Dibuatnya Kementrian Investasi untuk lebih memudahkan jalan bagi para investor untuk masuk ke Indonesia, termasuk dalam proyek Bukit Algoritma. Ini akan menjadikan pihak asing sebagai tuan di negeri kita.
Oleh. Irma Ismail
(Aktivis Muslimah Balikpapan)
NarasiPost.Com-Wacana Bukit Algoritma di Sukabumi seluas 888 hektare sebagai Silicon Valley Indonesia dalam beberapa pekan ini cukup ramai diberitakan. Silicon Valley sendiri terletak di San Fransisco Amerika Serikat, berdiri hampir 100 tahun dan melahirkan banyak perusahaan teknologi raksasa yang mendunia serta menampung sekitar 2000 perusahaan. Salah satu hal yang membuatnya bertahan selama ini adalah hubungan simbiosis mutualisme di area Silicon Valley, dimana terdapat pusat penelitian pemerintah dan laboratorium komersial serta memiliki banyak Universitas dan industri, juga adanya akses ke pemberi modal ventura yang berlimpah. (cnnindonesia.com, 13/4/2021)
Di Indonesia sendiri, riset-risetnya masih belum menghasilkan inovasi. Dan semua itu tak lepas dari minimnya pemerintah dalam menganggarkan dana bagi riset dan pengembangannya, setidaknya dalam 20 tahun terakhir ini, maka sepertinya megaproyek ini sulit untuk direalisasikan. Dikutip dari Tirto.id (16/4/2021), dari lembaga Knowledge Sector Indonesia (KSI) tercatat dari tahun 2000-2013, belanja untuk pembiayaan riset dan pengembangan (RnD) setara 0,07% dari PDB, dan ini terendah di Asia dan di antara G20. Ini juga tidak berubah banyak sejak tahun 2018. Nilai yang jauh di bawah Amerika Serikat yang pembiayaan untuk risetnya mencapai 2,7% dari PDB tahun 2013 dan 2,83% pada tahun 2018. Menurut Nailul Huda (Kepala Center of Innovation and Digital Economy Indef), jika Indonesia fokus pada membangun kawasan saja tanpa memperhatikan SDM, maka hanya segelintir orang saja yang menikmati ekonomi berbasis teknologi, yang lainnya hanya sebagai penonton saja.
Sebenarnya ini adalah hal yang kontras, karena di saat dunia memasuki era revolusi industri 4.0 yang membutuhkan riset dan pengembangan, justru Kementrian Riset dan Teknologi dibubarkan dan melebur ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Seharusnya Kemendikbud fokus pada pengembangan pendidikan dan permasalahan yang terjadi di dalamnya, misal masalah kurikulum, proses pembelajaran dan media pendukungnya, serta belum meratanya tenaga pengajar. Ketiadaan Kemenristek pun sebagai sebuah instansi sendiri akan berdampak kepada ketidakmandirian arah riset dan teknologi negara kita, hal ini akan membuat lemah serta akan mudah dkendalikan oleh jaringan konglomerasi teknologi digital yang dikuasai oleh asing.
Dikutip dari cnnindonesia.com (11/4/2021), Bambang Brodjonegoro, mantan Menristek mengatakan belum mengetahui nasib Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK) yang berbasis riset, seperti Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Tekhnologi (BPPT).
Tetapi peleburan yang disetujui oleh DRR RI bukanlah tanpa alasan. Ini semua dikarenakan pemerintah akan membentuk kementrian baru, yaitu Kementrian Investasi. Adanya aroma kepentingan kapitalis dan kepentingan politik dalam megaproyek ini memang sudah tercium. Pemerintah lebih mengutamakan kepentingan investor (pemilik modal) dibanding mengembangkan riset dan teknologi. Hal yang mudah untuk bisa dicerna, karena terbukti sejumlah kebijakan selama ini memang tak lepas dari campur tangan para kapitalis untuk memuluskan proyeknya.
Adanya dua perusahaan swasta berbentuk KSO (kerjasama operasional) bernama Kiniku Bintang Raya dengan Budiman Sudjatmoko sebagai Ketua Pelaksana yang juga adalah Komisaris PTPN V. Dan satu BUMN, yaitu PT. Amarta Karya yang bergerak di bidang kontruksi, dalam megaproyek Bukit Algoritma dengan biaya Rp18 triliun atau setara dengan 1 miliar euro. Dinyatakan bahwa dana tersebut berasal bukan dari APBN tetapi dari para investor, baik dari dalam negri ataupun luar negeri. (Tempo.com, 14/4/2021)
Semua ini semakin menguatkan bahwa ini adalah mimpi para konglomerat dan bukan mimpi rakyat. Indonesia dengan ekonomi kapitalisnya memang selama ini sangat tergantung kepada investor, baik dari dalam ataupun luar negeri yang notebene semua adalah swasta. Dengan pembangunan infrastruktur yang ada selama ini pun, bahkan pengelolaan sumber daya alam, investor asing selalu dilibatkan dan ini semakin menguatkan bahwa negara dalam cengkeraman para kapitalis. Maka dibuatlah Kementrian Investasi untuk lebih memudahkan jalan bagi para investor untuk masuk ke Indonesia, termasuk dalam proyek Bukit Algoritma. Ini akan menjadikan pihak asing sebagai tuan di negeri kita. Akhirnya kemajuan teknologi dan hasilnya akan menjadi milik segelintir orang.
Di sisi lain, adanya proyek ini tak lepas juga dari kepentingan partai politik yang ada, yang akan berpengaruh kepada keputusan dari dewan terhormat tempat para wakil rakyat yang notebene adalah para politisi. Dari detikNews.com (16/2/2021) Pakar Politik, Hendri Satrio menilai kegiatan riset ilmiah masih terganjal dengan kepentingan politik, berdasarkan sumber berita yang dibaca, Hendri berpendapat bahwa struktur Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) masih belum disahkan dikarenakan terganjal kepentingan menteri dari partai yang juga menaungi Budiman Sudjatmiko. Hendri juga menyebut struktur kelembagaan BRIN bisa cepat jika disahkan apabila menteri dari rekan separtai Budiman bisa cepat mengesahkan, namun hal ini tak kunjung disahkan.
Hal yang berbanding terbalik dengan Islam dalam urusan kepentingan rakyat. Karena dalam sistem pemerintahan Islam, pemimpin atau Khalifah adalah orang yang diamanahi untuk mengurus urusan manusia dengan aturan Islam. Dan Islam adalah agama yang sempurna, yang tidak hanya mengatur manusia dalam masalah ibadah ruhiyah, tetapi juga mengatur manusia dalam aspek kehidupan yang lain, termasuk dalam hal pengembangan sebuah wilayah. Negara dalam sistem pemerintahan Islam harus benar-benar bisa membaca potensi alam yang ada di wilayah tersebut serta arah ke depannya, semua demi kepentingan dan kenyamanan rakyat dengan tidak mengorbankan atau merusak alam.
Dan di dalam sistem ekonomi Islam dijelaskan bagaimana Al-Qur’an dan Assunnah telah memberikan batasan dan rincian dalam hal pengelolaan kepemilikan harta, yang terbagi atas tiga bagian, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Sebuah pengembangan wilayah yang di dalamnya ada pembangunan fasilitas pendukung milik negara, maka itu jelas masuk ke dalam kepemilikan negara, diperuntukkan bagi umum dan tidak untuk mencari keuntungan. Jika ada pihak swasta yang hendak bekerjasama dalam membangun fasilitas pendukung tersebut, maka sebatas itu saja boleh, bukan untuk dikelola dan dikuasai swasta. Termasuk dalam hal riset dan teknologi yang memang sangat diperlukan oleh negara, maka negara sangat berkepentingan untuk mengembangkan dan menentukan arahnya agar tujuan negara mewujudkan Islam rahmatan lil’alamin dapat terwujud, tidak ada kepentingan atau tujuan dari pihak lain apalagi membebek kepada asing. Artinya peran negara dalam menopang pendidikan berkualitas menjadi sentral dalam proses pengembangan riset dan teknologi. Inilah peran negara sesungguhnya, yaitu mengurusi urusan umat berdasarkan Al-Qur'an dan Assunnah.[]
Photo ; Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]