirit bisnis demi mendulang profit seperti di sistem kapitalisme hari ini, melainkan spirit pengabdian kepada umat dan idealisme menjemput rida Allah Ta'ala. Maka, mereka pun akan berlomba-lomba mendirikan sekolah yang berkualitas dan layak, serta terjangkau bagi semua kalangan, semata-mata wujud sumbangsihnya dalam membentuk generasi cemerlang.
Demikianlah sistem Islam dalam naungan Khilafah mampu menciptakan iklim dunia pendidikan yang kondusif dan sarat idealisme. Maka, wajarlah jika di dalam naungan Khilafah, para ilmuwan dan cendekiawan muslim terlahir demikian banyaknya. Mereka tak hanya memiliki kecerdasan dalam hal IPTEK, melainkan kecerdasan spiritual yang termanifestasi dalam ketawaaan kepada Rabbnya. Wajar pula jika pada masa itu, Khilafah memancarkan cahaya keagungan ke seluruh penjuru dunia. Wallahu'alam bish shawab.[]