"Sikap elite penguasa yang alergi terhadap sesuatu yang datang dari Islam tentu sangat disayangkan. Namun, inilah realitas penerapan sistem demokrasi-sekuler saat ini."
Oleh. Ummi Nissa
(Penulis dan Member Komunitas Muslimah Rindu Surga)
NarasiPost.Com-Indonesia merupakan negeri yang mayoritas penduduknya muslim. Namun sangat disayangkan, elite penguasanya kurang responsif terhadap hal-hal yang berbau ajaran Islam. Bahkan, dalam banyak kasus tak segan-segan untuk mencap radikal pada siapa pun yang membawa simbol agama (Islam) dalam setiap urusan kehidupannya. Berbeda halnya terhadap apa pun di luar paham Islam seperti kebebasan (liberalisme), atau paham anti-agama (komunisme), sangat tampak betapa mereka lebih adaptif.
Kontradiksi Sikap Elite Penguasa
Sikap penguasa yang dianggap lebih menerima hal-hal di luar Islam ini salah satunya terlihat dari pernyataan seorang Panglima TNI Jendral Andika Prakasa beberapa waktu lalu. Menurutnya dalam proses rekrutmen prajurit di lingkungan TNI, keturunan PKI boleh mendaftar menjadi anggota.
Pernyataan Panglima TNI tersebut diapresiasi oleh pejabat lainnya tak terkecuali politisi. Di antaranya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md tidak mempersoalkan kebijakan tersebut. Bahkan, ia meminta ada seleksi ideologi bagi setiap calon prajurit TNI bukan dari sisi asal keturunannya. (detik.com, 4/4/2022)
Apresiasi lain juga datang dari politisi PDIP, Ruhut Sitompul. Dalam akun twitter pribadinya pada Jumat, 1 April 2022, ia menyindir dengan membandingkan bahwa keturunan PKI lebih baik dari orang yang mengaku cucu Nabi tapi memiliki kelakuan melebih PKI. (makasarterkini.id, 1/4/2022)
Sikap para elite penguasa ini sangat kontradiktif terhadap seseorang yang membawa simbol-simbol islami dalam kesehariannya. Publik tentu masih ingat beberapa tahun lalu ada seorang anggota TNI yang bernama Enzo Zenz Allie kedapatan berfoto sambil membawa bendera tauhid. Sikap yang ditunjukkan penguasa serta-merta menolaknya bahkan ada yang memintanya untuk dipecat karena dianggap radikal dan membahayakan. Inilah realitas penyikapan yang berbeda terhadap hal-hal yang datang dari ajaran Islam. Sesungguhnya kenapa hal ini terjadi di negeri yang katanya mayoritas penduduknya muslim?
Sistem Demokrasi Sekuler Adaptif terhadap Paham Selain Islam
Sikap elite penguasa yang alergi terhadap sesuatu yang datang dari Islam tentu sangat disayangkan. Namun, inilah realitas penerapan sistem demokrasi-sekuler saat ini. Suatu aturan yang asasnya memisahkan agama dari kehidupan. Dalam hal ini memandang nilai-nilai agama tidak perlu digunakan untuk mengatur urusan masyarakat tetapi cukup dalam masalah ibadah semata.
Sehingga, hal inilah yang menjadi dasar penolakan terhadap sesuatu yang bernilai ajaran Islam. Sebab, peluang untuk menerapkannya dalam seluruh aspek kehidupan dianggap akan mencederai demokrasi itu sendiri. Namun, berbeda halnya dengan paham-paham lain maka akan lebih diterima sebab memang dipandang sejalan dengan ide demokrasi-sekuler.
Selain itu, sistem demokrasi-sekuler juga menjamin kebebasan setiap individu baik dalam bersikap maupun berpendapat. Sehingga, semisal kasus di atas tidak ada larangan bagi siapa pun untuk mendaftar jadi prajurit TNI. Meskipun sesungguhnya berpotensi memiliki pengaruh paham yang dilarang demokrasi seperti komunisme.
Namun demikian, dalam sistem ini kebebasan individu akan dijamin selama selaras dengan pemahaman demokrasi. Lain halnya ketika berseberangan dengan paham ini. Contohnya, jika ada individu yang memegang teguh ajaran Islam yang sempurna dinilai bertentangan dengan sistem ini. Maka tidak heran jika penguasa selalu mewaspadainya, bahkan akan dengan mudah ia dikriminalisasi dengan stempel radikal. Dengan demikian sistem demokrasi-sekuler akan lebih adaptif terhadap paham di luar Islam. Sebab, semuanya memisahkan aturan agama dari urusan kehidupan manusia.
Islam Sempurna Mengatur Urusan Kehidupan
Hal di atas sangat berbeda dengan bagaimana aturan Islam memandang. Sistem Islam menjadikan aturan agama sebagai rujukan dalam mengatasi berbagai permasalahan hidup manusia. Mulai dari mengatur urusan individu, masyarakat, bahkan bernegara.
Untuk menjaga pemahaman Islam tetap utuh dan tidak disusupi pemikiran lainnya seperti paham kebebasan (liberalisme) atau anti-agama (komunisme), maka Islam memotivasi agar setiap individu memiliki sifat takwa. Selain itu, diperlukan pengawasan masyarakat terlebih lagi peran negara.
Dalam Islam setiap individu didorong untuk taat terhadap aturan Allah Swt. secara keseluruhan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 208 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagimu.”
Oleh sebab itu, seorang muslim wajib mengikuti aturan Islam dalam segala hal. Baik dalam beribadah, berinteraksi dengan sesama manusia seperti bertransaksi ekonomi, berinteraksi sosial, dan bernegara, maupun urusan pribadi seperti masalah yang terkait dengan makanan, minuman, pakaian, dan lain sebagainya.
Selain itu, masyarakat juga wajib melakukan pengawasan untuk menjaga pemikiran setiap individu agar tetap teguh pada prinsip-prinsip syariat juga aturan negara. Kontrol ini berupa aktivitas amar makruf nahi mungkar baik antarsesama muslim maupun terhadap nonmuslim. Sebab, aturan Islam diterapkan bukan hanya untuk kaum muslimin saja, tetapi untuk rakyat secara keseluruhan yang ada dalam lindungan negara Islam.
Begitu juga dengan peran negara tidak kalah penting dalam mencegah masuknya paham-paham di luar Islam. Sebab, negara memiliki wewenang untuk menerapkan berbagai aturan yang dapat mencegah berkembangnya pemahaman yang merusak.
Dalam masalah keanggotaan sebagai prajurit (tentara) yang akan membela negara, maka setiap anggota masyarakat baik muslim ataupun nonmuslim diberi kebebasan untuk mendaftarkan diri. Bagi seorang muslim maka aktivitasnya ini di samping mendapatkan kompensasi materi, namun juga menjadi sebuah ibadah. Apalagi jika sampai syahid di medan pertempuran. Sementara bagi nonmuslim mereka juga tidak dilarang untuk menjadi anggota, selama memiliki loyalitas penuh pada negara. Bagi mereka tentu akan mendapatkan gaji sebagai kompensasinya, meski tidak menjadikannya termasuk pelaksanaan aspek ibadah.
Itulah sebagian dari aturan Islam dalam mengatur urusan manusia. Andai saja seluruh syariat Islam dapat diterapkan dalam setiap lini kehidupan, maka bisa dipastikan semua rakyat, bahkan para penguasa pun tidak akan merasa alergi terhadap ajaran Islam. Sebaliknya, aturan Islam akan senantiasa dijaga dari hal-hal yang dapat merusaknya. Semua ini hanya bisa terwujud jika ada institusi pemerintahan yang menerapkan aturan Islam secara sempurna yakni Daulah Khilafah Islamiah.
Wallahu alam bi ash-shawab.[]