Hanya Sistem Islam yang Mampu Melindungi Agama dari Penistaan

penista agama

Berulangnya kasus penistaan terhadap agama ini membuktikan bahwa negara telah gagal dalam menjamin dan melindungi agama. Di samping itu terjadinya peristiwa ini tidak bisa terlepas dari asas yang menjadi pijakan negara itu sendiri, yakni asas kebebasan (liberalisme) dan memisahkan agama dari kehidupan (sekulerisme)


Oleh. Neneng Sri Wahyuningsih

NarasiPost.Com-“Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan…” (TQS. Al-An’am: 108)

Dari ayat di atas, umat muslim diperintahkan untuk tidak memaki-maki agama di luar Islam. Sayangnya hal yang demikian justru kerap sekali dialami oleh kaum muslimin.

Baru-baru ini tengah viral di media sosial seorang Youtuber bernama Joseph Paul Zhang yang melakukan penistaan agama Islam dengan mengaku sebagai nabi ke-26, kemudian menghina Nabi Muhammad dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tak hanya itu, dalam videonya yang berdurasi sekitar 3 jam 2 menit, ia pun menantang siapa yang berani melaporkannya ke pihak kepolisian atas penistaan ini, dan ia pun akan memberikan reward berupa uang. (iNews.id, 17/4/2021).

Miris. Mencuatnya video youtuber ini semakin menambah deretan orang yang melakukan penghinaan kepada Nabi, terlebih lagi kasus di atas juga menghina Allah Swt. Lantas mengapa hal ini terus terjadi? Lalu bagaimana sistem Islam melindungi agama dari penistaan?

Maraknya Penistaan Agama

Indonesia merupakan negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Hanya saja kasus penistaan terhadap Islam ini terus saja berulang. Masih lekat dalam ingatan kita kasus serupa, yakni putri presiden pertama RI, Diah Mutiara Sukmawati Soekarno Putri yang membandingkan Nabi Muhammad Saw dengan ayahnya. (Republika.co.id, 21/11/2019)

Begitupun tahun sebelumnya terjadi peristiwa yang hampir sama, penistaan agama.

Seolah menistakan agama Islam dan mencela Sang Kekasih Allah menjadi sesuatu yang lumrah terjadi. Mereka para penghina ini tak merasa takut melakukan aksinya. Mengapa demikian? Ternyata banyak faktor yang memengaruhi peristiwa yang sama kembali terjadi di antaranya:

Pertama, negara menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan, meliputi kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi maupun kebebasan berkepemilikan. Atas nama kebebasan akhirnya mereka berani menghina Nabi, Allah dan ajaran Islam. Terlebih ketika kaum muslimin diam saja saat terjadi pelecehan tersebut, maka mereka akan semakin menjadi-jadi melakukan penistaan.

Kedua, tidak menjadikan Islam sebagai sumber aturan. Ya, meski negeri ini mayoritas penduduknya muslim, hanya saja mereka tidak menjadikan Islam sebagai problem solver dan justru mencari solusi dari sumber yang lain. Padahal Islam memiliki seperangkat aturan termasuk di dalamnya untuk menangani penghina Nabi dan penistaan agama.

Ketiga, sanksi yang dijatuhkan kepada para pelaku penghina Nabi tidak tegas sehingga membuat mereka tidak merasa ketakutan ketika melakukannya. Selama ini hukum yang berlaku masih bisa dikompromikan, terlebih bagi yang memiliki uang. Pemangkasan masa tahanan bisa saja terjadi, bahkan bisa juga tidak tersentuh hukum.

Berulangnya kasus penistaan terhadap agama ini membuktikan bahwa negara telah gagal dalam menjamin dan melindungi agama. Di samping itu terjadinya peristiwa ini tidak bisa terlepas dari asas yang menjadi pijakan negara itu sendiri, yakni asas kebebasan (liberalisme) dan memisahkan agama dari kehidupan (sekulerisme). Standar berpikir masyarakat yang hanya berorientasi pada kehendak manusia tanpa memperhatikan kehendak Sang Pencipta mengantarkan pada tindakan menghina agama dan melecehkan nilai-nilai ajarannya yang kian marak yang sulit dibendung.

Lantas bagaimana sistem Islam melindungi agama dari penistaan?

Islam merupakan agama yang paripurna, tidak hanya mengatur urusan beribadah saja, tetapi mengatur segala urusan kehidupan. Sebagai agama yang sempurna, Islam tidak akan membiarkan pemikiran yang bertentangan dengan ajarannya menyebar semakin luas. Meski begitu, dalam Islam tidak ada larangan untuk berpendapat selama ia tidak menyimpang dari akidah dan hukum-hukum syariat. Bahkan Islam memerintahkan umatnya untuk melakukan koreksi ketika nampak kemungkaran di depan matanya.

Adapun mengenai kasus penistaan agama ini, Islam memiliki cara yang tegas dalam menangani para penghina Nabi dan ajaran Islam. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam al-Jami as-Sahih, mengatakan bahwa ada seorang budak yang sedang hamil. Ia selalu mencaci maki Nabi Muhammad Saw. Akhirnya suaminya yang buta dan merupakan sahabat Nabi pun membunuhnya. Kemudian peristiwa tersebut disampaikan kepada Nabi dan sang pembunuh tidak dihukum qishash.

Dari kisah di atas, para ulama dan imam ahli fatwa seperti Imam Malik, Imam al-Laits, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ishaq bin Rahawih dan Imam as-Syafii bersepakat terkait sanksi bagi orang yang menghina Nabi Saw. adalah hukuman mati (Lihat: Al-Qadhi Iyadh, Asy-Syifa bi Tarif Huquq al-Musthafa, hlm. 428).

Selain itu, Islam yang pernah berjaya selama 13 abad terbukti mampu menjaga dan melindungi agama beserta penganutnya dari para penista. Sejarah Islam mencatat ketika masa kekhalifahan Sultan Abdul Hamid II tahun 1876 – 1918, Perancis pernah merancang drama teater yang diambil dari karya Voltaire, seorang pemikir Eropa yang menghina Rasulullah Muhammad Saw dengan tajuk Muhammad atau kefanatikan. Berkat ketegasan dan keberanian Khalifah Abdul Hamid dalam menanggapi aksi tersebut, Prancis pun ketakutan dan akhirnya menghentikan pertunjukan teaternya.

Dari sini bisa kita lihat bahwa adanya sanksi yang tegas dan memberikan efek jera membuat orang akan berpikir ulang untuk melakukan penghinaan. Di samping itu, kekuatan khalifah (kepala negara) serta kewibawaan Khilafah (negara Islam) dalam melindungi kekasih Allah dan agama-Nya, mampu membuat Barat tidak berani menghina Nabi Muhammad Saw.

Ya, seorang pemimpin negara dalam Islam atau khalifah berperan sebagai perisai yang mampu melindungi kehormatan Rasulullah Saw., melindungi ajaran Islam dan seluruh kaum muslimin. Sebagaimana Rasulullah Saw pernah bersabda,
Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang Imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka dia (Khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.
(HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).

Dengan demikian ketika hari ini kasus penghinaan dan penistaan terhadap Nabi serta ajarannya terus saja berulang, maka sudah saatnya meninggalkan sistem liberalisme-sekularisme dan kembali pada hukum Allah, serta kaum muslimin bersatu memperjuangkan tegaknya khilafah sesuai manhaj kenabian, yang akan menerapkan aturan Islam secara menyeluruh. Dengan begitu, agama akan terlindungi dari penistaan.

Wallahu a'lam bishshowab[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Butuh Perombakan Fundamental, Bukan Abal-abal
Next
Bukit Algoritma, Mimpi Silicon Valley ala Indonesia
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram