"Menjadikan isu terorisme sebagai permasalahan utama bahkan biang dari segala persoalan dunia adalah keliru. Karena isu ini dibesarkan oleh media dan sulapan tangan para punggawa. Seakan ingin menutupi fakta bahwa sistem kapitalisme dengan asas sekularisme lah yang menjadi biang kerok dari segala kekacauan ini"
Oleh: Nurjamilah, S.Pd.I
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-“Dunia ini panggung sandiwara
Ceritanya mudah berubah
Kisah Mahabarata
Atau Legenda dari Yunani
Setiap kita dapat satu peranan
Yang harus kita mainkan
Ada peran wajar
Dan ada peran berpura-pura
Mengapa kita bersandiwara”
(Nicky Astria)
Penggalan lirik lagu di atas seolah menggambarkan kondisi negeri saat ini. Skenario yang sama kembali digulirkan, seakan memiliki timing tertentu, kasus pemboman kembali meramaikan jagat nusantara. Ada kasus yang dimunculkan dan ada pula yang ditenggelamkan, bergantung pada suasana politik. Publik tak seantusias dahulu ketika kasus muncul pertama kali. Seakan sudah bisa menebak apa dan siapa, digiring demi suatu kepentingan yang menguntungkan pihak mana. Entahlah dunia ini bak panggung sandiwara.
Indonesia kembali diguncang kasus pemboman. Dilansir dari www.kompas.com, 28/03/2021 bahwa Minggu (28/03/2021) sekitar pukul 10.30 WITA telah terjadi aksi bom bunuh diri di depan Gereja Kathedral, Makassar, Sulawesi Selatan. Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menyebutkan, diduga 2 pelaku pengeboman bunuh diri adalah pengantin baru, pasutri milenial yang merupakan bagian dari JAD Kalsel. Bahkan keduanya terafiliasi dengan teroris yang telah melakukan pengeboman bunuh diri di Jolo, Filipina, pada 2018. Keduanya tewas, sementara korban luka dari pihak gereja dan jemaat berjumlah 20 orang.
Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa dia mengutuk aksi ini dan telah memerintahkan Kapolri untuk mengusut tuntas aksi ini dan membongkar jaringan-jaringan terkait. Bahkan presiden mengajak masyarakat untuk memerangi terorisme dan radikalisme, juga menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan dan kebhinekaan.
Tak mau ketinggalan, para tokoh turut urun suara menanggapi aksi pengeboman ini, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Yusuf Kalla menyebut paradigma berpikir para teroris adalah menjual murah surga. JK mengajak pemerintah dan semua elemen masyarakat bahu-membahu memerangi paham radikalisme. Menko Polhukam, Mahfud MD menegaskan pemerintah cepat bertindak dan telah mengerahkan aparat untuk meringkus orang-orang yang terlibat dan terkait dengan aksi tersebut. (www.cnnindonesia.com, 28/03/2021)
Sigapnya penanganan polisi terhadap aksi ini patut diapresiasi. Dalam waktu kurang dari 24 jam polisi berhasil mendapatkan identitas pelaku beserta jaringannya berikut barang buktinya. Namun anehnya, terhadap kasus lain semisal koruptor Harun Masiku, lamban dan sulit tertangani.
Aksi Terorisme Mendiskreditkan Islam
Terorisme adalah tindakan yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan, dalam usaha untuk mencapai tujuan (biasanya tujuan politik). Sedangkan teroris adalah pelaku dari tindakan terorisme itu.
Aksi bom bunuh diri yang terjadi di Makassar baru-baru ini terkategori tindakan terorisme. Meski dikatakan bahwa aksi ini tidak boleh dikaitkan dengan agama dan golongan tertentu, faktanya aparat dan media telah menggiring isu ini ke arah sana. Hal ini tampak dari penunjukkan bukti pelaku yang mengarah pada identitas dan simbol agama tertentu.
Aksi terorisme di berbagai belahan dunia umumnya didasari oleh faktor politik. Aksi ini selalu terjadi sepanjang sejarah, hanya saja jika dirunut ke belakang, ada satu peristiwa yang menjadi titik awal perang melawan terorisme, yaitu peristiwa penabrakan pesawat ke gedung kembar WTC, New York Amerika pada 11 September 2001.
Sejak peristiwa itu pemerintah Amerika secara resmi mendeklarasikan program war on terrorism.
Sayangnya perang melawan terorisme dialamatkan pada Islam dan kaum muslim. Mereka menuding jihad yang merupakan ajaran Islam sebagai pemicu timbulnya aksi-aksi terorisme di dunia. Akibatnya menimbulkan kontroversi dan berujung distorsi pada makna jihad itu sendiri. Mereka menutup mata bahwa ketidakadilan global lah yang sesungguhnya menjadi pemicu utama merebaknya aksi terorisme.
Walhasil perang melawan terorisme bukan lagi ditujukan pada individu pelaku aksi terorisme, tetapi meluas menjadi perang melawan ideologi Islam. Hal ini diperkuat dengan ucapan Presiden Amerika saat itu yakni George W.Bush, yang menyatakan secara gamblang bahwa ideologi Islam lah dalang di balik aksi-aksi terorisme di dunia Internasional. Akibat dari aksi terorisme itu banyak rakyat sipil yang menjadi korban, kerusakan gedung beserta fasilitas umum, timbulnya saling curiga antaragama bahkan antarnegara. Perpecahan menjadi suatu keniscayaan. Padahal keberadaan aksi ini tidak hanya mengancam peradaban Barat, tetapi merusak ajaran Islam itu sendiri.
Diduga kuat ada skenario yang sengaja dimainkan pihak tertentu demi melegislasi dan menciptakan framing buruk terhadap Islam dan kelompok Islam yang menginginkan kebangkitan. Islam diposisikan sebagai musuh bersama, tak ayal virus islamofobia pun merebak ke berbagai penjuru dunia.
Akhirnya jurus moderasi agama ditawarkan sebagai solusi agar Islam tidak lagi menjadi pihak tertuduh tersebab ajarannya. Ajaran Islam ditampilkan bukan lagi sebagaimana adanya sesuai tuntunan wahyu. Akan tetapi diframingkan sesuai dengan kehendak Barat agar terkesan Islam itu damai, toleran dan tidak eksklusif.
Menjadikan isu terorisme sebagai permasalahan utama bahkan biang dari segala persoalan dunia adalah keliru. Karena isu ini dibesarkan oleh media dan sulapan tangan para punggawa. Seakan ingin menutupi fakta bahwa sistem kapitalisme dengan asas sekularisme lah yang menjadi biang kerok dari segala kekacauan ini.
Problem multidimensi yang menerjang negeri ini begitu besar. Tumpukan masalah yang tak berkesudahan, bahkan nyaris membusuk. Utang beranak-pinak ditambah bunganya yang makin mencekik. Kasus korupsi yang semakin menggurita, bahkan uang bansos untuk rakyat pun tak luput dilumatnya juga. Impor gila-gilaan di tengah seruan untuk mencintai produk dalam negeri dan membenci produk asing. Lapangan pekerjaan yang semakin menyusut bagi anak bangsa, sementara TKA semakin membanjiri negeri ini. Tak hanya itu, demokrasi merestui bahkan memfasilitasi perselingkuhan antara penguasa dengan pengusaha sehingga melahirkan banyak kebijakan yang pro-korporasi dan menguatkan oligarki penguasa, tetapi justru menyengsarakan rakyat. Miris.
Inilah realitas hidup bernafaskan sekularisme, bertahtakan demokrasi dalam singgasana sistem kapitalisme. Jangan sampe larut dalam pengalihan isu apalagi gagal paham.
Saatnya pemerintah fokus menyelesaikan berbagai permasalahan sebagai akibat dari diterapkannya aturan buatan manusia yang berlandaskan sekularisme. Inilah yang memandulkan Islam dengan menjadikannya sebagai agama ritual semata, padahal Islam adalah ideologi yang mumpuni dalam menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan.
Islam Mengutuk Aksi Terorisme dan Moderasi Agama
Islam merupakan agama rahmatan lil 'aalamiin sekaligus ideologi. Akidahnya memancarkan aturan yang paripurna dan mampu menyolusikan berbagai persoalan manusia. Umatnya merupakan umat terbaik yang diutus di tengah manusia. Namun sayang, semua itu kandas dilindas berbagai fitnah, tuduhan keji dan derasnya arus islamofobia. Kemalangan terbesar adalah lenyapnya institusi Khilafah sebagai perisai umat. Kini Islam tak lagi dimuliakan bahkan umatnya semakin terpuruk.
Islam memang mengajarkan jihad, tapi pelaksanaannya harus sesuai syariat Islam. Tidak bisa seenaknya bertindak layaknya kaum barbar. Haram hukumnya menghilangkan nyawa tanpa sebab yang syar’i. Allah Swt berfirman:
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah, melainkan dengan suatu alasan yang benar.”
(TQS. Al-Isra:33)
Islam melarang menebarkan teror; membunuh orang yang tidak terlibat peperangan seperti wanita, anak-anak dan lansia; merusak gudang makanan, tempat ibadah, bahkan membumihanguskan wilayah musuh. Inilah bukti bahwa Islam bukanlah agama teroris! Bahkan Islam sangat mengutuk keras aksi terorisme itu! Aksi pengeboman gereja di Makassar merupakan aksi konyol yang pelakunya dipastikan tidak paham ajaran Islam.
Jadi berhentilah mendiskreditkan dan menstigmatisasi Islam dengan negatif. Apalagi memanfaatkan momen ini untuk melegalisasi tindakan represif aparat dan pihak tertentu terhadap para pejuang Islam yang menginginkan kebangkitan. Jangan mudah dipecahbelah apalagi termakan isu moderasi agama di tengah masyarakat. Sejatinya semua itu adalah senjata untuk memberangus Islam ideologis.Inilah urgensi tegaknya Khilafah, kebutuhan umat akan perlindungan dan keamanan sudah semakin mendesak. Deraan fitnah dan intimidasi tak akan berhenti selama umat Islam tidak menghadirkan junnah dan bersatu dalam naungan institusi negara yang sama, yaitu Khilafah.
Wallahu ‘alam bi ash-showwab[]
Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]