Baca Al-Qur’an Bersama Bikin Gerah Pengidap Islamofobia

"Menurut sekularisme, identitas kemusliman tidak perlu ditampakkan di ruang publik karena Islam dianggap perkara pribadi seseorang dengan Tuhannya."

Oleh. Wening Cahyani
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pergi ke Semarang beli lumpia
Di perjalanan lihat pemandangan
Merajalela Islamofobia
Bacaan Al-Qur’an jadi ancaman

Dari Semarang ke kota Jepara
Banyak mebel dihiasi ukiran
Gerakan mengaji bersama
Perlahan-lahan wujudkan kebangkitan

Jagat media sosial terguncang karena viralnya video membaca Al-Qur’an/ mengaji bersama di jalan Malioboro Yogyakarta pada Minggu (27/3) yang secara spontanitas dilakukan oleh ribuan orang. Mengaji bersama yang diselenggarakan oleh Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) Jogja ini telah menimbulkan berbagai respons baik yang pro maupun kontra (detik.com, 01/04/2022).

Pro Kontra terhadap Gerakan Membaca Al-Qur’an Bersama

Adapun tanggapan dari pihak yang kontra di antaranya disampaikan oleh seorang akademisi, Prof. Dr. Phil Al Makin, Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia menyayangkan kejadian itu dan menurutnya tidak ada dominasi di ruang publik yang dilakukan kelompok tertentu (detik.com, 01/04/2022).

Selain itu, ketidaksukaan terhadap gerakan ini datang dari para netizen yang menyatakan bahwa gerakan ini dilakukan gerombolan tukang merusak agama Islam. Mereka tidur, istirahat, buang air kecil, buang air besar di masjid, dan salat di Monas. Tapi baca Al-Qur’an di jalan Malioboro. Gerakan ini mau pamer, ria, dan menunjukkan Yogyakarta kekurangan masjid. Bahkan, gerakan ini tidak mengantongi izin dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kawasan Cagar Budaya Malioboro (suara.com, 01/04/2022).

Menurut ketua penyelenggara BWA Jogja, Narko Abu Fikri bahwa gerakan ini diadakan dalam rangka syukuran karena BWA telah berhasil mendistribusikan 30.000 mushaf Al-Qur’an di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu, kegiatan ini untuk menyambut bulan Ramadhan sehingga banyak juga pihak yang mendukung kegiatan ini.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY, Prof. KH. Machasin berpendapat bahwa mengaji bersama di Malioboro tidak perlu dijadikan persoalan, selama tidak mengganggu orang lain dan jalan. Tanggapan positif pun datang dari pendakwah Azman Latief. Azman menyatakan kegiatan ini baik sekali dan membaca Al-Qur’an di mana pun cocok. Al Qur’an dibaca saat acara pernikahan, kematian, dan di jalan Malioboro tidak apa-apa (suara.com, 01/04/2022).

Ungkapan dukungan senada disampaikan oleh pengasuh Pondok Pesantren Nurul Qowwy Sleman bahwa gerakan ini positif ibadah, tidak mengganggu orang lain, tidak memakai pengeras suara. Bahkan disampaikan pula oleh Ustaz Hilmi Firdausi kalau membaca Al-Qur’an ini bisa di mana saja dan bukan ria. Ini baik untuk masyarakat yang religius (pikiranrakyat.com, 02/04/2022).

Waspada Umat Terjangkiti Islamofobia

Gerakan membaca Al-Qur’an bersama di Malioboro dipandang negatif oleh sebagian orang. Hal ini mungkin terjadi di alam sekularisme, termasuk Indonesia. Sekularisme yang menempatkan agama (Islam) hanya pada ibadah ritual menjadikan sisi kehidupan publik disterilkan dari Islam. Ajaran Islam dibatasi cukup berada di rumah-rumah ibadah memang sudah menjadi watak sistem ini. Identitas kemusliman tidak perlu ditampakkan di ruang publik karena Islam dianggap perkara pribadi seseorang dengan Tuhannya.

Berbagai komentar sinis terhadap gerakan membaca Al-Qur’an bersama menunjukkan kebencian syiar Islam. Bahkan, di antara mereka ada yang berburuk sangka bahwa gerakan itu ria dan pamer. Bukankah ria itu perbuatan hati di mana hanya pelakunya dan Allah Swt. saja yang tahu? Al-Qur’an seharusnya dibumikan, disampaikan, dan didakwahkan ke tengah masyarakat tidak hanya dipajang di masjid.

Apabila kita lihat perkembangan Islam baik ajarannya maupun umatnya saat ini sering mengalami penistaan dan penghinaan. Berbagai opini buruk disematkan kepada Islam oleh para pembenci Islam. Akhirnya umat Islam semakin jauh dan asing dari ajarannya. Identitas-identitas yang berbau Islam dianggap radikal seperti jilbab, kerudung, cadar, celana cingkrang, jenggot, dan bendera Islam. Kini orang membaca Al-Qur’an pun menjadi sasaran cibiran mereka.

Islamofobia telah menjangkiti sebagian kaum muslimin. Kondisi ini sengaja diciptakan agar umat Islam asing dan meninggalkan ajaran Islam. Islam hanya boleh sebatas ibadah ritual sedangkan urusan publik tidak boleh diatur dengan Islam apalagi berkaitan dengan pemerintahan. Syiar-syiar Islam selalu diadang dan ditentang.

Syiar Keagamaan di Era Khilafah

Manakala kita menengok ke masa kecemerlangan Islam (Kekhilafahan Islam), maka akan tampak gambaran indahnya kehidupan masyarakat Islam yang subur dengan aktivitas syiar keagamaan. Hal ini diawali peletakan dasar-dasar bangunan oleh Rasulullah saw. di Madinah. Beliau saw. menata masyarakat Madinah yang majemuk berdasar Islam hingga menjadi sebuah negara dengan peradaban agung.

Fakta sejarah kehidupan Islam yang agung sudah seharusnya dikenal oleh kaum muslimin hari ini. Karya-karya monumental menjadi saksi kejayaan Islam. Peninggalan semacam ini bisa menjadi pengingat dan peringatan kemudian mengambil pelajaran darinya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Az-Zariyat [51]: 55 yang artinya : “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang yang beriman.”

Al-Qur’an merupakan firman Allah Swt. banyak memuat hal-hal yang monumental agar bisa menjadi syiar. Kata syiar berasal dari kata syu’ur yang artinya rasa. Sehingga, dengan syiar ini setiap orang bisa melihat dan merasakan keagungan-Nya serta mengambil pelajaran darinya.

Syiar Islam sebagai bentuk ibadah manifestasi ketakwaan kepada Allah Swt. Ibadah apa pun sebagai simbol kepatuhan seorang hamba kepada-Nya. Firman-Nya: ”Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (Al-Hajj [22]: 32).

Aktivitas meninggikan kalimat Allah Swt. sebagai bentuk syiar, menurut apa yang dipahami para ulama memiliki beberapa makna. Pertama, ihtifal yaitu aktivitas syiar keagamaan perlu dilakukan secara terbuka, meriah, penuh semangat tapi tetap penuh khidmat.

Kedua, ihtizam yaitu aktivitas syiar menjadi kewajiban agama yang harus ditunaikan seorang muslim dan ini merupakan bagian dari upaya mengingat Allah Swt. Ketiga, ihtimam yaitu aktivitas syiar ini harus dilakukan sebaik dan sesempurna mungkin.

Syiar keagamaan sebagaimana makna-makna di atas akan mudah terwujud dalam kehidupan yang Islami. Syiar-syiar keagamaan akan senantiasa didorong dilakukan oleh umat Islam tidak hanya di dalam negeri bahkan ke luar negeri dengan adanya dakwah dan jihad.

Inilah peran negara Islam dalam melakukan syiar demi eksisnya ajaran Islam. Islam bisa dirasakan keberkahannya tidak hanya penduduk bumi tapi juga alam dan makhluk yang lain sebagaimana pernah terjadi di masa Kekhilafahan Islam. Allahu a’lam[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Wening Cahyani Kontributor Tetap NarasiPost.Com
Previous
Pengemis Hadir Akibat Ulah Kapitalisme
Next
Saat Empati Hilang dari Nurani
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram