Dalam Kitab Al Hisbah, Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa "Sesungguhnya seluruh kekuasaan dalam Islam ditujukan untuk agama Allah dan meninggikan kalimat-Nya, juga ditujukan untuk menegakkan amar makruf nahi munkar…"
Oleh. Atik Hermawati
(Aktivis Muslimah)
NarasiPost.Com-Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, perombakan (reshuffle) kabinet sudah terjadi beberapa kali. Sebagian masyarakat berharap akan ada perbaikan kondisi. Namun tak sedikit juga yang tak percaya lagi. Apakah benar reshuffle kabinet menjadi solusi bagi negeri ini?
Isu perombakan kabinet yang mencuat, memunculkan spekulasi berbagai pihak terkait menteri-menteri yang akan dirombak. Menurut analisa Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia), Jeirry Sumampow, reshuffle kali ini selain persetujuan Surat Presiden (Supres) tentang Pembentukan Kementerian Investasi dan dileburkannya Kemenristek ke Kemendikbud, juga menyasar para menteri lain yang di kementeriannya tidak sejalan dengan perintah presiden. (Sindonews.com, 21/04/2021)
Namun demikian, Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menyatakan bahwa pelaksanaan reshuffle ini belum akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Menurutnya, pemindahan ibukota negara ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, menjadi hal yang difokuskan dahulu. Peraturan Presiden tentang kementerian baru akan dikeluarkan presiden sebelum melantik para menteri. (Kompas.com,14/4/2021)
Perombakan Kabinet ala Kapitalisme
Perombakan susunan kabinet yang terjadi berkali-kali tidak berpengaruh pada penyelesaian berbagai problematika masyarakat. Bahkan masalah yang lebih besar sangat mungkin terjadi.Tujuan perbaikan yang disampaikan sekadar retorika.
Masih ingat kala itu, Menteri ESDM dan Menteri BUMN dirombak. Lalu lahirlah UU Migas, UU Omnibuslaw, UU SDA, UU Minerba, ataupun UU Penanaman Modal yang semakin mencengkram kemandirian negara, dan memuluskan para investor asing menguasai kekayaan milik umum, yang seharusnya dikelola negara untuk menjamin kebutuhan masyarakat.
Sistem kapitalis-sekuler saat ini hanya melahirkan para menteri yang penuh hegemoni para pemodal. Sudah banyak disangkakan bahwa perombakan kabinet hanya sarat kepentingan elit politik dan kapital. Berbagai kebijakan yang lahir hanya menguntungkan mereka, bukan atas dasar kemaslahatan agama dan rakyat.
Perdebatan akomodasi politik tak bisa dielakkan. Jabatan menteri memiliki peluang besar sebagai sumber dana bagi partai kader di atasnya. Berbagi kursi dan balas budi menjadi sesuatu yang alami di alam demokrasi. Dengan tujuan meredakan kritik dan semakin menyolidkan berbagai koalisi mereka, bukan karena lemahnya kinerja terhadap tanggungjawabnya mengurusi masyarakat.
Dapat dikatakan bahwa reshuffle kabinet saat ini hanya mengulang kesalahan yang sama, bahkan akan semakin bertambah problematika. Teknis ini tidak menjadi solusi bagi permasalahan negeri. Sebab tak menyentuh dasarnya sama sekali.
Jabatan adalah Amanah
Rasulullah Saw. bersabda, "Tidaklah seorang penguasa diserahkan urusan kaum muslim, lalu ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan mereka, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Islam memandang jabatan sebagai amanah dari Allah Swt. Dalam Islam, pejabat publik bertanggungjawab mengurusi masyarakat di bawahnya sesuai syariat-Nya.
Dalam Kitab Al Hisbah, Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa "Sesungguhnya seluruh kekuasaan dalam Islam ditujukan untuk agama Allah dan meninggikan kalimat-Nya, juga ditujukan untuk menegakkan amar makruf nahi munkar…"
Sehingga sudah selayaknya tujuan ini hanya bisa dicapai dengan menyerahkan pada orang yang bertakwa dan mempunyai kapabilitas di bidangnya. Sebab pendelegasian tugas pemerintahan merupakan perkara penting yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Selain itu, kekuatan fisik menjadi hal yang diprioritaskan pula. Sebagaimana yang dilakukan Khalifah Umar bin Al Khathab yang dijelaskan dalam Kitab Umar Ibnul Khathab Syakhsiyyatuhu wa 'Ashruhu karya Dr. Muhammad Ash Shalabi (MMC, 23/04/2021).
Ketakwaan yang ada meniscayakan mereka untuk tunduk hanya pada syariat Islam. Terpancar pula belas kasih dalam mengemban amanahnya. Bukan sebuah pencitraan, sebab akidah Islam telah menyatu pada pola pikir dan sikap mereka. Selanjutnya kekuatan dan kapabilitas yang mumpuni pada pejabat publik, meniscayakan berbagai kebijakan yang tepat untuk kemaslahatan umat.
Semua itu hanya bisa dilakukan dalam sistem Islam, yaitu khilafah yang menerapkan syariat secara keseluruhan. Khalifah atau yang diberi kewenangan olehnya memilih dan mengangkat pejabat publik seperti mu'awin khalifah, amil, wali, qadhi, amirul jihad, dan sebagainya dengan ketentuan sesuai syara. Bukti dan pengaduan masyarakat akan kezaliman pejabat publik membuat khalifah mampu mencopot jabatan kapan saja.
Dengan demikian perombakan kabinet yang dilakukan saat ini takkan mampu menyelesaikan problematika masyarakat yang merajalela. Butuh perombakan fundamental, yaitu perombakan sistem pemerintahan menjadi sistem Islam yakni Khilafah. Bagaimana mungkin orang-orang bertakwa mengisi jabatan mengurusi publik, sedangkan sistemnya menjauhkan Islam dari negara.
Wallahu a'lam bishshawab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]